Contoh Pendelegasian Kewenangan dalam Peraturan Perundang-undangan - Feel in Bali

Wednesday, December 4, 2013

Contoh Pendelegasian Kewenangan dalam Peraturan Perundang-undangan


Kewenangan delegasi adalah bentuk kewenangan yang dilimpahkan untuk membuat peraturan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik dinyatakan secara tegas maupun tidak. Bentuk kewenangan ini tidak “diberikan” sebagaimana pada atribusi, melainkan “diwakilkan”. Delegasi adalah penyerahan wewenang untuk membuat besluit oleh pejabat pemerintahan kepada pihak lain. Kata penyerahan berarti ada perpindahan tanggung jawab dari yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris). Terdapat 3 ciri mendasar dalam delegasi :

  • Adanya penyerahan kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, dimana delegataris (penerima) bertanggung jawab penuh atas kewenangannya itu.
  • Penyerahan kewenangan dilakukan oleh pemegang atribusi (delegans) kepada delegataris.
  • Hubungan antara delegans dengan delegataris tidak dalam hubungan atasan dan bawahan.


Hiererki dan pendelegasian peraturan perundang-undangan diperlukan karena ketentuan yang lebih tinggi hanya mengatur ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan yang bersifat teknis didelegasikan ke peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Pendelegasian tersebut diatur dalam lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 angka 198 sampai dengan 216.
Seperti contoh pendelegasian kewenangan yang saya ambil UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Keperiwisataan.  Beberapa pasalnya diantaranya:

Pasal 9

  1. Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  2. Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.
  3. Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.



Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur dalam Peraturan Pemerintah.



Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.


Pasal 60
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil diberikan insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden.


Pasal 31
Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan, dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 23 Ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 38 Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 14 Ayat (2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15 ayat  (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Dari beberapa pasal tersebut terlihat bahwa UU No.10 Tahun 2009 ini mendelegasikan kewenangannya kepada Peraturan lain diantaranya PP,Perpres,dan juga Peraturan Menteri. Sebagai peraturan yang mendapatkan delegasi dari UU, PP mempunyai fungsi :

a) Menjalankan pengaturan lebih lanjut ketentuan UU yang tegas-tegas menyebutnya.
Fungsi ini sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang menentukan :
“presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan UU”
Dalam hal ini PP harus melaksanakan semua ketentuan dari suatu UU yang secara tegas meminta untuk diatur lebih lanjut dengan PP.

b) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya
apabila ketentuan dalam UU memerlukan pengeturan lebih lanjut, sedangkan dalam ketentuan tersebut tidak menyebutkan secara tegas untuk diatur dalam peraturan pemerintah, maka presiden dapat membentuk PP sepanjang hal itu merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari UU tersebut. Pelaksanaan ketentuan dalam UU yang tidak tegas-tegas memerintahkan ini dilandasi suatu keyataan bahwa ketentuan pasal 5 ayat (2) UUD 1945 telah merupakan  delegasi kepada setiap Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-undang.

Kemudian dalam UU ini juga menyebutkan tentang Peraturan Presiden. Fungsi dari peraturan presiden ini antara lain:
1) Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Keputusan presiden dalam melaksanakan fungsi yang pertama ini merupakan keputusan presiden yang merupakan “sisa” dari peraturan perundang-undangan yang tertentu batas lingkupnya yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden yang merupakan pengaturan yang delegasian.

2) Menyelenggarakan pengaturan lebih lebi lanjut ketentuan dalam peraturan pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.

3) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam peraturan pemerintah, meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.

Kedua fungsi dari huruf 1 dan 2 merupakan fungsi delegasian dari Peraturan pemerintah dan sekaligus UU yang dilaksanakannya. Fungsi Peraturan Presiden ini merupakan fungsi yang berdasarkan pada Stufentheory dimana suatu peraturan yg dibawah itu selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan yang lebih tinggi di atasnya.
Peraturan presiden disini adalah merupakan peraturan yang bersifat delegasian/limpahan yang kewenangannya terletak/bersumber pada UU dan PP, sehingga peraturan presiden hanya bisa mengatur lebih lanjut saj, tidak membentuk suatu kebijakan baru.