Skip to main content

Pengertian Anak Angkat Menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata



Pengertian Anak Angkat Menurut Hukum Adat
Anak angkat adalah anak orang lain yang dijadikan anak dan secara lahir batin diperlakukan seakan-akan sebagai anak kandung sendiri “ada kecintaan/kesayangan”.[1] Dalam hukum adat dikenal 2 macam pengangkatan anak, yaitu :
a.       Pengangkatan anak yang dilakukan secara terang dan tunai, artinya pengangkatan anak dilakukan secara terbuka dihadiri segenap keluarga, pemuka adat (terang) dan seketika itu juga diberikan pembayaran uang adat (tunai). Akibat hukum putus, hubungan hukum antara anak tersebut dengan orang tua aslinya.
b.      Pengangkatan anak secara tidak terang dan tidak tunai, artinya pengangkatan anak dilakukan secara diam-diam tanpa mengundang keluarga seluruhnya atau hanya dihadiri oleh keluarga tertentu dan tidak dihadiri oleh pemuka adat atau desa, dan tidak dengan pembayaran uang adat.[2]

Pengangkatan Anak Menurut Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Bugerlijk Weetboek (BW) yang berlaku di Indonesia tidak mengenal lembaga adopsi, yang diatur dalam KUHPerdata adalah adopsi atau pengangkatan anak diluar kawin yaitu yang terdapat dalam Bab XII bagian ke III pasal 280 sampai dengan pasal 290 KUHPerdata. Namun ketentuan ini bisa dikatakan tidak ada hubungannya dengan adopsi, karena pada asas nya KUHPerdata tidak mengenal adopsi.40 Tidak diaturnya lembaga adopsi karena KUHPerdata merupakan produk pemerintahan Hindia Belanda dimana dalam hukum (masyarakat) Belanda sendiri tidak mengenal lembaga adopsi.



[1] Tamakiran, Asas-Asas Hukum Waris, Puionir jaya, Bandung, 1972, hal. 52
[2] ING Sugangga, Hukum Waris Adat, Universitas Diponegoro, Semarang, Februari, 1995, hal.35
© 2020 Feel in Bali

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.