Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi jalur perdagangan terbaik yang telah diakui oleh dunia. Banyaknya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, menyebabkan Indonesia menjadi salah satu jalur perdagangan dunia. Indonesia memiliki pasar yang sangat luas bagi produsen untuk menjual hasil produksinya baik produk berbentuk bahan makanan, alat – alat rumah tangga, maupun alat elektronik. Senggitnya persaingan antara produsen di dalam maupun di luar negeri menyebabkan banyak produsen yang berlomba – lomba membuat strategi dalam memasarkan produknya. Salah satu strategi yang digunakan para produsen untuk memasarkan produknya yaitu dengan membuat iklan. Iklan dinilai merupakan strategi yang sangat jitu untuk menarik para konsumen agar dapat membeli hasil produk para produsen.
Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan – perusahaan bisnis dan individu yang teridentifikasi dalam pesan periklanan dengan maksud memberi informasi atau mempengaruhi masyarakat yang bentuknya dapat berupa tulisan, gambar, film ataupun gabungan dari keseluruhan unsur tersebut. Iklan sudah tak asing lagi bagi masyarakat di seluruh dunia. Dengan iklan , para produsen dapat menjual hasil produksinya tanpa susah payah. Iklan biasanya dapat kita lihat melalui televisi, radio , poster maupun pamflet. Iklan melalui media televisi lebih baik daripada melalui media lainnya, sebab iklan pada media televisi dapat langsung menarik minat masyarakat karena konsumen dapat langsung melihat dengan jelas produk yang ditawarkan, cara – cara pembuatan produk dan demonstrasi penggunaan produk sehingga konsumen dapat menggunakan produk tersebut secara baik dan benar.
Selain bertujuan untuk memperkenalkan produk baru, iklan juga memiliki tujuan untuk menumbuhkan citra suatu produk dan pengakuan atas keunggulan suatu produk. Sedangkan dalam pemasaran, iklan memiliki fungsi memperkuat dorongan kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap suatu produk untuk mencapai pemenuhan kepuasannya. Di kehidupan modern seperti sekarang ini, tanpa iklan para produsen dan distributor tidak akan dapat menjual produknya, sedangkan di sisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi mengenai produk baik barang maupun jasa yang ditawarkan. Jika suatu perusahaan ingin mempertahankan produknya, maka ia harus melakukan kegiatan periklanan secara memadai dan terus menerus.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang didapat dari latar belakang di atas yaitu :
1. Apakah bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan terhadap konsumen akibat iklan yang menyesatkan di media massa?
2. Unsur – unsur apa sajakah yang terdapat dalam iklan ?
3. Bagaimanakah pengaturan periklanan di Indonesia ?
TUJUAN PENULISAN
Adapaun tujuan penulisan ini yaitu untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai iklan dan membantu masyarakat dalam memahami periklanan yang baik dan benar agar pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut sampai ke masyarakat dengan tepat.
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Mahasiswa
Memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis maupun mahasiswa mengenai periklanan yang baik dan benar sesuai dengan aturan pemerintah.
2. Bagi Mayarakat dan Bagi Perusahaan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat serta masukan kepada perusahaan agar dapat mengetahui bagaiamana pengaturan periklanan di Indonesia agar perusahaan dapat menayangkan iklan di televisi maupun radio sesuai dengan aturan pemerintah.
JENIS – JENIS IKLAN
Iklan merupakan sarana bagi konsumen untuk mengetahui barang dan/jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha dalam hal ini pengiklan, karena konsumen mempunyai hak, khususnya untuk hak untuk mendapat informasi dan hak untuk memilih. Bagi perusahaan iklan merupakan bagian dari kegiatan pemasaran produknya dan iklan dianggap berhasil apabila terdapat peningkatan jumlah pembeli produk yang ditawarkannya. Iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk-produk (barang, jasa, dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi, melalui berbagai macam media
Media televisi dan cetak adalah media massa yang sering digunakan oleh para pelaku usaha untuk mempromosikan produknya kepada masyarakat umum, karena media ini lebih diminati oleh masyarakat Indonesia dari semua kalangan dan semua umur, hal itu memerlukan perhatian dan penanganan yang serius dari pihak yang berwenang untuk melindungi hak-hak konsumen seperti YLKI, pemerintah, dan pelaku usaha. Dalam hal ini khususnya bagi pihak pengiklan harus memahami mengenai kode etik periklanan yang berisi mengenai iklan itu harus jujur, harus dijiwai oleh rasa persaingan sehat. Iklan tidak boleh menggunakan kata “ter”, “paling”, “nomor satu” dan seterusnya yang berlebihan tanpa menjelaskan dimana dan dalam hal apa keunggulan tersebut, dan harus dapat membuktikan sumber-sumber otentik pernyataan itu, Sehingga tidak bersifat menyesatkan pihak konsumen atas kegunaan suatu barang atau jasa. Iklan merupakan sarana bagi konsumen untuk mengetahui barang dan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha dalam hal ini pengiklan, karena konsumen mempunyai hak, khususnya hak untuk mendapat informasi dan hak untuk memilih, sesuai dengan Pasal 9 ayat 1, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1 UUPK. Bagi perusahaan, iklan merupakan bagian dari kegiatan pemasaran produknya dan iklan dianggap berhasil apabila terdapat peningkatan jumlah pembeli produk yang ditawarkannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “menyesatkan” berasal dari kata “sesat” artinya “salah jalan; tidak melalui jalan yang benar”. Namun apabila kata “sesat” ditambah awalan “me-“ dan akhiran “kan” maka ia akan berubah menjadi kata “menyesatkan” yang mengandung arti “membawa ke jalan yang salah; menyebabkan sesat (salah jalan)”. Sedangkan kata “iklan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung arti 1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; 2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar atau majalah. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengenai iklan yang menyesatkan terkandung dalam Pasal 9, 10, 11, 12, 13 dan Pasal 17.
Jadi berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa iklan menyesatkan adalah suatu berita pesanan yang mendorong, membujuk khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar atau majalah, namun isi berita yang disajikan belum diketahui kebenarannya yang pasti sehingga dapat merugikan konsumen.
Konsumen selalu berada dalam posisi yang lemah, konsumen merupakan objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Hukum perlindungan konsumen merupakan hukum yang mengatur dan melindungi konsumen.
Permasalahan akan timbul apabila pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang besar membuat iklan yang bertentangan dengan asas-asas yang terdapat dalam kode etik periklanan . untuk itu pelaku usaha periklanan harus mempertanggung jawabkan atas iklan yang dibuatnya untuk menawarkan barang dan/jasanya kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari tindakan-tindakan curang yang dilakukan pelaku usaha. Mengenai pertanggungjawaban ini terdapat undang-undang yang mengatur mengenai periklanan walupun tidak secara khusus.
Perlindungan hukum bagi konsumen atas iklan yang menyesatkan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu dengan adanya pengaturan dalam Bab III Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dan juga hak dan kewajiban pelaku usaha yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.
Dalam Bab IV merupakan upaya Undang-undang Perlindungan Konsumen untuk melindungi konsumen, yaitu terdapatnya aturan mengenai larangan-larangan bagi pelaku usaha yang mengiklankan produknya larangan-larangan tersebut dapat dilihat dalam Pasal-Pasal 9, 10, 12, 13 dan 17.
Dalam Pasal 20 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga diatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha periklanan yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha periklanan yang curang.
Sistem pembuktian terbalik sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 22 dan Pasal 28 UUPK juga merupakan upaya untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha yang curang. Begitu pula adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang terdapat dalam Pasal 19 UUPK.
Bentuk lainnya untuk melindungi konsumen, yaitu dengan dibentuknya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang diatur pada Bab VIII Undang-undang Perlindungan Konsumen mulai dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 43. Salah satu tugas BPKN adalah menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.
Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam rangka melindungi konsumen selain lembaga yang resmi dibentuk oleh pemerintah, dalam Bab IX Pasal 44 memungkinkan di bentuknya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). LPKSM ini mempunyai tugas salah satunya adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan dari konsumen seperti YLKI dan YPKB.
Iklan yang menyesatkan atau yang tidak sesuai dengan kebenarannya merugikan konsumen, sehingga menimbulkan sengketa antara konsumen yang menuntut haknya terhadap pelaku usaha yang mengiklankan produk yang dijualnya. Mengenai penyelesaian sengketa ini diatur dalam Bab X tentang penyelesaian konsumen. Upaya-upaya penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan cara yang terdapat dalam Pasal 45 ayat (2) yaitu penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen dapat dilakukan dengan cara:
1. Penyelesaian di luar pengadilan.
2. Penyelesaian melalui pengadilan
Ad. 1. Penyelesaian di luar pengadilan
Pasal 47 mengatur mengenai penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang diselenggarakan untk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak terutang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Penyelesaian di luar pengadilan ini dapat dilakukan dengan cara yaitu:
a. Penyelesaian secara damai diantara mereka yang bersengketa.
b. Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen ini, tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersangkutan. Penyelesaian sengketa secara damai yang dimaksud adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan tidak bertentangan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen ini.
Cara penyelesaian secara damai ini merupakan bentuk penyelesaian yang mudah, murah dan (relatif) lebih cepat apabila dapat berjalan dengan lancar. Tetapi penyelesaian dengan cara ini membutuhkan kesabaran, saling pengertian dan menghormati hak-hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa. Penyelesaian dengan cara damai membutuhkan kemauan dan kemampuan berunding untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai.
Biasanya penyelesaian dengan cara damai ini jarang tercapai karena pelaku usaha sering mengelak karena mereka merasa mempunyai kekuatan yang lebih besar dari konsumen yang dirugikan. Dasar hukum penyelesaian secara damai terdapat pula dalam KUH Perdata Buku III, Bab 18, Pasal 1851-1854 tentang perdamaian (dading) dan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat (2) jo, Pasal 47 seperti yang telah diuraikan di atas.
Penyelesaian sengketa melalui BPSK merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Bab XI dari Pasal 49 sampai dengan Pasal 58. BPSK merupakan lembaga khusus yang dibentuk oleh pemerintah di setiap daerah tingkat II untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Pasal 49 ayat (1)).
Keanggotaan BPSK terdiri dari unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha. Setiap unsur tersebut diwakili sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Pengangkatan dan pemberhentian anggota BPSK ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Tugas dan wewenang BPSK menurut Pasal 52 UUPK adalah sebagai melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen BPSK membentuk Majelis dengan jumlah anggota harus ganjil, yaitu terdiri dari sedikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur dibantu seorang panitera. BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan kepadanya dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak gugatan itu diterima. Menurut Pasal 54 ayat (3) bahwa putusan yang dijatuhkan oleh Majelis BPSK bersifat final dan mengikat. Keputusan BPSK itu wajib dilaksanakan oleh pelaku dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan diterima.
Ad.2 Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Dalam Pasal 48 Undang-undng Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa “penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
Putusan yang dijatuhkan Majelis BPSK bersifat “final” diartikan tidak adanya upaya banding dan kasasi, yang ada “keberatan”. Apabila pelaku usaha keberatan atas putusan yang dijatuhkan oleh majelis BPSK, maka ia dapat mengajukan keberatannya itu kepada Pengadilan Negeri, menurut Pasal 58 UUPK dalam jangka waktu 14 hari Pengadilan Negeri yang menerima keberatan pelaku usaha memutus perkara tersebut dalam jangka waktu 21 hari sejak diterimanya keberatan tersebut. Selanjutnya kasasi pada putusan pengadilan negeri ini diberi luang waktu 14 hari untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Keputusan Mahkamah Agung wajib dikeluarkan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan kasasi.
Cara mengajukan gugatan atas pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha menurut Pasal 46 ayat (1) UUPK dapat dilakukan oleh:
a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya.
b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. Pemerintah dan/atau instansi terkait.
Agar UUPK ini dapat dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik, maka terdapat sanksi-sanksi yang dapat dikenakan pelaku usaha yang melanggar ketentuan ini. Sanksi-sanksi tersebut diatur dalam Bab XIII UUPK dimulai dari Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari:
a) Sanksi administratif, diatur dalam Pasal 60. BPSK dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
b) Sanksi pidana pokok, yaitu diatur dalam Pasal 62. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap:
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e dan Pasal 18 dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d, huruf f dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).
c) Sanksi pidana tambahan yang diatur dalam Pasal 63. Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1) Perampasan barang tertentu.
2) Pengumuman keputusan hakim.
3) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen.
4) Kewajiban penarikan barang dari peredaran.
5) Pencabutan izin usaha.
Berdasarkan Pasal 31 UUPK dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen maka dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Dalam rangka untuk melindungi konsumen Badan Perlindungan Konsumen Nasional melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
3. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu analisis bahwa dengan adanya UUPK ini maka sedikit banyak konsumen dapat terlindungi haknya. Disebutkan dalam Bab IV UUPK merupakan salah satu upaya dari undang-undang ini untuk menjangkau perlindungan tersebut. Dengan adanya aturan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk mengiklankan produknya. Dengan adanya aturan ini maka jelas diketahui pelaku usaha mana yang mengiklankan produknya secara tidak benar atau menyesatkan. Lebih lanjut dalam Pasal 20 UUPK dijelaskan tentang tanggung jawab pelaku usaha periklanan keberadaan pasal ini untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha periklanan yang curang. Karena dalam pasal tersebut adalah usaha undang-undang ini untuk menjerat pelaku usaha periklanan tersebut.
UNSUR – UNSUR DALAM IKLAN
Adapun unsur – unsur penting dalam periklanan yaitu :
a. Attention ( perhatian )
Iklan yang baik harus dapat menarik perhatian masyarakat umum.
b. Interest ( minat )
Setelah mendapat perhatian, maka harus ditingkatkan menjadi minat sehingga timbul rasa ingin tahu secara rinci dalam diri konsumen.
c. Desire ( keinginan )
Suatu cara utuk menggerakkan keinginan suatu konsumen.
d. Conviction ( rasa percaya )
Untuk mendapatkan rasa percaya dalam diri konsumen, maka sebuah iklan harus ditunjang berbagai kegiatan peragaan seperti pembuktian atau sebuah kata-kata.
e. Action ( tindakan )
Tindakan merupakan tujuan akhir dari produsen untuk menarik konsumen agar membeli atau menggunakan produk dan jasanya.
PENGATURAN IKLAN DI INDONESIA
Pengaturan mengenai iklan di Indonesia diatur dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Surat Edaran No. 24/PIH/KOMINFO/2013 tentang Penertiban Iklan Telekomunikasi. Di Indonesia sendiri, pengontrolan terhadap dunia periklanan dilakukan oleh beberapa lembaga, salah satunya bernama Komisi Periklanan Indonesia. Lembaga yang berdiri pada tahun 1981 ini beranggotakan delapan komponen dalam industry periklanan , yaitu Penyantun Iklan Indonesia ( ASPINDO ), Asosiasi Televisi Siaran Indonesia ( ATVSI ) , Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia( GPBSI ), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia ( PPPI ), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia ( PRSSNI ), Perserikatan Penerbit Surat Kabar Indoneisa ( PPSKI ) dan Yayasan Televisi Republik Indonesia ( Yayasan TVRI ). Dalam tiga kali konvensinya, yaitu pada tahun 1981, 1996, dan 2009, KPI terus membahas Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Selain itu, pengontrolan terhadap iklan khususnya untuk produk obat dan makanan diawasi secara langsung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ). Bahkan BPOM bisa mencabut ijin edar obat jika dipromosikan dengan iklan yang melanggar aturan. Misalnya saja bentuk penyimpangan yang sering dilakukan oleh para produsen obat adalah mengubah skrip yang sebelumnya telah diajukan kepada BPOM, tidak melaporkan iklan yang akan ditayangkan, atau menayangkan iklan produk yang belum mengantongi ijin edar. Bagi pelanggar ini pun ada sanksinya yang dilakukan berdasarkan Undang – Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan , Undang – Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 pelaku pelanggaran promosi obat keras kepada masyarakat umum diancam dengan pidana denda 10 juta rupiah. Ada juga sanksi administrative berupa pembatalan nomor ijin edar atau penghentian iklan sementara sampai ada perbaikan yang disetujui oleh BPOM.
KESIMPULAN
Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan – perusahaan bisnis dan individu yang teridentifikasi dalam pesan periklanan dengan maksud memberi informasi atau mempengaruhi masyarakat yang bentuknya dapat berupa tulisan, gambar, film ataupun gabungan dari keseluruhan unsur tersebut. Unsur – unsur tersebut yaitu unsur attention ( perhatian ), interest ( minat ), desire ( keinginan ), conviction ( rasa percaya ) dan action ( tindakan ). Adapun jenis iklan dilihat dari tujuannya yaitu iklan informatif, iklan persuasif dan iklan reminder. Prngaturan mengenai iklan di Indonesia dapat dilihat dalam Undang - Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Surat Edaran No. 24/PIH/KOMINFO/2013 tentang Penertiban Iklan Telekomunikasi.. Selain itu, di Indonesia ada badan pengontrol terhadap dunia periklanan yang dilakukan oleh beberapa lembaga, salah satunya bernama Komisi Periklanan Indonesia. Lembaga yang berdiri pada tahun 1981 ini beranggotakan delapan komponen dalam industry periklanan , yaitu Penyantun Iklan Indonesia ( ASPINDO ), Asosiasi Televisi Siaran Indonesia ( ATVSI ) , Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia( GPBSI ), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia ( PPPI ), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia ( PRSSNI ), Perserikatan Penerbit Surat Kabar Indoneisa ( PPSKI ) dan Yayasan Televisi Republik Indonesia ( Yayasan TVRI ).
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan penulis yaitu hendaknya dalam pembuatan iklan , para produsen hendaknya lebih arif dan bijak dalam pembuatan iklan agar maksud maupun pesan yang ingin disampaikan produsen tepat sasaran dan dapat dimengerti oleh konsumen. Selain itu masyarkat juga harus lebih teliti dalam menangkap maksud dari produk yang di iklankan tersebut agar masyarakat terhindar dari tipuan yang dibuat oleh produsen nakal.