Istilah perjanjian atau kontrak diatur dalam Buku III KUHPerdata mengenai perikatan yaitu dalam pasal 1313 yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.Selain itu ketentuan yang terkait dengan permasalahan diatas adalah pasal 1320 mengenai syarat sahnya perjanjian dan pasal 1338 mengenai asas kebebasan berkontrak. Bila dilihat dari isinya ketiga pasal tersebut dapat menjadi dasar terbentuknya berbagai macam dan bentuk perjanjian atau kontrak dalam berbagai bidang kehidupan
selama tidak melanggar peraturan yang berlaku.
Dalam hubungan antara lembaga pada saat ini dikenal bentuk-bentuk perjanjian kerjasama baik dalam bentuk kontrak ataupun dalam bentuk Memorandum of Understanding. Dari kedua bentuk perjanjian kerjasama tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Kontrak dapat diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus dan dapat dibuat dalam bentuk otentik ataupun di bawah tangan. Yang membedakannya adalah kekuatan pembuktian jika terjadi sengketa di kemudian hari, dalam kontrak memuat hal-hal yang diperjanjikan secara terperinci dan jelas serta tegas termasuk memuat sanksi bagi para pihak jika melakukan wanprestasi baik sengaja ataupun tidak disengaja. Jangka waktu kontrak dapat ditentukan sendiri oleh para pihak sehinnga dapat
ditentukan secara tegas mengenai kapan waktu berakhirnya ataupun tidak. BPK selaku lembaga, sering memuat perjanjian dalam bentuk kontrak dengan pihak ketiga seperti perjajian pengadaan barang dan jasa serta perjanjian / kontrak jasa konstruksi. Hal ini tepat, karena perjanjian-perjanjian tersebut menyangkut hal-hal yang sifatnya materiil, sehingga jika dibuat dalam bentuk kontrak akan menjadi jelas pertanggungjawabannya.
Pada saat ini pihak-pihak yang melakukan kerja sama sering kali menuangkannya dalam bentuk MoU. MoU sendiri berarti dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. MoU biasanya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan , dimana isinya ringkas, bahkan sering kali satu halaman saja. Biasanya MoU bersifat pendahuluan saja yang kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian pokok yang mengatur secara rinci / teknis mengenai hal-hal yang diperjanjikan (akan tetapi hal tersebut bukan merupakan keharusan).
MoU mempunyai jangka waktu yang pasti dan dapat diperpanjang atas persetujuan kedua belah pihak, mengenai kekuatan mengikat dari Mou karena MoU hanya merupakan suatu ikatan moral saja, maka tidak ada pengikatan juridis di antara para pihak, sehingga tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak, akan tetapi para pihak dapat menindaklanjuti/melaksankan Mou dalam bentuk kontrak supaya mempunyai kekuatan hukum mengikat. Seperti telah disebutkan bahwa BPK sering kali membuat MoU dengan pihak lain khususnya dengan lembaga / instansi lainnya, hal ini dapat dibenarkan karena biasanya MoU tersebut isinya mengenai hal-hal yang sifatnya non materiil sehingga bila ada salah satu pihak yang melanggar atau melakukan wanprestasi tidak menimbulkan kerugian materiil bagi BPK.