Sebelum
menyelanggrakan pengangkutan terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan
antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian pengangkutan itu
adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan penumpang dan atau barang dari
satu tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang
mengikatkan diri untuk membayar pengankutan. Perjanjian pengangkutan selalu
diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa
perjanjian sudah terjadi dan mengikat.
Undang-undang pengangkutan menentukan
bahwa pengangkutan baru diselenggarakan setelah biaya pengangkutan dibayar
terlebih dahulu, akan tetapi di samping ketentuan Undang-Undang Pengangkutan,
juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya pengangkutan
kemudian. Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam
arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa dan menurunkan atau membongkar
kecuali apabila dalam perjanjian ditentukan lain. Pengangkutan dalam arti luas
ini erat hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut apabila terjadi peristiwa
yang menimbukan kerugian, artinya tanggung jawab pengangkut mulai berjalan
sejak penumpang diturunkan dari alat pengangkut atau barang dimuat ke dalam
alat pengangkut sampai penumpang diturunkan dari alat pengangkut atau barang
dibongkar dari alat pengangkut atau diserahkan kepada penerimanya. Tanggung
jawab dapat diketahui dari kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian pengangkutan atau
Undang-Undang Pengangkutan. Yang mana kewajiban utama pengangkut adalah
menyelenggarakan pengangkutan. Kewajiban utama mengangkut sejak penumpang atau
pengirim barang melunasi biaya pengangkutan.
Kedudukan penerima ini kemungkinan
dapat sipengirim sendiri (berkedudukan sebagai penerima) tetapi dapat pula
orang lain yang ditunjuk sebagai penerima dalam perjanjiann (berkedudukan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan), yang ini adalah sifat hukumnya
seperti yang diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata yaitu :
“
lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna
kepentingan seseorang pihak ketiga apabila suatu penetapan janji, yang dibuat
oleh seseorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya
kepada orang lain, menurut suatu janji seperti itu.”
Ayat
(2)
“
Siapa yang telah memperjanjikan seperti itu, tidak boleh menarik kembali,
apabila pihak ketiga telah menyatakan kehendak mempergunakannya”. (nah ini adalah merupakan
janji khusus).
Pihak
ketiga yang berkepentingan ini mempunyai hak dan kewajiban sebagai akibat dari
kedudukan hukumnya, diantaranya adalah hak untuk memanfatkan janji khusus dalam perjanjian
pengangkutan tersebut yaitu
untuk menerima barang.
Hak untuk menerima oleh sipenerima
diperoleh sejak penerima menyatakan kehendaknya yang dituangkan dalam
perjanjian antara pengangkut dan pengirim (pasal 1317 ayat (2) KUHPerdata).
Demikan pula, sejak ini pula penerima tidak dapat mengubah tujuan penerimaan
barang, kecuali dengan persetujuan sebelumnya dari pengirim dan pengangkut
(pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata). Sejak penerima mendapatkan haknya untuk
menerima barang, secara otomatis menjadi pihak ketiga yang berkepentingan dalam
hukum pengangkutan, dan berkewajiban membayar uang pengangkutan, kecuali
diperjanjikan lain (janji khusus),
bahwa tanggung jawab pengiriman menjadi tanggung jawab penerima.
Pasal
491 KUHD merumuskan :
“
Setelah barang angkutan diserahkan ditempat tujuan, maka sipenerima wajib
membayar uang angkutan dan semua yang wajib dibayar menurut dokumen-dokumen,
atas dasar mana barang tersebut diterimakan kepadanya”
Jadi
dalam perjanjian pengangkutan pada umunya pengirim yang membayar biaya
pengangkutan, namun apabila pengirim telah melimpahkan tanggung jawabnya kepada
penerima, penerima lah yang memembayar biaya pengiriman. Namun kaitannya dalam
hal ini apabila pengirim sudah terlebih dahulu membayar
biaya pengangkutan, akan tetapi apabila
penerima menerima
barang yang tidak sesuai dengan barang yang diharapkan, pengirim yang harus
membayar ganti rugi. Penerima tidak diperbolehkan
membayar biaya pengangkutan sekalipun
barang yang diterimanya tersebut tidak sesuai ataupun rusak, karena
apabila barang tersebut tidak sesuai itu bukan merupakan kesalahan dari
pengangkut itu sendiri. Hal tersebut biasa terjadi akibat kesalahan dari
pengirim. Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 491 KUHD yang telah
dijelaskan diatas bahwasannya penerima wajib membayar uang pengangkutan.