Klasifikasi Perjanjian Internasional. - Feel in Bali

Thursday, March 21, 2013

Klasifikasi Perjanjian Internasional.

Beberapa tinjauan Klasifikasi perjanjian Internsional didasarkan pada :
1.      Subyek (pihak-Pihak) yang mengadakan perjanjian
2.      Jumlah Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
3.      Corak/bentuk dari pada perjanjian
4.      Proses / tahap-tahap pembentukan perjanjian
5.      Sifat pelaksanaan perjanjian itu sendiri dan
6.      Fungsinya dalam pembentukan hukum.
 
 


1. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
a). Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal ini dapat dimaklumi karena negara merupakan subyek hukum internasional yang paling utama dan saling klasik.
b). Perjanjian antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya seperti negara dengan organisasi internasional atau dengan vatikan.
c). Perjanjian antara subyek hukum internasional selain negara satu sama lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam ACP (African, Carriban and Pacific) dengan MEE.   
2. Klasifikasi perjanjian dilihat dari para pihak yang membuatnya.
Penggolongan perjanjian ini dibedakan dalam dua macam yaitu :
a). Perjanjian bilateral, suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pihak (negara) saja dan mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya perjanjian mengenai batas negara.
b). Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara) yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang diaturnya pun lajimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada perjanjian “law making treaties” atau perjanjian yang membentuk hukum.
3. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya
a). Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian disebut “High Contracting State (pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang mewakili negara dapat diwakilkan kepadaMENLU, atau Duta Besar dan dapat juga pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers).
b). Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form). Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian ini tetap disebut “contracting State” walaupun perjanjian itu dinamakan perjanjian “inter-governmental”.
c). Perjanjian antar negara (inter-state form), pejabat yang mewakilinya dapat ditunjuk MENLU, Duta Besar dan wakil berkuasa penuh (full Powers)
 
4. Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya.
Perjanjian ini dibedakan atas dua golongan
1). Perjanjian yang diadakan melalui tiga tahap pembentukannya, yaitu perundingan, penandatangan dan ratifikasi dan biasanya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Menurut Pak Mochtar perjanjian ini termasuk dalam istilah “perjanjian internasional atau traktat”.
2). Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatangan, diadakan untuk hal-hal yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Untuk golongan ini dinamakan “persetujuan atau agreement”.
5. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksananya.
Penggolongan ini dapat dibedakan atas dua macam
1). Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh perjanjian tapal batas.
2). Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian itu. Contoh perjanjian perdagangan.
6. Klasifikasi dari segi struktur.
Penggolongan dari segi struktur dibedakan atas :
1). Law making treaties.
Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian, dengan kata lain tidak ikut dalam Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan korban perang.
2). Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak).
Dengan treaty contracts dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian-perjanjian. “Legal effect” dari treaty contract ini hanya menyangkut pihak-pihak yang mengadakannya, dan tertutup bagi pihak ketiga. Oleh karena itu “treaty contract” tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang