’Matriks perbandingan undang –
undang tentang pemerintahan daerah mulai dari Undang – Undang No. 1 tahun 1945
sampai Undang – Undang no. 22 tahun 1999’
Ketentuan
|
Pengertian Pemerintahan Daerah
|
Sistem Rumah Tangga yang
diterapkan
|
UU No. 1 tahun 1945 tentang
Kedudukan Komite Nasional Daerah
|
Pemerintahan Daerah disebut
sebagai Komite Nasional Daerah, dibentuk sebagai pembantu pemerintah.
|
Ada tiga jenis daerah berotonom
yaitu karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi. Masih belum dapat dilihat
secara jelas sistem rumah tangga yang dianut.
|
UU No. 22 tahun 1948 tentang
Pemerintahan Daerah
|
Tidak disebutkan apa pengertian
pemerintahan daerah, hanya membagi pemerintahan daerah menjadi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintahan Daerah.
|
tidak dinyatakan secara jelas
mengenai sistem rumah tangga yang dianutnya.
Tapi dapat disimpulkan dari pasal
23 yang menyebutkan bahwa ’DPRD mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya’
maka UU ini menganut sistem atau ajaran materiil.
Sistem otonomi material, yakni
dengan mengatur bahwa pemerintah pusat menentukan kewajiban apasaja yang
diserahkan kepada daerah. Artinya setiap daerah otonom dirinci kewenangan
yang diserahkan, diluar itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Hanya saja sistem ini tidak dianut
secara konsekuen karena dalam UU tersebut ditemukan pula ketentuan dalam
pasal 28 ayat (4) yang berbunyi ”Peraturan Daerah tidak berlaku lagi jika hal
– hal yang diatur di dalamnya kemudian diatur dalam uu atau dalam peraturan
pemerintah atau dalam peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya”. Pasal
ini merupakan ciri sistem rumah tangga formil.
Pada akhirnya dapat dikatakan
bahwa UU ini menganut dua sistem rumah tangga yaitu formil dan materil, hanya
sifat sistem materil lebih menonjol.
|
UU No. 1 tahun 1957 tentang Pokok
– Pokok Pemerintahan Daerah
|
Tidak disebutkan pengertian
pemerintahan daerah, hanya disebutkan pengertian daerah yaitu daerah yang
berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintahan daerah, sama seperti uu
sebelumnya, masih terdiri dari DPRD dan DPD.
|
Secara tegas menyatakan menganut
sistem otonomi riil. Ketentuan yang mencirikan tentang sistem otonomi
terdapat pada pasal 31 ayat (1) dan (3).
|
Penetapan Presiden No. 6 tahun
1959 tentang Pemerintah Daerah
|
Tidak disebutkan pengertian Pemerintah
Daerah. Pasal 1 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam menjalankan tugasnya Kepala
Daerah dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harian.
|
Dalam penjelasan dengan jelas
disebutkan bahwa Penpres ini menganut paham desentralisasi teritorial.
|
Penetapan Presiden No. 5 tahun
1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan Sekretariat
Daerah
|
Tidak menyebutkan pengertian
pemerintahan daerah. Hanya menambahkan dua organ pemerintah daerah jadi ada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan Sekretariat Daerah.
|
Tidak disebutkan dengan jelas
sistem otonomi yang diterapkan. Penpres ini berusaha menghilangkan dualisme
pemerintahan di daerah dengan mengesahkan keberadaan DPRD GR dan SD.
|
UU No. 18 tahun 1965 tentang Pokok
– Pokok Pemerintahan Daerah
|
Tidak disebutkan pengertian
pemerintahan daerah.
Menurut pasal 5 ayat (1),
Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah.
Sementara menurut ayat (2) Kepala Daerah melaksanakan politik Pemerintah dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri menurut
hierarchi yang ada.
|
Menganut sistem otonomi riil. Tapi
Dalam pelaksanaannya meski konsepsinya menyatakan adalah penyerahan otonomi
daerah secara riil dan seluas-luasnya, namun kenyataannya otonomi daerah
secara keseluruhan masih berupa penyerahan oleh pusat. daerah tetap menjadi
actor yang pasif.
|
UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok
– Pokok Pemerintahan di Daerah
|
UU ini membagi wilayah Indonesia
menjadi daerah – daerah otonom dan wilayah – wilayah administratip.
Pemerintahan daerah dijalankan
oleh Kepala Daerah dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah. Untuk menyelenggarakan
pemerintahan daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas – dinas Daerah.
|
UU nomor 5 tahun 1974 tidak
menjelaskan mengenai sistem otonomi yang dianutnya. UU ini menyatakan otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab bukan sebagai sistem atau faham
atau pengertian akan tetapi sebagai suatu prinsip.
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
Ada beberapa ketentuan yang
mengatur mengenai pembatasan terhadap luasnya urusan rumah tangga daerah,
yaitu pasal 5, 7, 8, 9, dan 39. ketentuan-ketentuan tersebut mencerminkan
bahwa UU ini menganut sistem atau ajaran rumah tangga material.
Akan tetapi dalam UU ini tidak
ditemukan ketentuan yang mengatakan tentang gugurnya suatu Peraturan Daerah
apabila materinya telah diatur dalam Peraturan perundang-undangan atau dalam
peraturan daerah yang lebih tinggi yang merupakan ciri dari sistem rumah
tangga formil.
|
UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
|
Disebutkan secara eksplisit apa
pengertian pemerintahan daerah di pasal 1 huruf d, yaitu ”Pemerintahan Daerah
adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Otonom oleh Pemerintah Daerah dan
DPRD menurut asas Desentralisasi.”
Kemudian di pasal 1 huruf b,
disebutkan arti Pemerintah Daerah, yaitu Kepala Daerah beserta perangkat
Daerah
Otonom yang lain sebagai Badan
Eksekutif Daerah.
|
Tidak mengatur secara gamblang
tentang sistem atau ajaran rumah tangga yang dianut.
Dari analisis undang – undang
dapat diperhatikan bahwa ajaran rumah tangga yang digunakan atau dianutnya
adalah perpaduan antara ajaran rumah tangga material dan ajaran
rumah tangga formil. Dikatakan menganut ajaran materil karena dalam pasal
7, pasal 9 dan pasal 11 dinyatakan secara jelas apa-apa saja yang menjadi urusan
rumah tangga yang merupakan ciri daripada system atau ajaran rumah tangga
material.
Sedangkan dikatakan menganut pula
ajaran formil antara lain terlihat pada pasal 10, pasal 70 dan pasal 81
didalamnya dinyatakan bahwa daerah kabupaten dan kota memiliki kewenangan
untuk mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya.
Selain itu dkatakan bahwa
peraturan daerah daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan daerah lain dan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi
yang meruapakan ciri daripada system atau ajaran rumah tangga formil.
|