Tata
Cara Pengangkatan Anak
Dalam
hukum adat tata cara pengangkatan anak dapat dilakukan dengan cara[1] :
1)
Tunai/ kontan artinya bahwa anak angkat itu dilepaskan dari lingkungannya
semula dan dimasukkan kedalam keluarga yang mengadopsinya dengan suatu
pembayaran benda-benda magis, uang , pakaian.
2)
Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara adat dengan
bantuan Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat kedalam tata hukum
masyarakat.
B. Bastian Tafal, mengemukakan ketentuan
tentang cara mengangkat anak pada umumnya kebiasaan yang dilakukan ialah adanya
persetujuan kedua belah pihak antara orang tua kandung dengan dengan orang tua
yang akan mengangkat anak. Dengan adanya persetujuan itu mereka pergi ke Balai
Desa untuk memberitahukan maksudnya. Kepala Desa membuatkan surat pernyataan penyerahan
anak yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (yang tidak dapat membubuhkan
tanda tangan cukup dengan membubuhkan cap jempol). Surat pernyataan itu turut
ditandatangani oleh para saksi dan diketahui oleh Kepala Desa dan Camat.
Dihadapan Kepala desa dan stafnya terjadi serah terima anak dari orang tua
kandung kepada orang tua angkat. Setelah serah terima itu diadakan selamatan
(Jawa: kenduren: Temenggung: brokohan) dengan mengundang tetangga-tetangga yang
terdekat dari orang tua angkat. Selamatan diadakan di rumah orang tua angkat
dengan dibacakan doa selamatan terlebih dahulu atas pengangkatan anak tersebut.
Syarat-syarat berupa pembayaran atau pemberian tidak ada pada pengangkatan
anak. Hanya saja di daerah Kendal ada ketentuan tambahan, yaitu orang tua
angkat haruslah cukup mampu untuk menghidupi anak angkat tersebut, supaya tidak
diterlantarkan. Bila yang mengangkat anak itu adalah suami istri, maka haruslah
ada persetujuan antara suami istri untuk mengangkat anak bersama-sama. Dengan
terjadinya pengangkatan anak maka terjalinlah hubungan antara orang tua angkat
dengan anak angkat seperti hubungan orang tua kandung dengan anak kandung.
Orang tua angkat memelihara dan mendidik anak angkat dengan kasih sayang
seperti anak kandung sendiri dan si anak mentaati dan menghormati orang tua
angkatnya seperti orang tua kandungnya sendiri.
Terhadap tata cara pengangkatan anak
menurut hukum adat, Mahkamah Agung dalam putusannya No.53 K/Pdt/1995, tanggal
18 Maret 1996 berpendapat bahwa,
“dalam menentukan sah dan tidaknya status
hukum seorang anak angkat bukan semata-mata karena tidak memiliki ketetapan
dari Pengadilan Negeri, dimana SEMA RI NO.2 tahun 1979 jo SEMA RI No.6 Tahun
1983 jo SEMA R No.4 tahun 1989 merupakan petunjuk teknis dari Mahkamah Agung
kepada par hakim Pengadilan untuk kepentingan penyidangan permohonan anak
angkat yang bersifat voluntair dan khusus hanya untuk penetapan anak angkat
saja.”