I.1 Sejarah Tata Hukum Indonesia
I.1.1 Masa Vereenigde Oost Indisce Compagnie (1602-1799)
Pada saat VOC berdagang di wilayah Indonesia, VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda. Hak tersebut adalah hak octrooi yang meliputi monopoli perdagangan dan pelayaran, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian, dan juga hak untuk mencetak uang.
Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan-aturan yang dibawa dari negeri Belanda untuk ditaati oleh orang-orang pribumi. Aturan-aturan yang dipaksakan berlakunya itu adalah peraturan-peraturan dalam bidang perdagangan dan biasa diterapkan oleh kapal-kapal dagang. Ketentuan hukum tersebut sama dengan ketentuan hukum Belanda kuno yang sebagian besar merupakan “hukum disiplin”. Perkembangan selanjutnya, Gubernur Jendral Pieter Both diberikan wewenang untuk membuat peraturan untuk menyelesaikan masalah dalam lingkungan pegawai-pegawai VOC di daerah-daerah yang dikuasai VOC. Selain itu Pieter Both juga diberi wewenang untuk memutus perkara perdata dan pidana. Peraturan-peraturan yang sudah dibuat kemudian diumumkan tetapi pengumuman tersebut tidak disimpan dalam bentuk arsip dan sesudah diumumkan kemudian dilepas serta tidak disimpan dengan baik, sehingga tidak diketahui peraturan yang masih berlaku dan yang sudah tidak berlaku lagi. Dengan kondisi yang demikian VOC berniat untuk kembali pengumuman-pengumuman tersebut dan menyusunnya secara sistematik dan akhirnya dinamakan Statuta Batavia. Pada masa inipun kaidah-kaidah hukum adat di Indonesia masih dibiarkan berlaku bagi orang-orang bumi putra.
Ketika VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 tata hukum yang berlaku di Indonesia terdiri atas aturan-aturan yang berasal dari negeri Belanda dan aturan-aturan yang diciptakan oleh gubernur yang berkuasa di daerah VOC dan aturan-atruran yang tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku untuk kalangan bumi putera (hukum adatnya masing-masing).
I.1.2 Masa Besluiten Regerings
Pada masa ini raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian lain ( pasal 36 UU Negeri Belanda 1814) kekusaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama algemene Verordening. Peraturan pusat berupa keputusan raja maka dinamakan Koninklijk Besluit. Pengundangannya lewat selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal.
Pada tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda berhasil mengkodifikasikan Hukum Perdata. Setelah itu timbul pemikiran tentang pengkodifikasian hukum perdata bagi orang-orang Belanda yang berada di Hindia Belanda. Pemikira tersebut diwujudkan dengan membentuk Komisi UU bagi Hindia Belanda. Beberapa peraturan yang berhasil ditangani diantaranya :
1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO)
2. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)
3. Burgerlijk Wetboek (BW)
4. Reglement of de Burgerlijk Rechtsvordering (RV).
Tata hukum di Indonesia pada masa BR terdiri dari peraturan-peraturan tertulis yang dikodifikasikan, peraturan tertulis yang tidak terkodifikasi dan peraturan-peraturan yang tidak tertulis ( Hukum Adat) yang berlaku untuk golongan yang bukan eropa.
I.1.3 Masa Regerings Reglement
Tahun 1848 terjadi perubahan UUD (Grond Wet) di Belanda. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya penguranga terhadap kekuasaan raja karena parlemen ikut campur tangan dalam pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda di Indonesia. Perubahan pentingnya adalah dengan dicantumkannya pasal 59 ayat (I) (II), dan (IV).
Dari ketentuan pasal 59 ayat (I), (II), dan (IV) tampak jelas berkurangnya kekuasaan raja terhadap daerah jajahan belanda di Indonesia. Peraturan yang menata daerah jajahan tidak semata-mata diterapkan oleh raja tetapi juga ditetapkan bersama dengan parlemen. Dengan demikian System pemerintahannya berubah dari monarki konstitusional menjadi monarki konstitusional parlementer. Peraturan yang dibuat raja bersama dengan parlemen adalah Regerings Reglement yang berbentu undang-undang yang diundangkan melalui S.1855:2 RR selanjutnya dianggap sebagai UUD Pemerintahan Jajahan Belanda.
Pada tahun 1950 RR mengalami perubahan pada pasal-pasal tertentu, maka kemudian RR dinamakan RR Baru. Golongan penduduk dalam pasal 75 RR itu dirubah dari dua golongan menjadi tiga golongan : golongan Eropa, Golongan timur asing, dan Indonesia (pribumi). Pada masa berlakunya RR telah berhasil diundangkan kitab-kitab Hukum :
1. Kitab hukum pidana bagi golongan Eropa yang diundangkan melalui S.1866:55
2. Algemene Politie Strafreglement tambahan kitab hukum pidana untuk golongan Eropa
3. kitab hukum pidana bagi orang bkan eropa melalui S.1872:85
4. Politie Strafreglement bagi orang bukan eropa.
5. Wetboek van Strafrecht berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S. 1915:732.
I.1.4 Masa Indische Staatregeling
IS (Indische Staatregeling) adalah RR yang sudah diperbaharui. Perbaharuan RR ini dikarenakan perubahan pemerintahan Hindia Belanda yang berawal dari perubahan Grond Wet di Belanda. Perubahan ini terletak pada ketentuan pasal 61 ayat (I) dan (II) yang menyatakan bahwa susunan negara Hindia Belanda akan ditentukan dengan Undang-undang dan hal-hal lain bila perlu diatur juga akan diatur dengan undang-undang.
Pada masa berlakunya IS tata hukum yang berlaku di Hindia Belanda adalah pertama-tama yang tertulis dan tidak tertulis (hukum adat) dan sifatnya masih pluralistic, khususnya hukum perdata. Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa pemerintah Hindia Belanda membuka kemungkinan adanya usaha untuk unifikasi hukum bagi ketiga golongan penduduk hindia Belanda.
Tujuan pembagian golongan penduduk sebenarnya untuk menentukan system hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan. System hukum yang berlaku pada masing-masing golongan adalah :
1. Hukum yang berlaku bagi penduduk golongan eropa sesuai dengan pasal 131 IS adalah Hukum perdata, hukum pidana material dan hukum acara.
- Hukum perdata yang berlaku bagi golongan Eropa adalah BW dan WvK dengan asas konkordansi.
- Hukum pidana material yang berlaku bagi golongan Eropa ialah WvS.
- Ukum acara yang digunakan dalam proses peradilan bagi golongan Eropa adalah Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering untuk proses perkra perdata dan Reglement op de strafvordering. Keduanya untuk wilyah jawa dan Madura.
Diluar jawa dan Madura diatur dalam Rechts Buitengewestern untuk daerah masing-masing.
2. Hukum yang berlaku untuk golongan pribumi (bumi putera) adalah hukm adat dalam bentuk tidak tertulis. Namun jika pemerintah Hindia Belanda menghendaki lain, dapat diganti dengan ordonansi yang dikeluarkan olehnya (pasal 131 ayat (6) IS). Dengan demikian berlakunya hukum adat tidak mutlak.
3. Hukum yang berlaku bagi golongan timur asing :
• Hukum perdata dan hukum pidana adat mereka menurut ketentuan pasal 11 AB berdasarkan S.1855:79.
• Hukum perdata golongan eropa (BW) hanya pada golongan timur asing Cina untuk wilayah Hindia Belanda melalui S.1924:557.
• WvS yang berlaku sejak 1 Januari 1918 untuk pidana material.
• Hukum acara yang berlaku bagi golongan Eropa dan hukum acara yang berlaku bagi golongan pribumi karena dalam praktek kedua hukum acara tersebut digunakan untuk peradilan bagi golongan timur.
I.1.5 Masa Jepang (Osamu Seirei)
Pada penjajahan Jepang daerah Hindia Belanda di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Indonesia Timur di bawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang berkedudukan di Makasar.
2. Indonesia Barat di bawah kekuasaan Angkatan Darat Jepang berkedudukan di Jakarta.
Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan di wilayah Hindia Belanda dibuat dengan dasar Gun Seirei melaui Osamu Seirei. Dalam keadaan darurat pemerintahan bala tentara jepang di Hindia Belanda menentukan hukum yang berlaku untuk mengatur pemerintahan dengan mengeluarkan Osamu Seirei No.1/1942. Pasal 3 Osamu Seirei No.1/1942 menentukan bahwa “ semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintahan militer”. Dari ketentuan Osamu Seirei No. 1 / 1942 tersebut dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur pemerintahan dan lain-lain tetap menggunakan Indische Staatregeling.
II.2 Pascakemerdekaan
II.2.1 Masa 1945-1949
Sejak merdeka 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan tidak tergantung pada bangsa manapun juga. Undang-Undang Dasar yang menjadi dasar dalam penyelenggaran pemerintahan di Indonesia di tetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Undang-undang yang ditetapkan untuk itu adalah UUD 1945.
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.” Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa hukum yang dikehendaki untuk mengatur penyelenggaraan negara adalah peraturan-peraturan yang telah ada dan berlaku sejak masa sebelum Indonesia Merdeka. Pernyataan itu adalah untuk mengatasi kekosongan hukum, sambil menunggu produk peraturan baru yang dibentuk oleh pemerintah negara republic Indonesia. Dengan demikian , tata hukum di Indonesia pada masa 1945-1949 adalah segala peraturan yang telah ada dan berlaku pada masa penjajaan belanda, masa penjajahan Jepang dan produk-produk peraturan baru yang dihasilkan oleh pemerintah negara Republik Indonesia dari 1945-1949.
II.2.2 Masa 1949-1950
Masa ini adalah masa berlakunya konstitusi RIS. Pada masa tersebut tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku pada masa 1945-1949 dan produk yang dihasilkan oleh pemerintah negara yang berwenang dalam kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 16 Agustus 1950.
II.2.3 Masa 1950-1959
Konstitusi RIS hanya berlaku selama 7 Bulan 16 hari kemudian diganti dengan UUDS 1950. Tata hukum yangdiberlakukan pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari semua peraturan yang masih dinyatakan berlaku berdasarkan pasal 142 UUDS 1950, kemudian ditambah dengan peraturan baru yang dibentuk oleh pemerintah negara pada kurun waktu 17-8-1950 samapai 4-7-1959.
II.2.3 Masa 1950- sekarang
UUDS hanya berlaku sampai tanggal 4 Juli 1959, karena dekrit dengan presiden 5 Juli 1959, UUDS 1950 tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya adalah UUD 1945. Jadi UUD yang berlku di Indonesia sejak tanggal 5 Juli 1959 hingga sekarang adalah UUD 1945. Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah adalah tata hukum yang terdiri atas segala peraturan yang berlaku pada masa 1950-1959 dan dinyatakan masih berlaku dengan berdasarka ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 ditambah dengan berbagai peraturan yang dibentuk setelah dekrit 5 juli itu.
Sumber-Sumber Hukum
Pada umumnya para pakar membedakan sumber hukum ke dalam kriteria :
a. Sumber hukum materiil; dan
b. Sumber hukum formal.
Menurut Sudikno Mertokusumo , Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan.