II. KELAINAN METABOLISME PIRUVAT
Piruvat terbentuk dalam proses pengolahan karbohidrat, lemak dan protein.
Piruvat merupakan sumber energi untuk mitokondria (komponen sel yang menghasilkan energi). Gangguan pada metabolisme piruvat dapat menyebabkan terganggunya fungsi mitokondria sehingga timbul sejumlah gejala:
• kerusakan otot
• keterbelakangan mental
• kejang
• penimbunan asam laktat yang menyebabkan asidosis (meningkatnya asam dalam tubuh)
• kegagalan fungsi organ (jantung, paru-paru, ginjal atau hati).
Gejala tersebut dapat terjadi kapan saja, mulai dari awal masa bayi sampai masa dewasa akhir. Olah raga, infeksi atau alkohol dapat memperburuk gejala, sehingga terjadi asidosis laktat yang berat (kram dan kelemahan otot).
2.1 Kekurangan kompleks piruvat dehidrogenase
Kompleks piruvat dehidrogenase adalah sekumpulan enzim yang diperlukan untuk mengolah piruvat. Kekurangan kompleks piruvat dehidrogenase bisa menyebabkan berkurangnya kadar asetil koenzim A yang penting untuk pembentukan energi. Gejala utamanya adalah:
• aksi otot menjadi lambat
• koordinasi buruk
• gangguan keseimbangan yang berat yang menyebabkan penderita tidak dapat berjalan.
• Gejala lainnya adalah kejang, keterbelakangan mental dan kelainan bentuk otak.
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, tetapi diet tinggi lemak bisa membantu beberapa penderita.
2.2 Tidak memiliki piruvat karboksilase
Tidak memiliki enzim piruvat karboksilase akan mempengaruhi atau menghalangi pembentukan glukosa di dalam tubuh. Akibatnya di dalam darah akan tertimbun asam laktat dan keton yang menyebabkan timbulnya mual dan muntah. Penyakit ini sering berakibat fatal. Sintesa asam amino (komponen pembentuk protein) juga tergantung kepada piruvat karboksilase. Jika enzim ini tidak ada, maka pembentukan neurotransmiter (zat yang menghantarkan gelombang saraf) akan berkurang, menyebabkan sejumlah kelainan saraf, termasuk keterbelakangan mental yang berat. Hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah) dan asidosis (penimbunan asam di dalam darah) dapat dikurangi dengan cara sering memakan makanan kaya karbohidrat. Tetapi belum ditemukan obat yang dapat menggantikan neurotransmiter yang hilang. Pada penyakit yang lebih ringan, bisa dilakukan pembatasan asupan protein.