Dewasa ini, ilmu pengetahuan telah
berkembang, yang mana dalam satu ilmu pengetahuan terdapat cabang – cabang ilmu
pengetahuan lainnya yang lebih mengkhusus. Dimana ilmu pengetahun ini berlomba
– lomba dalam menganalisa sesuatu permasalahan yang terdapat dalam masyarakat,
baik itu dalam bidang eksak maupun dalam bidang non eksak. Dalam menganalisa
permasalahan yang bersifat social ilmu pengetahuan tersebut bersifat non eksak
yang mana kaitannya dengan manusia itu sendiri. Sejak lahir di dunia, manusia
telah bergaul dengan manusia lainnya di dalam suatu wadah yang bernama
masyarakat[1]. Mula
– mula manusia tersebut berhubungan dengan orang tuanya dan meningkatlah
pergaulan, semakin luas pula di dalam masyarakat. Secara sepintas manusia pun
mengetahui bahwa dalam berbagai hal – hal lain manusia tersebut memiliki perbedaan dan persamaan yang khas dan berlaku
bagi diri sendiri yang mana tiap manusia mempunyai keperluan tersendiri[2]. Semakin
bertambahnya umur , manusia pun mengetahui bahwa apa yang ia lakukan dapat
dilakukan secara bebas dimanapun ia berada tetapi di sisi lain ia tidak boleh
berbuat semaunya.
Pembelajaran terhadap tindakan – tindakan apa yang
boleh dan tidak dilakukan oleh manusia, itu sudah didapatkannya sejak kecil
dari orang tuanya dan keluarga kecilnya secara terbatas. Beberapa lama
kemudian, manusia pun sadar bahwa dalam kehidupan di masyarakat sebetulnya
terdapat suatu pedoman yang mengikat dirinya dan bersifat memaksa sehingga
manusia tidak bisa melakukan segala perbuatannya dengan bebas. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu
aturan / kaedah / norma yang mengatur hubungan antara manusia satu dengan
manusia lainnya di dalam kehidupan bersosial yang disebut dengan hukum.
artikel ini bersumber pada :www.feelinbali.blogspot.com
Hukum dari waktu ke waktu senantiasa mengalami
perkembangan. Hal ini merupakan suatu konsekuensi logis dikarenakan pertumbuhan
dan perkembangan hukum itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai factor. Hukum yang
ada sekarang merupakan hasil perkembangannya tersendiri yang artinya bahwa
terdapat hubungan yang erat dan timbal balik antara hukum dengan masyarakat[3]. Hukum
tanpa masyarakat tidak aka nada artinya, karena dalam pembuatan aturan – aturan
yang bersifat mengikat dan memaksa tersebut berkaitan dengan perkembangan
masyarakat, dengan kata lain mau tidak mau hukum harus menyesuaikan
substansinya dengan perkembangan masyarakat. Dalam menyesuaikan tersebut,
diperlukan cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris
menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala
– gejala social lainnya[4]
yang disebut dengan Sosiologi Hukum. Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan mengapa sosial
masyarakat itu terjadi, sebab-sebab, faktor-faktor yang berpengaruh dan
sebagainya. Kemudian sosiologi hukum untuk menguji kesahihan empiris dari sautu
peraturan atau pernyataan hukum sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang
sesuai atau tidak sesuai di masyarakat tertentu. Perkembangan Sosiologi Hukum
tidak terlepas dari faktor ruang lingkup dan objek kajian sosiologi hukum yang
bersandar pada disiplin ilmu filsafat hukum, dan sosiologi hukum merupakan
sebagai aliran Positivisme yang artinya hukum itu tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan yang lebih diatas derajatnya.(Grundnorm yaitu dasar atau basis
sosial dari hukum). Dengan demikian upaya pembangunan sistim hukum harus
memperhatikan Konsitusi dan Kebiasaan yang hidup didalam masyarakat, karena
jika hukum positif yang diberlakukan didalam masyarakat jiga tidak sejalan dan
bertentangan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat maka dapat dipastikan
hukum posirif atau undang-undang tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif.
[1]
Soerjono Soekanto. Pokok – pokok
Sosiologi Hukum. 2009. PT Raja Gravindo Persada : Jakarta. Hlm 1
[2]
Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia. PN Balai Pustaka. Hlm 33
[3]
Otje Salman dan Susanto, Anthon F. Beberapa
Aspek Sosiologi Hukum. Bandung : PT Alumni, 2004, hlm. 2
[4] H.
Zainuddin Ali. Sosiologi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2012, hlm. 1