Prinsip Pemeriksaan Persidangan dan Proses Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana - Feel in Bali

Thursday, May 15, 2014

Prinsip Pemeriksaan Persidangan dan Proses Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana

A. PRINSIP PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
Sebelum memasuki seluk beluk pemeriksaan sidang ada baiknya di pahami prinsip yang harus ditegakkan dan dipedomani. Prinsip-prinsip pemeriksaan persidangan, bukan hanya ditunjukan landasan bagi aparat tapi juga penting diketahui dan didasari terdakwa.

1.Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum

semua persidangan terbuka untuk umum. Pada saat majelis hakim hendak membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum” setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, harap hadir memasuki ruangan sidang pintu dan jendela ruangan sidang pun terbuka, sehingga dengan demikian makna prinsip persidangan terbuka untuk umum benar-benar tercapai. Tentu ada pengecualian, dalam pasal 153 ayat 3, tempat dimana tercantum prinsip ini, menyebut pengecualian, dalam
pemeriksaan perkara kesusilaan atau perkara terdakwanya anak-anak, sidang di lakukan dengan “pintu tertutup”, sesuai dengan ketentuan pasal 153 ayat 40, pelangaran atas prinsip ini, negakibatkan. “ batalnya putusan” demi hukum.

a. Hadirin Harus Bersikap Hornat
Mereka harus sopan dan tidak menimbulkan kegaduhan di ruang sidang. Barang siapa yang menunjukan sikap tidak hormat serta tidak tertib dalam ruangan sidang ketua sidang dapat memerintahkan orang yang bersangkutan di keluarkan dari ruangan sidang. Perintah mengeluarkan ini dapat dilakukan ketua sidang setelah yang bersangkutan “diperingati” lebih dulu, namun tetap tidak diindahkannya (pasal 218 ayat 2).
Seandainya sifat pelangaran tata tertib yang dilakukan oleh salah seorang pengunjung merupakan tindak pidana, hal itu tidak mengurangi kemungkinan terhadapnya dilakukan penuntutan ( pasal 218 ayat 3 ).

b. Larangan Membawa Senjata Api
dalam pasal 219 di tegaskan, guna menjamin keselamatan terhadap manusia yang berada dlam ruangan sidang, setiap pengunjung sidang “dilarang” membawa senjata
api, senjata tajam, bahan peledak, atau alat maupun benda yang dapat membahayakan kemanan sidang. Larangan ini berlaku terhadap siapa pun tanpa keculai. Bagi mereka yang membawa alat atau benda-benda larangan “wajib” menitipkan di tempat yang kusus di sediakan untuk itu.

c. Harus Hadir Sebelum Hakim Memasuki Ruang Sidang
ketentuan ini bukan hanya berlaku bagi pengunjung sidang, tetapi berlaku bagi panitera, penuntut umum, penasehat hukum sebagai mana di jelaskan dalam pasal 232:
o Sebelum sidang di mulai, panitera, penunutut umum, penasehat hukum dan pengunjung yang sudah ada, duduk di tempatnya masing-masing dalam ruangan sidang.
o Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruangan sidang, semua yang hadir berdiri untuk hormat.
o Selama sidang berlangsung , setiap orang yang keluar masuk ruangan sidang, diwajibkan memberi hormat
Hal ini yang perlu diingat sehubungan dengan prinsip persidangan yang terbuka untuk umum adalah yang yang berkenaan dengan pasal 153 ayat 5 beserta penjalasannya.

2. Hadirnya Terdakwa Dalam Persidangan
Hukum tidak membenarkan proses peradilan in absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pmeriksaan acara singkat. Tanapa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Itu sebabnya pasal 154 mengatur , bagaimana cara menghadirkan terdakwa dalam persidangan. Tata cara tersebut memperlihatkan tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara
tidak dapat dilakukan .
Tata cara tersebut dimulai dari:
o Ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa di panggil masuk kedalam ruangan sidang
o Jika terdakwa dalam pada sidang yang telah ditetapkan tidak hadir, ketua sidang meneliti apakah terdakwa telah dipanggil secara sah. Dalam penelitian, ketidak hadiran terdakwa bias terjadi dua kemungkinan:
a. Terdakwa Dipanggil “Secara Tidak Sah”
Jika ternyata terdakwa dipanggil secara tidak sah, ketua menunda persidangan dan memerintahkan penunutut umum supaya memangil terdakwa sekali lagi untuk hadir hari sidang berikutnya.
b. Terdakwa Sudah Di Panggil “Secara Sah”
Dalam hal ini, sekalipun terdakwa telah dipanggil secara sah, namun ia tidak dating menghadiri persidangan “tanpa alasan yang sah”, menurut ketentuan pasal 157 ayat 4
dan 6,.
Bagai mana jika dalam suatu perkara , terdakwanya terdiri dari beberapa orang pada hari sidang yang ditentukan , terdakwa tidak dapat semuanya hadir. Apakah sidang
dilangsungan, dan bagaimana dengan halnya dengan terdakwa yang tidak hadir,Masalah ini di autur dalam pasal 154 ayat 5 yang memberi ketentuan.

3. Ketua Sidang Memimpin Pemeriksaan
Ini diatur dalam pasal 217 yang mmenegaskan hakim ketua sidang brtindak memimpin jalannya pemeriksaan pesidangan,, dan memelihara tata tertib persidangan prinsip ini sesuai dengan system pembuktian yang dianut undang- undang, yakni system pebuktian undang-undang secara negative. Mewajibkan hakim mencari kebenaran hakiki di dalam membuktikan kesalahan terdakwa berdsarkan batas
minimum pembuktian menurut undang-undang dengan alat bukti yang sah.

4. Pemeriksaan Secara Langsung Dengan Lisan
Pasal 153 ayat 2 huruf a.
Ayat 1 “ Pada hari yang ditentukan menurut pasal 152 pengadilan bersidang
Ayat 2 a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan
secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa atau saksi. b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas
Ayat 3 “untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam memberikan jawaban secara tidak bebas”.
Ayat 4 “tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”

5. Wajib Menjaga Pemeriksaan Secara Bebas
Sesuai dengan pasal 153 ayat 2 huruf b, pemeriksaan terhadap terdakwa atau saksi “dilakukan dengan tegas”.terhadap mereka tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas. Baik kepada terdakwa maupun kepada saksi tidak boleh dilakukan “penekanan atau ancaman” yang bias menimbulkan hilangnya kebebasan mereka memberikan keterangan. Bahkan pertanyaan yang “bersifat menjerat” tidak boleh diajukan baik
terhadap terdakwa maupun terhadap saksi, sebagai mana diatur dalam pasal 166 KUHAP

6. Pemeriksaan Lebih Dulu Mendengarkan Keterangan Saksi
Dalam pasal 160 ayat 1 huruf b yang menegaskan “pertama-tama di dengar keterangannya adalh korban yang menjadi saksi”. Untuk menguatkan alasan mendahulukan pemeriksaan pendengaran keteranagan saksi dari terdakwa, pasal ini di hubungkan dengan pasal 184 ayat 1 yang menempatkan urutan alat bukti keterangan saksi pada urutan yang pertama. Sedangkan urutan alat bukti keterangan terdakwa di tempatkan pada urutan yang terakhir.

B. TERDAKWA TIDAK HADIR DALAM SIDANG
1. Surat panggilan belum sah
Apa bila terdakwa tidak hadir pada hari dan tanggal sidang ynang ditentukan, ketua majelis harus meneliti terlebih dahulu apakah panggila yang di lakukan penuntu umum sah atau tidak. Jika panggilan belum sah sesuai dengan ketenutuan pasal 145 dan 146 KUHAP, ketua majelis bertindak:
o Persidangan ditunda dan mundurkan pada tanggal dan hari berikutya
o Penundaan dan pemunduran sidang di barengi dengan “perintah” ketua majelis kepada penuntut umum untuk memenggil terdakwa pada hari dan tanggal sidang berikutnya
.
2.Menghadirkan terdakwa secara paksa
Apa bila surat panggilan telah dilakukan dengan sah , namun terdakwa tidak hadir pada tanggal hari sidang yang ditentukan, tindakan yang dapat diambil ketua majelis tergantung dari factor keadaan atau sifat ketidak hadiran itu.
a. Ketidak Hadiran Tanpa Alasan Yang Sah
Dalam hal ini mungkin terdakwa berhalangan karena sakit yang kuatkan dengan surat keterangan dokter, atau terdakwa ditimpa musibah yang kuatkan oleh surat keterangan lurah dan sebagainnya tindakan yang dapat diambil oleh hakim:
o Sidang harus ditunda dan dimundurkan pada tanggal hari sidang berikutnya. Hal ini sesuai dengan prinsip pemeriksaan persidangan yang dianut oleh KUHAPyang melarang pemeriksaan diluar hadirnya terdakwa, tidak boleh dilakukan proses pemeriksaan secara in absentia.
o Ketua majelis memerintahkan penunutu umum untuk memanggil terdakwa seklai lagi
o Jika pada pemanggilan pada kedua terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah:
1. Ketua majelis menunda dan mengudur tanggal hari persidangan pada persidangan berikutnya.
2. Memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya
b. Ketidak Hadiran Terdakwa Karena Alasan Yang Sah
Dalam hal panggilan telah dilakukan dengan sah, namun terdakwa “tidak datang” menghadiri pemeriksaan persidangan, tetapi atas alasan yang sah ketidak hadiran
terdakwadiberitahukan terdakwa pada penuntut umum maupun kepada pengadilan atau ketua majelis yang bersangkuta. Dalam pemberitahuan terdakwa mengemukakan
alasan yang, menyebabkan dia tak dapat hadir pada pemeriksaaan persidangan memberitahukan ketidak hadiranya itu dapat dilakukan terdakwa surat atau dengan kuasa hukum secara lisan. Agar alasan itu lebih menyakinkan hakim, sebaiknya diperkuat oleh keterangan instansi yang berwenang, misalnya surat keterangan dokter yang menjelaskan terdakwa sakit atau dalam perawatan. Namun alasan apapun yang terdakwa kemukan, tergantung dari pertimbagan hakim untuk sah atau tidak sahnya.

3. Terdakwa Tediri Dari Beberapa Orang
Jika terdakwantya lebih dari satu orang pada hari sidang ditentukan , tidak semua hadir, yang hanya satu orang atau dua orang. Sedangkan yang empatnya lagi tidak hadir. Dalam peristiwa ini, hakim dapat menempuh ketentuan yang yang digariskan pasal 154 ayat 5 ketentuan tidakj memaksa, tapi berupa altenatif. Terserah kepada hakim.

4. Pencatatan Laporan Panggilan Dalam Berita Acara
Untuk melengkapi pembahasan ketidakhadiran terdakwa menghadap pada tanggal hari persidangan yang telah ditentukan, perlu diperhatikan ketentuan pasal 154 ayat 7 yang menyangkut tugas dan kewajiban panitera yang mendampingi untuk mencatat dalam beruta acara persidangan mengenai laporan penuntut umum tentang pelaksanaan perintah pemanggilan yaitu:
o Dalam hal pemanggilan belum sah, panitera harus mencatat dalam beriat acara perintah hakim pada penunutu umum untuk memanggil terdakwa pada sidang berikutnya
o Demikian juga dalam ketidakhadiran terdakwa tanpa alasan yang sah, dan ketidak hadiran yang tidak itu sudah dua kali maka jika dalam peristiwa ini hakim mengeliarkan perintah kepada penuntut umum agar terdakwa dihadirkan dengan paksa, panitera mencatat perintah tersebut dalam berita acara.

C. PROSES PEMERIKSAAN SIDANG
Proses persidangan ini di atur dalam BAB XVI untuk melihat pemeriksaan di sidang pengadilan, mulai dari awal sampai kepada putusan.
1. Pemeriksaan Identitas Terdakwa
Pemeriksaan identitas terdakwa didahului pembukaan sidang oleh ketua. Pembukaan sidang harus dinyatakan “ terbuka untuk umum, seperti yang ditegaskan pasal 153 ayat 3 dan 4.
Setelah hakim membuka sidang serta menyatakan terbuka untuk umum, hakim ketua memeriksa “identitas” terdakwa . pemerikasaan identitas dilakukan dengan jalan
menanya terdakwa mengenai:
o Nama lengkap
o Tempat lahir
o Umur atau tanggal lahir
o Jenis kelamin
o Kebangsaan tempat tinggal
o Agama
o Pekerjaan
pemeriksaan dicocokkan dengan identitas terdakwa yang terdapat pada surat dakwaan dan berkas perkara, untuk memastikan dan memastikan dan menyakinkan persidangan
memang terdakwalah yang di maksud dalam surat dakwaan kepadanya.

2. Memperingatkan Terdakwa
Setelah selesai menanyakan identitas terdakwa, kewajiban ketua sidang sesuatu yang didengar dan dilihatnya di dalam persidangan .
Persidangan ini tidak lebih dari nasehat dan anjuran namun demikian sebaiknya hakim tidak hanya memperingatkan untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihat saja, tetapi perlu memperingatlkan terdakwa agar bersikap tenang, jangan takut dan jangan ragu- ragu mengemukakan suatu yang di anggapnya penting untuk
perlu pembelaan diri, juga memperingatkan terdakwasuatu yang di anggapnya penting.

3. Pembacaan Surat Dakwaan
Selanjutnya “pembacaan surat dakwaan”. Ketua sidang memerintahkan penunutu umum untuk membacakan surat dakwaan.

4. menanyakan isi surat dakwaan
Sesudah penuntut umum selesai membacakan surat dakwaan , hakim harus betanya kepada terdakwa apakah dia benar-benar memahami isi surat dakwaan, kalau terdakwa
belum mengerti, menurut ketentuan pasal 155 ayat 2 huruf b, hakim dapat memerintahkan penuntut umum untuk “ memberi penjelasan” lebih lanjut tentang hal-hal yang belum jelas di pahami terdakwa

5. Hak Untuk Mengajukan Eksepsi
Pengertian eksepsi atau exception
o Tangkisan atau pembelaan yang tidak mengenai atau tidak ditujuki terhadap “materi pokok” surat dakwaan.
o Tetapi keberatan atau pembelaan ditujukan terhadap cacat “formal” yang melekat pada surat dakwaan.
Dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP didefenisi eksepsi tidak di rumuskan secara jelas.


Saat mengajukan eksepsi
Jika diperhatikan pasal 156 ayat 1 pengajuan keberatan yang menyangkut pembelaan atas alasan yang “formal” oleh terdakwa atau penasehat hukum dan penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, kemudian hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

Klasifikasi eksepsi
Pasal 156 ayat 1 menyebutkan berbagai jenis keberatan atau eksepsi yang dapat diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya. Namun dalam eksepsi yang dikemukakan dalam uraian ini tidak terbatas pada bentuk atau jenis eksepsi yang di sebutkan dalam pasal 156

a. Eksepsi Kewenangan Mengadili
1. Tidak berwenang secara absolute munculnya pesoalan kewenangan absolute mengadili, sebagai akibat pasal 10 undang- undang No. 14/1970 yang telah menetapkan dan membagi yuridis substantive.
2. Tidak berwenang secara secara relative di sebut kewengan relative mengadili perkara di dsarkan pada factor “daerah hukum” atau “wilayah hukum”

b. Eksepsi Kewenangan Menuntut Gugur
Eksepsi lain yang tidak disebutkan dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP, tetapi ditemukan dalam ketentuan perundang- undangan lain, antara lain dalam KUHAP adalah eksepsi yang menyatakan “kewenangan” penunutut umum untuk menuntut “hapus” atau
gugur.

Putusan bersifat final
 Terhadap putusan ini, bentuk putusan yang di jatuhkan pengadilan adalah putusan akhir, bukan putusan sela. Terbuka upaya banding dan kasasi . apabila suatu telah berkekuatan tetap, langsung final dan mengikat, tidak bisa diajukan lagi untuk kedua kalinya.
Perlu diingat, tanpa ada eksepsi pun apa bila persidangan menemukan factor nebi in idem atau kadaluarsa dalam perkara yang diperiksa. Hakim harus menjadikan
sebagai dasar putusan dengan amar mnyatakan kewenangan menuntut hapus atau gugur

6. Pembuktian Atau Pemeriksaan Alat-Alat Bukti
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa, apa bila hasil penelitian dengan alat-alat bukti seperti yang di tentukanoleh undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang di dakwakan kepada, maka
terdakwa dibebaskan dari hukuman.
Tentang pembuktian ini diatur dalam pasal 183 KUHAP “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apa bila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”
Pasal 184 KUHAP
Ayat 1 alat bukti yang sah ialah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Ayat 2 “ayat semacam ini sudah diketahui tidak perlu di buktikan”
7. Penuntutan Oleh Penuntut Umum
Penuntutan di kenal juga dengan istilah reqiuitoir adalah langkah yang seharusnya diberikan kepada jaksa penuntut umum dalam lanjutan sidang pengadilan suatu
perkara pidana setelah pemeriksaan alat-alat bukti atau pembuktian. Setelah pemerikasan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.

Pasal 182 KUHAP
Ayat 2 “jika acara tersebut pada ayat 1 telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaaan di nyatakan tertutup dengan ketentuan dapat membuka sekali
lagi, baikj atas kewenangan hakim ketuasidang karena jabatanya, maupun atas permnintaaan penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum dengan memberikan alasanya.

8. Pembelaan (Pleidoi) Penasehat Hukum
Setelah penuntutan dilakukan penunutut umum, kemudian kepada terdakwa atau penasehat hukum di berikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pleidoi di atur dalam pasal 182 KUHAP
Ayat 1 b. “selanjutnya terdakwa atas penasehat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat jawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan terdakwa atau penasehat hukum mendapat giliran terakhir.”