Bahwa unsur - unsur perbuatan pidana
adalah berikut:
a. Kelakuan dan akibat ( perbuatan )
b. Hal lkhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d. Unsur melawan hukum yang subyektif
e. Unsur melawan hukum yang obyektif
Namun demikian dengan tidak adanya keseragaman pandangan dan
definisi yang kurang
lengkap menurut pandangan dualistic tentang uraian delik,
maka unsur - unsur suatu delik pada
umumnya sebagai berikut:
1. Perbuatan aktif atau pasif
2. Akibat ( hanya pada delik materil)
3. Melawan hukum formil dan materil
4. Keadaan menyusul atau keadaan tambahan
5. Keadaan yang secara obyektif yang memperbaiki pidana
6. Tidak adanya dasar pembenar dan dasar pemaaf
1.
Perbuatan aktif dan pasif
Suatu
perbuatan yang dikatakan perbuatan aktif dan pasif apabila perbuatan itu
dilakukan tanpa disadari walaupun dirangkum oleh suatu aturan hukum yang
tertulis maupun tidak tertulis belumlah merupakan straf baar hadling (
perbuatan pidana ) jika tidak dipandang suatu perbuatan tercela dan buruk
menurut manusia umumnya. Andi Zainal Abidin Farid (1989 : 155 ) berpendapat
sebagai berikut:
Jadi Suatu perbuatan aktif atau pasif barulah dikatakan perbuatan melawan hukum apabila
bertentangan dengan Undang - Undang
dan juga bertentangan dengan perasaan keadilan masyarakat dengan kata lain
bertentang dengan hukum yang tertulis dan tidak tertulis.
2. Akibat ( hanya pada delik materil)
2. Akibat ( hanya pada delik materil)
Yang
dinyatakan dengan akibat hanya pada delik materil adalah akibat tertentu di
dalam delik sehingga KUHP pidana sendiri tidak mudah memberikan kaidah atau
petunjuk tentang cara penentuan akibat pada pembuat delik. Andi Zainal Abidin
Farid (1989 : -186) menyatakan sebagai berikut:
Hanya menentukan dalam beberapa pasal, bahwa untuk delik -delik tersebut diperlukan adanya suatu akibat tertentu guna dapat menjatuhkan pidana terhadap pembuatnya.
3. Melawan Hukum Formil dan Materil
Hanya menentukan dalam beberapa pasal, bahwa untuk delik -delik tersebut diperlukan adanya suatu akibat tertentu guna dapat menjatuhkan pidana terhadap pembuatnya.
3. Melawan Hukum Formil dan Materil
yang
dimaksud dengan melawan hukum formal adalah merupakan unsur dari pada hukum
positif tertentu saja. Sehingga ia merupakan unsur tindak pidana dan materil
itu sendiri.
sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum materil adalah melawan hukum dalam arti luas di mana sebagai suatu unsur yang tidak hanya melawan hukum tertulis saja. Andi Hamza (1986:79) berpendapat sebagai berikut:
Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan melainkan juga berdasarkan azaz-azas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum.
Secara formil, maka teranglah bahwa perbuatan yang dilarang
oleh undang - undang atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang - undang, karena bertentangan apa yang dilarang oleh atau yang diperintahkan dalam undang - undang.
Menurut pendapat penuiis dari berbagai pendapat para Sarjana Flukum mengartikan bahwa melawan Hukum pada hakekatnya adalah sama dengan suatu perbuatan pidana yang ancam pidana oleh orang yang dapat mempertanggung jawabkan atas perbuatannya.
sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum materil adalah melawan hukum dalam arti luas di mana sebagai suatu unsur yang tidak hanya melawan hukum tertulis saja. Andi Hamza (1986:79) berpendapat sebagai berikut:
Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan melainkan juga berdasarkan azaz-azas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum.
Secara formil, maka teranglah bahwa perbuatan yang dilarang
oleh undang - undang atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang - undang, karena bertentangan apa yang dilarang oleh atau yang diperintahkan dalam undang - undang.
Menurut pendapat penuiis dari berbagai pendapat para Sarjana Flukum mengartikan bahwa melawan Hukum pada hakekatnya adalah sama dengan suatu perbuatan pidana yang ancam pidana oleh orang yang dapat mempertanggung jawabkan atas perbuatannya.
4. Keadaan yang Menyusul atau keadaan Tambahan
Di katakan keadaan menyusal apabila perbuatan itu merupakan pemufakatan jahat dan terlaksana adanya pelaporan pada yang berwajib.Terkadang dalam rumusan perbuatan pidana tertentu dijumpai adanya ikhwal tambahan yang tertentu pula.Misalnya dalam pasal 164,165 KUHP adalah kewajiban untuk melaporkan kepada pihak berwajib.Jika mengetahui terjadinya suatu kejahatan, kalau kejahatan betul -betul terjadi, maka kejahatan itu merupakan unsur tambahan.
5. Keadaan
yang secara objektif yang memperberat pidana
Pasal 351 (1) dan (2) Pasal 352 (1) dan (2), dan Pasal 354 (2) KUHP.Keadaan mana yang tidak di kehendaki tetapi terjadi secara otyektif akibat perbuatan delik.
Di katakan secara obyektif mempererat pidana adalah terletak pada keadaan obyektif pembuat delik.apabila penganiayaan biasa ini berakibat luka berat atau mati.tentang luka berat dapat dilihat pada pasal 90 KUHP.
Pasal 351 (1) dan (2) Pasal 352 (1) dan (2), dan Pasal 354 (2) KUHP.Keadaan mana yang tidak di kehendaki tetapi terjadi secara otyektif akibat perbuatan delik.
Di katakan secara obyektif mempererat pidana adalah terletak pada keadaan obyektif pembuat delik.apabila penganiayaan biasa ini berakibat luka berat atau mati.tentang luka berat dapat dilihat pada pasal 90 KUHP.
6. Tidak
adanya dasar pembenar dan dasar pemaaf
Andi Zainal Abidin Farid (1989 : 251 - 252 ) mengatakan sebagai berikut:
a. Alasan Pembenar, dimana sifat melawan hukum perbuatan hapus dan tidak terbukti, sehingga terdakwa harus dibebaskan oleh hakim
b. Alasan pemaaf yaitu perbuatan pidana sudah terbukti unsur - unsur semuanya, namun unsur kesalahan tidak ada pada pembuat dalam hal ini sebaiknya terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Moeljatno (1987: 137) mengatakan sebagai berikut:
Andi Zainal Abidin Farid (1989 : 251 - 252 ) mengatakan sebagai berikut:
a. Alasan Pembenar, dimana sifat melawan hukum perbuatan hapus dan tidak terbukti, sehingga terdakwa harus dibebaskan oleh hakim
b. Alasan pemaaf yaitu perbuatan pidana sudah terbukti unsur - unsur semuanya, namun unsur kesalahan tidak ada pada pembuat dalam hal ini sebaiknya terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Moeljatno (1987: 137) mengatakan sebagai berikut:
1. Alasan
pembenar yaitu alasan menghapus sifat melawan hukum perbuatan, sehingga apa
yang dilakukan oleh terdakwah lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.
2. Alasan
pemaaf yaitu alasan menghapuskan kesalahan terdakwa, perbuatan yang dilakukan
terdakwa tetap bersifat melawan hukum tapi ia tidak dapat dipidana karena tidak
ada kesalahan.
Sedangkan dalam pasal 44 KUHP menguraikan bahwa orang yang tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dalam 2 (dua) hal sebagai berikut:
Sedangkan dalam pasal 44 KUHP menguraikan bahwa orang yang tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dalam 2 (dua) hal sebagai berikut:
1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhan
2. Terganggu karena penyakit
Setelah penulis menjelaskan pengertian Delik secara umum sebagai mana yang telah dikemukakan oleh pakar hukum pidana,penulis akan menjelaskan juga pengertian pengeroyokan secara spesifik.
Istilah pengeroyokan berasal dari kata kerubut atau keroyok, yang artinya maju orang banyak, dengan demikian bila diartikan kata keroyok berarti melakukan kekerasan ditambah dengan kata pengeroyok, berarti melakukan kekerasan dengan mempergunakan tenaga.atau kekuatan jasmani sekuat - kuatnya secara tidak syah (R. Soesilo1988: 147).
Dalam Pasal 170 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana yang berbunyi:
(1). Barang siapa dimuka umum bersama sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.
(2). Tersalah hukum:
1. Dengan penjara selama - lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka
2. Dengan penjara selama - lamanya Sembilan tahun jika kekerasan itu menyebabkan luka berat.
3. Dengan penjara selama-lamanya dua betas tahun, jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang