Tanah
Karang Desa merupakan tanah pekarangan (bukan kebun, sawah atau ladang) milik
desa. Tanah karang desa ini pada prinsipnya tidak boleh diperjualbelikan. Dilihat
dari bentuknya, tanah karang desa ini sama dengan tanah ayahan desa, yaitu si
pemegang tanah ( penempat tanah karang desa adalah hanya mempunyai hak pakai
secara turun-temurun, perbedaanya tanah karang desa tidak berpipil dan tidak
kena pajak sedangkan tanah ayahan berpipil dan kena pajak. Pemegang atau orang
yang menempati tanah karang desa memiliki kewajiban untuk memikul beban-beban,
tugas tugas yang berkaitan dengan desa.
Apabila
pemegang atau orang yang menempati tanah karang desa tersebut meninggalkan desa
maka tanah karang desa akan jatuh kembali ke tangan desa. Terhadap tanah yang
sudah jatuh ke tangan desa, maka dimungkinkan kepada siapa saja warga desa
tersebut yang ingin menempati tanah karang desa tersebut boleh mengajukan
permohonan untuk bisa menempati dengan beban “ayahan”. Permohonan yang diajukan
kemudian akan dibahas dan dipertimbangkan dalam suatu rapat desa. Secara umum,
setiap keluarga memegang satu tanah karang desa. Sebab konsekuensinya memegang
lebih dari satu tanah karang desa berarti memegang ayahan yang lebih pula, tentu
hal ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh satu orang.