Jika semua peserta atau negara dapat menyetujui seluruh isi
atau pasal-pasal dalam suatu perjanjian maka berarti seluruh negara peserta
terikat oleh seluruh isi ketentuan dalam perjanjian itu. Bagaimanakah halnya
jika suatu negara yang secara umum berniat untuk mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian namun ia tidak setuju dengan isi beberapa ketentuan dalam perjanjian
itu? Apakah otomatis berarti negara itu tidak boleh menjadi negara pihak (state party) dalam perjanjian yang
bersangkutan?
Sebagaimana telah disinggung pada uraian
sebelumnya bahwa suatu negara dapat menjadi peserta atau menyatakan terikat
dalam suatu perjanjian tanpa harus terikat kepada seluruh ketentuan dalam
perjanjian itu, yaitu dengan cara mengajukan pensyaratan atau reservasi (reservation). Keadaan ini kerap terjadi
dalam perjanjian-perjanjian multilateral materinya sangat kompleks dan mencakup
aspek yang sangat luas.
Dalam
perjanjian-perjanjian yang demikian tidak mudah untuk mencapai kesepakatan bulat
yang mencakup seluruh isi perjanjian. Tidak jarang satu atau lebih negara
menolak untuk menerima atau terikat pada salah satu pasal atau beberapa pasal
dari perjanjian itu – mungkin karena dianggap tidak sesuai dengan
kepentingannya. Alasan penolakan
tersebut bahkan bisa bersiat fundamental, misalnya karena ketentuan dalam
undang-undang dasar atau konstitusi negara yang bersangkutan tidak
membenarkannya.
Jika banyak
negara menyatakan penolakan seperti itu maka perjanjian pun terancam gagal
memperoleh kata sepakat, sehingga gagal pula maksud untuk menjadikan ketentuan
dalam perjanjian itu sebagai hukum internasional positif. Ini tentu akan
menghambat pertumbuhan hukum internasional, khususnya yang bersumber dari
perjanjian. Akibatnya lebih jauh, negara-negara pun akan skeptis untuk terlibat
lagi dalam berbagai pembahasan perjanjian multilateral karena dibayang-bayangi
oleh ancaman kegagalan mencapai kata sepakat padahal usaha telah dilakukan
dengan susah payah, yang dapat memakan waktu berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun.
Dari sisi
lain, negara-negara itu sesungguhnya menyadari pentingnya perjanjian
internasional dalam mengatur kebutuhan dan pergaulan mereka sebagai anggota
masyarakat internasional. Sehingga, jika dipaksakan agar seluruh isi perjanjian
mendapatkan persetujuan secara bulat, perjanjian pun terancam gagal diwujudkan.
Padahal, negara-negara yang menolak satu atau beberapa pasal dari perjanjian
itu sesungguhnya sama sekali tidak keberatan terhadap isi perjanjian atau
pasal-pasal perjanjian lainnya.
Menghadapi
keadaan yang tidak menguntungkan demikian maka dalam praktik pembuatan
perjanjian internasional berkembanglah apa yang dinamakan praktik pensyaratan
atau reservasi. Maksudnya, negara-negara yang menyatakan persetujuannya untuk
terikat pada suatu perjanjian diperbolehkan untuk menyatakan persetujuannya itu
dengan mengajukan pensyaratan atau reservasi, yaitu pernyataan sepihak yang
diajukan oleh suatu negara pada saat menyatakan persetujuannya untuk terikat
dalam suatu perjanjian internasional bahwa negara itu setuju untuk terikat
dalam perjanjian internasional itu namun tidak bersedia terikat pada
pasal-pasal tertentu, atau negara yang bersangkutan memberi pengertian lain
atas isi dari pasal-pasal tertentu tadi.
Dengan
melihat pengertian pensyaratan atau reservasi sebagaimana diuraikan di atas dan
kaitannya dengan perjanjian internasional, ada beberapa hal yang penting yang
harus diperhatikan dalam pensyaratan atau reservasi itu:
(1) Bahwa pensyaratan harus diajukan bersamaan dengan atau pada
saat menyatakan persetujuan untuk terikat pada suatu perjanjian internasional;
(2) Bahwa pensyaratan mengandung dua makna, yaitu pertama, ada
yang berupa penolakan penuh atas isi atau pasal atau sejumlah pasal tertentu
dari suatu perjanjian internasional; kedua, ada pula yang berupa pemberian arti
atau penafsiran lain atau tersendiri atas isi suatu pasal atau sejumlah pasal
tertentu dalam suatu perjanjian internasional;
(3) Ada dua macam pensyaratan atau reservasi, yaitu pertama,
pensyaratan dengan sistem suara bulat (unanimity
system) dan pensyaratan menurut doktrin atau sistem Pan Amerika (Pan American system).
(4) Pensyaratan itu tunduk pada beberapa pembatasan atau
larangan.
Tentang hal
(1) : pensyaratan harus diajukan
bersamaan dengan atau pada saat suatu negara menyatakan persetujuannya untuk
terikat pada suatu perjanjian internasional. Maksud dari ketentuan ini
adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi semua pihak. Sebab, pada waktu
menyatakan persetujuan untuk terikat itulah dapat diketahui bagaimana sikap
suatu negara terhadap suatu perjanjian, apakah negara itu menerima seluruh
isinya atau tidak. Kecuali itu, mudah dipahami bahwa oleh karena pensyaratan
merupakan tambahan saja dari pernyataan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian
maka tidaklah mungkin pensyaratan itu diajukan sebelum negara itu menyatakan
persetujuannya untuk terikat dalam suatu perjanjian.
Sebaliknya,
jika pensyaratan diajukan setelah setelah persetujuan negara itu untuk terikat
dalam suatu perjanjian, hal itu akan berpengaruh terhadap negara-negara peserta
lainnya maupun terhadap pelaksanaan perjanjian itu. Karena, dengan tindakan
demikian, sama saja artinya dengan perubahan sikap negara itu terhadap
perjanjian (yang sebelumnya ia telah setuju untuk terikat). Yang lebih krusial
adalah jika ternyata pasal atau pasal-pasal yang terhadapnya diajukan
pensyaratan itu telah menimbulkan akibat hukum bagi para pihak, termasuk negara
yang mengajukan pensyaratan tadi. Ini bukan hanya tidak adil tetapi bukan tidak
mungkin justru dapat melahirkan sengketa yang tidak mudah untuk diselesaikan.
Tentang hal
(2) : pensyaratan mengandung dua makna
yaitu pertama, berupa penolakan penuh atas isi atau pasal atau sejumlah pasal
tertentu dari suatu perjanjian internasional dan kedua, berupa pemberian arti atau
penafsiran lain atau tersendiri atas isi suatu pasal atau sejumlah pasal
tertentu dalam suatu perjanjian internasional. Dalam hal yang pertama,
negara yang mengajukan reservasi itu menolak seluruh isi pasal atau pasal-pasal
yang terhadapnya diajukan reservasi.
Artinya, negara yang bersangkutan sama sekali tidak terikat oleh
ketentuan pasal atau pasal-pasal perjanjian tersebut. Sedangkan dalam hal yang
kedua, secara formal negara yang mengajukan reservasi tetap terikat oleh
ketentuan dalam pasal atau pasal-pasal yang direservasi itu menurut penafsiran
negara itu sendiri. Penting dikemukakan di sini bahwa dalam pengertian mana pun
reservasi itu dilakukan, akibatnya adalah bahwa perjanjian tersebut menjadi
tidak utuh lagi berlakunya.
Tentang hal
(3) : ada dua macam atau sistem
reservasi, sistem persetujuan bulat dan sistem Pan Amerika. Dalam
pengertian mana pun reservasi itu dilakukan, yang menjadi pertanyaan adalah
haruskah reservasi yang diajukan oleh suatu negara itu memperoleh persetujuan
dari seluruh peserta? Bagaimanakah halnya jika persyaratan itu ditolak oleh
sebagian peserta dan hanya diterima oleh sebagian peserta lainnya?
Inilah yang
kemudian melahirkan dua sistem ratifikasi. Pertama sistem suara bulat (unanimity system) dan sistem Pan Amerika
(Pan American system). Dalam sistem
suara bulat, reservasi yang diajukan oleh suatu negara, untuk dapat berlaku dan
mengikat, harus mendapatkan persetujuan semua negara peserta lainnya. Artinya,
jika ada satu negara saja yang menolaknya, meskipun negara peserta lainnya
menyetujui, maka reservasi tersebut tidak berlaku. Akibatnya, kemungkian besar
negara yang mengajukan reservasi tersebut akan mengundurkan diri dari
perjanjian. Hal ini dapat menghambat pembentukan perjanjian internasional sebab
sangat tidak mudah untuk mendapatkan persetujuan bulat dari semua negara
peserta suatu perjanjian. Dengan kata lain, perjanjian yang sudah dirumuskan
dengan susah payah akhirnya gagal menjadi hukum internasional positif.
Karena
alasan itulah lahir sistem yang kedua, yaitu sistem Pan Amerika (Pan American system). Menurut sistem
ini, suatu reservasi yang diajukan oleh suatu negara, untuk dapat dinyatakan
berlaku atau mengikat, tidak perlu harus mendapatkan persetujuan seluruh negara
peserta. Reservasi itu sudah cukup dinyatakan berlaku sepanjang ada negara
peserta lain yang menyetujuinya. Akibatnya, reservasi itu hanya berlaku antara
negara mengajukan dan negara yang menyetujui reservasi tersebut. Sedangkan
antara negara yang mengajukan dan negara-negara peserta lain yang menolaknya,
reservasi itu tidak berlaku atau tidak mengikat.
Keuntungan
dari sistem Pan Amerika ini adalah bahwa akan lebih banyak negara yang dapat
ikut sebagai pihak dalam suatu perjanjian karena tidak perlu dihantui oleh
penolakan negara-negara lainnya selain bahwa kepentingan negara itu sendiri
tetap dihormati. Sebab, mereka masih dapat ikut serta dalam suatu perjanjian
dengan mengesampingkan pasal atau pasal-pasal yang dipandang tidak sesuai
dengan kepentingan nasional negara itu. Namun, sisi negatif dari sistem ini
adalah bahwa perjanjian itu menjadi tidak utuh lagi.
Tentang hal
(4) : pensyaratan tunduk pada beberapa
pembatasan atau larangan. Meskipun dengan adanya sistem Pan Amerika dalam
reservasi, di satu pihak, kepentingan masing-masing negara peserta perjanjian
terjamin dan, di lain pihak, mendorong makin banyak lahir perjanjian
internasional, hal itu bukanlah berarti bahwa reservasi dapat dilakukan
terhadap setiap perjanjian dan tanpa pembatasan. Reservasi tidak dibenarkan,
jika:
(a) Perjanjian itu melarang dilakukannya reservasi terhadap
pasal-pasal tertentu. Larangan itu secara tegas dicantumkan dalam salah satu
pasal dari perjanjian tersebut. Dengan demikian, berarti reservasi hanya dapat
dilakukan terhadap pasal-pasal yang tidak secara tegas dinyatakan tidak
dilarang untuk dilakukan reservasi;
(b) Perjanjian itu melarang pensyaratan terhadap seluruh isi atau
materi perjanjian. Larangan ini pun dicantumkan secara tegas dalam salah satu
pasal perjanjian itu;
(c) Reservasi itu bertentangan dengan maksud dan tujuan dari
dibuatnya perjanjian itu. Dalam hal ini, tidak terdapat ketentuan atau pasal
dalam perjanjian itu yang secara tegas melarang dilakukannya reservasi, namun
dengan melihat isi reservasi yang diajukan oleh suatu negara peserta, jika
dihubungkan dengan maksud dan tujuan dibuatnya perjanjian itu, ternyata
reservasi tersebut terbukti bertentangan.
Berdasarkan
seluruh uraian di atas tampaklah bahwa pensyaratan atau reservasi, baik dengan
sistem suara bulat maupun dengan sistem Pan Amerika, tidaklah dapat berlaku
terhadap setiap perjanjian internasional.