LATAR BELAKANG TIMBULNYA MALPRAKTEK - Feel in Bali

Monday, January 28, 2013

LATAR BELAKANG TIMBULNYA MALPRAKTEK




LATAR BELAKANG TIMBULNYA MALPRAKTEK

Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya pelayanan medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan. Dalam hubungan antara dokter dan pasien tersebut terjadi transaksi terapeutik artinya masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-baiknya bagi pasien. Pelayanan media ini dapat berupa penegakan diagnosis dengan benar sesuai prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk kesembuhan pasiennya. Adanya upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan agar pasien tersebut dapat memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi yaitu kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya.
Namun adakalanya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan harapan masing-masing pihak. Dokter tidak berhasil menyembuhkan pasien, adakalanya pasien menderita cacat atau bahkan sampai terjadi kematian dan tindakan dokterlah yang diduga sebagai penyebab kematian tersebut. Dalam hal terjadi peristiwa yang demikian inilah dokter sering kali dituduh melakukan kelalaian yang pada umumnya dianggap sebagai malpraktek. Jadi, malpraktek medis terjadi berawal dari adanya hubungan hukum antara dokter dengan pasien.

I. DEFINISI DAN PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIK

Malpraktek medic adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lasim dipergunakan dalam mengobati pasie atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, malpraktek medic adalah suatu tindakan atau perbuatan medic yang dilakukan atau diselenggarakan dengan jalan yang tidak baik atau salah atau tidak sesuai norma.

Dapat pula diatikan sebagai suatu bentuk kesalahan professional yang dapat menimbulkan luka-luka pada pasien sebagai akibat langsung dari suatu perbuatan atau kelalaian dokter.

II. STANDAR PELAYANAN MEDIK

Adalah suatu pedoman yang harus diikuti oleh dokter/dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran. Standar pelayanan medic ini juga sebagai pedoman dalam pengawasan praktek dokter, pembinaan serta upaya peningkatan mutu pelayanan medis di Indonesia yang efektif dan efisien. Selain itu dimaksudkan juga untuk melindungi tenaga kesehatan dari tuntutan yang tidak wajar dari masyarakat luas. Juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari praktek-praktek kedokteran yang tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran.
Selain itu SPM  ini dapat dijadikan tolok ukur mutu pelayanan tenaga kesehatan dan dimaksudkan pula agar para tenaga medis seragam dalam memberikan diagnose, dan setiap diagnose harus memenuhi criteria minimal yang terdapat dalam standar pelayanan medis dan standar pelayanan rumah sakit tersebut.
SPM  juga dapat difungsikan untuk kepentingan pembuktian di pengadilan apabila terjadi suatu sengketa.  Penerapan standar pelayanan medik harus dilakukan bertahap, mengingat kondisi dan  kapasitas kemampuan rumah sakit bervariasi bila ditinjau dari segi fisik konstruksi, peralatan, sumber daya manusia, pembiayaan dan sejarah perkembangan.
Standar pelayanan medis disusun oleh ikatan Dokter Indonesia sebagai satu-satunya
organisasi profesi di Indonesia yang mendapatkan masukan dari perkumpulan dokter seminat, yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan. Kandungan standar pelayanan medis terdiri dari standar penatalaksanaan 100 jenis penyakit dari 12 spesialis dan standar pelayanan penunjang dari 3 spesialis.

Just $2 per month

III. KASUS MALPRAKTEK MEDIK DAN BUKAN MALPRAKTEK MEDIK
a. kasus malpraktek medik
Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien.

b. bukan kasus malpraktek medik
Seorang ibu menangis histeris karena anaknya kejang-kejang. Jam 02.00 dinihari waktu itu suami istri itu membawa anaknya berobat ke klinik terdekat karena anaknya yang berusia 3 tahun panas tinggi, suhunya 41,7 derajat celsius. Anak itu kemudian diberikan obat yang dimasukkan melalui anus (pantatnya) berharap agar suhunya segera dan cepat turun. Namun begitu dokter hendak membalikkan badan, anak itu pun kejang, dan siibu menuding gara-gara obat yang barusan dimasukkan itulah yang menyebabkan anaknya kejang. Padahal karena panas tinggi itulah anaknya menjadi kejang, kenapa siibu harus nunggu larut malam padahal anaknya sudah seharian demam, nunggu panasnya begitu tinggi sampai terjadi kejang demam. Kebetulan terjadi sesaat setelah dokter masukkan  obat demamnya dan obat itu juga belum sempat diserap tubuh anak itu. Malpraktek jugakah itu?, untung setelah dijelaskan dan tetangga-tetangga membenarkan kata-kata dokter, suami istri beranak satu ini kemudian bisa mengerti bahwa kejang itu karena demam tinggi yang dialami anaknya bukan karena over dosis obat seperti yang dikatakannya.

IV. PROSEDUR TUNTUTAN MEDIK

Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai penanggung jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode pendekatan yang digunakan dalam mencari jalan keluar bagi masalah ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya  kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3). Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi.  Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.
Jadi instansi petama yang akan menangani kasus masalah malpraktek pidana atau perdata adalah MKEK cabang atau wilayah bukan diteruskan ke pengadilan.  Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK (Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran) Provinsi dan jika P3EK Provinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK pusat.


V. JENIS JENIS MALPRAKTEK MEDIK

1. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian dalam melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang berupa sanksi administrasi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Contoh konkrit yang merupakan malpraktek etik ini antara lain :
Dibidang diagnostic
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan “hadiah” kepada dokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut.
Dibidang terapi
Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.

2. Malpraktek Yuridik
Malpraktek yuridik dibedakan menjadi :
1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.
Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya.
Melakukan apa yang menurut  kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti :
Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat)
Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis)
Ada kerugian
Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsure berikut :
Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien.
Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim.
Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.
Namun adakalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.

2. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsure culpa lata atau kelaalaian berat atau “zware schuld” dan pula adanya akibat fatal atau serius.
1. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)
Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar.
2. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)
Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
3. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)
Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien.
3. Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)
Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.
Dua macam pelanggaran administrasi tersebut adalah :
a. Pelanggaran hukum administrasi tentang kewenangan praktek kedokteran
b. Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis




Advertise
Bali is beautiful island and have a lot of unique culture. Your tour will be really fun, enjoyable and get Cheap Bali Tour Packages with number one service for your trip. Here you can choice your Bali private tour our Bali Tour package, Bali Traditional tours, Bali Spa, etc with cheap price, but good service with profesional, and friendly. Fear of tour travel agents who give bad service and making you lose money and effort? fear of bad, evil travel tour agent who will harm you?

 CLICK HERE to Book It Now