Pemilihan umum merupakan manifestasi kongkret dari kedaulatan rakyat. Dalam pemilihan umum rakyat memilih wakil-wakil dalam parlemen untuk kemudian diharapkan dapat memperjuangkan aspirasinya. Pada pemerintahan kota Yunani Kuno pernah dilakukan demokrasi langsung. Artinya hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat terselenggara barangkali karena sederhana. Pasca perang dunia II atau dalam negara modern sekarang ini akan sulit jika dilakukan pemilihan secara langsung karena masalah ruang, waktu dan biaya. Maka banyak negara yang menganut paham demokrasi dalam pelaksanaan pemilu memilih menggunakan sistem perwakilan (representative democracy). Setiap sistem pemilihan masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan. Tetapi keduanya akan berjalan lebih efektif dan demokratis jika diselenggarakan secara Luber dan Jurdil.
Pelaksanaan pemilu sebagai wujud dari kedaulatan rakyat merupakan salah satu pesta demokrasi yang melelahkan. Betapa tidak, pelaksanaan pemilu melibatkan kurang dari 12 kegiatan. Maka tak pelak jika penyelenggaraan pemilu pada umumnya dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Seperti di Indonesia misalnya, pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Sebagai wujud konkret kedaulatan rakyat maka pelaksanaan pemilu terus diupayakan kesempurnaan dalam penyelenggaraan. Kesempurnaan dalam kaitan ini akan menentukan kualitas pemilu itu sendiri. Dan hal ini pada gilirannya akan memberikan citra yang lebih baik terhadap pelaksanaan demokrasi seperti yang dicita-citakan. Salah satu instrumen untuk meningkatkan kualitas pemilu adalah pelaksanaan asas LUBER dan JURDIL yaitu kepanjangan akronim Langsung, Umum, Bebas, Rahasia dan Jujur dan Adil.
Macam-macam Sistem Pemilu, Pemilihan umum sering dikatakan sebagai ujung tombak pelaksanaan sistem demokrasi. Hal ini lantaran dalam pemilihan umum setiap warga dapat mengapresiasikan hak suaranya untuk memilih wakil yang dipercayai mewakili lembaga legislatif. Dalam ilmu politik ada dua prinsip utama pelaksanaan sistem pemilihan umum, yakni pemilihan umum menggunakan sistem distrik dan proporsional atau sistem perwakilan berimbang. Pada sistem distrik jumlah wakil rakyat dalam DPR ditentukan berdasarkan jumlah distrik. Setiap distrik mempunyai satu wakil dari masing-masing parpol kontestan pemilu. Sedangkan pada sistem perwakilan berimbang suatu negara dipecah-pecah ke dalam suatu daerah pemilihan. Setiap daerah memilih sejumlah wakil sesuai dengan jumlah penduduk yang ada dalam daerah pemilihan tersebut. Jumlah wakil yang akan duduk di DPR tergantung dari perolehan suara hasil pemilu. Baik sistem distrik maupun proporsional keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan.