BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang melandasi pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan mendasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.Dalam perkembangannya, kesemua peraturan perundang-undangan tersebut di atas telah digantikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif sehingga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Mendasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk mengetahui secara mendalam mengenai dampak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, khususnya terhadap penanaman modal di Indonesia ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul ”PERKEMBANGAN PENGATURAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA DILIHAT DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimanakah pembaruan yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007?
1.2.2 Peranan investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan perekonomian Indonesia serta dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1.3.1 untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pembaruan yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 serta peran Peranan investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan perekonomian Indonesia serta dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Hal-hal baru yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Pengertian penanaman modal asing dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, modal asing tidak hanya diartikan direct investment tetapi juga meliputi pembelian saham (portofolio) Pasal 1 butir 10 jo. Pasal 5 ayat (3). Dengan demikian, pintu masuk PMA lebih diperluas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
2. Pihak investor. Lain halnya dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, yang membuka kesempatan bagi Negara, perseorangan, badan usaha, badan hukum yang semuanya berasal dari luar negeri dapat menanamkan modalnya di Indonesia (Pasal 1 butir 6).
3. Perlakuan terhadap investor. Perlakuan yang sama diberikan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dalam Bab V. PMA diperlakukan sama dengan PMDN. Di samping itu, PMA dari negara mana pun, pada prinsipnya diperlakukan sama, kecuali dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
4. Pelayanan satu pintu. Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan pelayanan satu pintu kepada PMA dan Terdapat kepastian hukum dalam kemudahan pelayanan melalui satu pintu.
5. Perizinan dan kemudahan masuknya tenaga kerja asin, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 karena tenaga kerja asing lebih mudah masuk ke Indonesia. Memang, tenaga kerja warga Negara Indonesia harus tetap diutamakan, namun, investor tetap memiliki hak menggunakan tenaga ahli WNA untuk jabatan dan keahlian tertentu (Pasal 10).
6. Pajak Undang-Undang, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak hanya fasilitas pajak saja namun diberikan fasilitas fiscal, lebih luas cakupannya mengingat pajak hanyalah salah satu bagian dari fiscal. Sehingga, pemberian fasilitas kepada investor asing lebih besar karena tidak hanya pemberian fasilitas pajak namun lebih dari itu yaitu berupa fiscal. Hal ini lebih menguntungkan investor asing.
7. Negative list, Kelonggaran dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 karena tidak dicantumkan jenis usaha yang masuk dalam negative list (Pasal 11). Negative list tersebut diatur kemudian dalam peraturan perundang-undangan. Ini berarti, jenis usaha yang dapat diberikan kepada investor asing lebih fleksibel dan lebih terbuka.
8. Peranan daerah. Kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga terbuka lebih lebar. Pasalnya, dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Pemerintah daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal, berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Uraian di atas menggambarkan citra baru penanaman modal asing di Indonesia melalui pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang diharapkan dapat meningkatkan investasi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 nampak lebih terbuka baik dari cara penanaman modal asing masuk, subyek investor asing yang semakin beragam maupun bidang usaha yang dapat diusahakan penanaman modal asing, serta peranan daerah dalam mengundang penanaman modal asing secara langsung.
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga meningkatkan kepastian hukum terutama dalam pelayanan dan pemberian perijinan.
B. Peranan investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan perekonomian Indonesia serta dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia
FDI bermula saat sebuah perusahaan dari satu Negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di Negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di Negara asal (home country) bisa mengendalikan perusahaan yang ada di Negara tujuan Investasi (host country) baik sebagian atau seluruhnya.
Indonesia telah ditetapkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) dikeluarkan untuk menarik investasi asing guna membangun ekonomi nasional, yang memiliki wewenang dalam hal ini adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi langsung luar Negeri. FDI kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis. Perubahan yang sangat besar telah terjadi baik dari segi ukuran, cakupan, dan metode FDI dalam dekade terakhir. Perubahan-perubahan ini terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di berbagai industri. Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang makin murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan jauh lebih mudah. Investor asing merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi karena mampu memberikan kontribusi pada ukuran-ukuran ekonomi nasional seperti produk Domestik Bruto (PDB/GDP), Gross Fixed Capital Formation (GFCF, total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo pembayaran. Mereka juga berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara tuan rumah atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu-FDI menjadi sumber tumbuhnya teknologi, proses, produk, produk sistem organisasi, dan keterampilan manajemen yang baru.
Hal ini pula yang dialami Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto, para investor asing datang berbondong-bondong ke Indonesia untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Di bidang pertambangan, kehutanan, perkebunan, dan juga tekstil serta manufaktur dari Negara-negara Barat, dan juga Jepang terus mengalir. Pada periode ini merupakan masa pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan PDB riil rata-rata tiap tahun sebesar 7,7 persen, hal ini dapat terlaksana karena adanya bantuan dari para investor asing yang sedemikian percaya untuk menanamkan modal di Indonesia. Kendati pada akhirnya para FDI mengetahui bahwa pelaksanaan kebijakan pembangunan ekonomi sarat akan KKN, namun mereka sepertinya menutup mata.
Undang-Undang Penanaman Modal Pertama (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) yang dikeluarkan oleh orde baru di bawah pemerintahan Soeharto sebenarnya mengatakan dengan jelas bahwa beberapa jenis bidang usaha sepenuhnya tertutup bagi perusahaan asing. Pelabuhan, pembangkitan, dan transmisi listrik, telekomunikasi, pendidikan, penerbangan, air minum, KA, tenaga nuklir, dan media massa dikategorikan sebagai bidang usaha yang bernilai stragtegis bagi negara dan kehidupan sehari-hari rakyat banyak, yang seharusnya tidak boleh dipengaruhi pihak asing (Pasal 6 ayat 1). Setahun kemudian, Undang-Undang penanaman Modal Dalam negeri (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968) menyatakan: “Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional” (Pasal 3 ayat 1). Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan. Namun kemudian, Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin investor asing bisa memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang “... pelabuhan; produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi; penerbangan, pelayaran, KA; air minum, pembangkit tenaga nuklir; dan media massa “ (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1).
Investor asing merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang kemudian mampu menstabilkan kembali perekonomian Indonesia, serta mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan-kemudahan yang condong berlebihan kepada investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Secara gamblang memang terkesan adanya upaya untuk menarik minat investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia, dengan segala cara, namun tanpa disadari kondisi tersebut akan menjadikan bangsa Indonesia bagaikan dalam penjajahan yang kedua.
Disadari atau tidak, dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada penanam modal asing sebagaimana telah diuraikan, akan menjadikan bangsa Indonesia semakin kalah bersaing di negerinya sendiri. Bangsa Indonesia akan menjadi pembantu di rumahnya sendiri.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi, logikanya dengan pembatasan-pembatasan yang ada pada Undang-Undang PMA lama saja bangsa Indonesia sudah sangat ketat dalam bersaing apalagi dengan diberikannya fasilitas-fasilitas “empuk”. Banyak dijumpai kasus-kasus yang menunjukkan sangat dominannya pengaruh asing dalam bisnis di Indonesia, hal ini tentunya akan menjadi lebih parah lagi apabila Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007tetapdiberlakukan.
Sebenarnya, strategi untuk menarik investasi masuk ke Indonesia tidak perlu mengobral semurah-murahnya kekayaan alam. Apabila mencermati yang terjadi dalam praktek, kurangnya minat investastor asing untuk menanamkan modal Indonesia lebih condong disebabkan karena faktor-faktor birokrasi yang njelimet, belum lagi adanya aparat pemerintah yang mata duitan, misalnya birokrasi perizinan baik ijin lokasi, IMB, amdal, ijin lingkungan, domisili, dan lain sebagainya, banyak dijumpai adanya birokrasi yang berbelit-belit dan aparat yang seakan-akan minta jatah.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, akan memperparah keadaan, memang diakui penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tersebut dalam waktu sekejap akan banyak mengundang investor, namun dalam jangka panjangnya para investor tersebut akan menguasai obyek-obyek vital perekonomian Indonesia sedangkan bangsa Indonesia tidak hanya sekedar menjadi pembantu di rumahnya sendiri tetapi akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri.
Demikianlah dampak-dampak dari adanya kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada penanam modal asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pembaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Nampak lebih terbuka baik dari cara penanaman modal asing masuk, subjek investor asing yang semakin beragam maupun bidang usaha yang dapat diusahakan penanaman modal asing secara langsung dan meningkatkan kepastian hukum terutama dalam pelayanan dan pemberian perijinan.
Investor asing merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang kemudian mampu menstabilkan kembali perekonomian Indonesia, serta mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya dalam kurun waktu yang relatif singkat. Namun dampak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, akan memperparah keadaan, memang diakui penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tersebut dalam waktu sekejap akan banyak mengundang investor, namun dalam jangka panjangnya para investor tersebut akan menguasai obyek-obyek vital perekonomian Indonesia sedangkan bangsa Indonesia tidak hanya sekedar menjadi pembantu di rumahnya sendiri tetapi akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri.
3.2 saran saran
Agar undang undang no 25 tahun 2007 ini terus dikaji sehingga kedepannya nanti perkembangan ekonomi bangsa Indonesia dapat semakin berkembang.
Guna mengantisifasi dampak dari diterbitkannya undang undang no 25 tahun 2007, hendaknya pemerintah membantu percepatan pengembangan pengusaha local agar tidak menciptakan kesenjangan yang jauh dengan pengusaha asing yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Salim, H dan Budi Sutrisno.2012.Hukum Investasi di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.
Perundang-undang:
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri