Dalam
membangun teori HTN Indonesia selain mengacu pada epistemologi yang diderivasi
melalui Teori Hukum Alam, Teori Positivisme Hukum dan Teori-teori Hukum
bernuansa empiris juga perlu memahami dan mencermati asas hukum mencakup : (1)
asas- asas hukum yang telah dimasukan ke dalam undang-undang,tetapi tetap
mempunyai watak yang umum, (2) asas-asas umum hukum khusus di bidang HTN, dan
(3) asas-asas hukum yang paling fundamental yang berlaku bagi setiap aturan
hukum. Asas-asas hukum yang paling fundamental diurunkan dari nilai-nilai dasar
tata hukum yaitu Pancasila sebagai “rechside” yang dinamakan sebagai Asas Hukum
Nasional Indonesia. Asas-asas tersebut mencakup: (1) asas moral, (2) asas
kemanusiaan, (3) asas kebangsaan, (4) asas kerakyatan,(5) asas keadilan
sosial,(6) asas pengayoman.
Philipus M. Hadjon dalam makalahnya berjudul
“Pancasila sebagai dasar negara dan hukum tata negara” (jurnal hukum, fakultas
hukum universits Surabaya, volume I) menyebutkan abad 2 asas fundamental yang
di derivasi dari pancasila kedalam undang-undang 1945 yaitu asas demokrasi dn
asas negara hukum. Dalam konteks pancasila sebagai dasar negara mengacu pada 2
asas itu, dapat dibangun teori demokrasi pancasila dan teori negara hukum
pancasila.
Berikutnya dalam kerangka struktur sosial-idea
komunitas-komunitas masyarakat Indonesia ke dalam undang-undang dasar 1945
dimasukan asas kekeluargaan dalam membangun teori HTN yang bersenuhan dengan
perekonomian, sehingga relevan menjadi dasar normative dalam membangun teori
demokrasi ekonomi yang berbeda dengan watak ekonomi bercorak neoliberal.
Menarik pula setelah rerubahan UUD 1945, mencermati
logika perubahan pembagian kekuasaan, baik karena munculnya lembaga-lembaga
independen yang di namakan “auxiliary state agencies”, maupun dilihat dari
fungsi control MPR, DPR, DPD dan lembaga peradilan berpuncak pada MA dan MK
terhadap eksekutif (Presiden). Tetapi melalui legal policy dikembalikan
wewenangnya membuat ketetapan MPR yang bersifat mengatur, menempati urutan
kedua dalam jenis dan hirearki peraturan perundang-undangan (pasal 7 ayat (1)
UU no. 12 tahun 2011 tentag pembentukan peraturan perundang-undangan). Dengan
demikian muncul isu hukum, apakah dalam pengujian UU dapat diuji terhadap
ketetapan MPR, dan apakah ketetapan MPR dapat juga diuji baik formal maupun
materi terhadap UUD.
Diantara kalimat teori tersebut dalam kaitan siklus
pembentukan UU, the agenda building theory yang dianggap cocok sebagai acuan,
bagi Indonesia, karena teori “pembangun agenda” enjelaskan proses pembentukan UU
berjalan panjang, kompleks dan banyak factor mempengaruhi, banyak actor dengan
ide yang berbeda bahkan saling bertentangan.
Sebelum mengahiri uraian, Prof. Atmaja merujuk
pendapat Bruggink dalam pandangan ilmu sebagai proses dan produk yang bertumpu
pada riset untuk membangun teori. Teori hukum diartikan syarat-syarat teori
sebagai berikut : -subjek (penelitian) memperhatikan tradisi ilmiah, paradigm
masyarakat ; penetapan permasalahan; metode : cara kerja tetap, dapat di
kontrol, dapat dibenarkan ; teori sebagai produk : pengertian-pengertiannya
jelas, bangunan yang jelas, penataan sederhana, formulasi cermat, jelas. (J.J.M
Bruggink, 1996:220).
Berikut skemanya