1. Syndrom Asperger
1.1 Pengertian Sindrom Asperger
Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan suatu gejala kelainan perkembangan syaraf otak yang namanya diambil dari seorang dokter berkebangsaan Austria, Hans Asperger, yang pada tahun 1944 menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi.
1.2 Penyebab Sindrom Asperger
Cumine (1999, h.4) menyatakan penyebab Asperger ada kemiripan dengan gangguan Autis yaitu faktor hereditas (genetika), faktor komplikasi proses kehamilan atau persalinan, faktor neurochemical dan faktor neurological yang akhirnya menimbulkan disfungsi otak.
Menurut Attwood (2005, h.187) ada tiga penyebab gangguan Asperger yaitu faktor genetika, peristiwa obstetric yang tidak menguntungkan dan infeksi selama kehamilan atau masa awal bayi yang mempengaruhi otak. Faktor herediter ditemukan anak-anak yang memiliki saudara Asperger memiliki resiko puluhan kali untuk memiliki gangguan Asperger dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mempunyai saudara yang memiliki gangguan Asperger.
Hasil kajian Volkmar, dkk (dalam Attwood. 2005, h.188) mengenai penyebab gangguan Asperger adanya lobus frontal (bagian berbentuk bulat dan menonjol dengan ukuran terbesar serta terletak paling depan dari setiap bagian otak) dan lobus temporal (bagian otak yang mengandung pusat pendengaran) yang tidak berfungsi. Bahkan lobus frontal yang mengalami gangguan di awal masa kecil mengakibatkan munculnya gangguan Asperger.
1.3 Tanda dan gejala anak SA antara lain :
a. Problem sosialisasi :
• Anak SA sebenarnya ingin berteman tetapi sering ditolak atau diejek oleh teman-temannya.
• Kurang atau tidak mengerti bagaimana perasaan orang lain.
• Tidak mengerti humor dan norma-norma sosial yang berlaku
• Menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
• Kurang fleksibel karena lebih suka pada rutinitas sehingga sulit beradaptasi.
b. Problem komunikasi :
• Dalam percakapan, anak SA akan lebih banyak bicara tentang hal yang diminatinya tanpa memperdulikan apakah lawan bicaranya tertarik atau mengerti apa yang dibicarakan.
• Tidak memahami komunikasi non verbal seperti ekspresi dan bahasa tubuh orang lain serta kurangnya kontak mata.
• Terobsesi pada hal-hal yang sangat spesifik seperti statistik, jadwal kereta, cuaca dll.
• Berbicara dengan suara yang monoton, datar, formal dengan kecepatan yang lambat atau cepat.
• Kurang mampu berkomunikasi dua arah.
• Kerap menginterupsi pembicaraan.
c. Problem motorik dan sensorik :
• Koordinasi motorik halus yang kurang atau clumsy (canggung)
• Kurang dapat menjaga keseimbangan dan meniru gerakan yang bersifat cepat, halus dan ritmik serta tulisan tangan yang tidak rapi,
• Sensitif terdahadap suara, raba, rasa, cahaya, bau, nyeri dan suhu serta tekstur makanan.
• Penyebab SA belum banyak diketahui, diduga karena faktor genetik dan kelainan struktural daerah tertentu di otak.
2. Anemia Sel Sabit
2.1 Pengertian Anemia Sel Sabit
Penyakit sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian. Anemia sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh.
2.2 Penyebab Anemia Sel Sabit
Gen Dominan dan Resesif Anemia Sel Sabit. Di dalam eritrosit terdapat zat hemoglobin, terdiri dari globin yang berupa protein dan hem yang bukan protein. Hem pada semua hemoglobin adalah identik, sedangkan globin berbeda-beda pada spesies yang berlainan. Kebanyakan orang memiliki hemoglobin yang dikenal sebagai hemoglobin A. Untuk pembentukan hemoglobin ini dibutuhkan adanya gen HbA, sehingga kebanyakan orang mempunyai genotip HbAHbA. Di samping itu dikenal pula hemoglobin lain yang terdapat di dalam eritrosit orang yang menderita anemia. Karena bentuk eritrositnya pada penderita ini menyerupai sabit (dalam bahasa Inggris disebut ”sickle-cell”), maka anemianya dinamakan anemia sel sabit (”sickle-cell anemia”) dan hemoglobinnya disebut hemoglobin S. Terbentuknya hemoglobin S ini ditentukan oleh gen HbS, sehingga orang yang menderita penyakit anemia sel sabit mempunyai genotip HbSHbS. Atau dapat pula ditulis Individu sehat : HbAHbA
Individu terkena anemia sel sabit : HbSHbS
Individu genotip heterozigot : HbAHbS
Orang heterozigotik HbAHbS memiliki dua macam sel darah merah, yaitu yang mengandung hemoglobin A dan ada yang mengandung hemoglobin S. Oleh karena membentuk dua macam hemoglobin, maka gen HbA dan HbS merupakan gen-gen kodominan. Orang heterozigotik HbAHbS biasanya tidak menderita anemia separah yang homozigotik untuk alel S yang menyebabkan anemia sel sabit. Selain itu sel sabit juga dapat disebabkan oleh : (Price A Sylvia, 1995, hal : 239) infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum dan menyelam. Penyakit anemia sel sabit merupakan penyakit autosomal, yaitu penyakit gen autosom karena tidak terpaut oleh kromosom sex.
2.3 Gejala Anemia Sel Sabit
Penyakit ini mula-mula dikenal pada tahun 1910 ketika ada seorang anak Indian merasa sakit pada otot-ototnya dan demam panas. Tes kesehatan membuktikan bahwa ia memiliki sel-sel darah merah bentuk sabit. Dalam tahun 1928 dapat dibuktikan bahwa penyakit anemia sel sabit ini keturunan.
Sel-sel darah merah normal berubah menjadi bentuk sabit karena hemoglobin mengalami kelainan, sehingga molekul-molekul hemoglobin bersambungan membentuk serabut-serabut panjang yang mengakibatkan distorsi pada membran sel darah merah. Sel-sel darah merah sabit ini dapat merintangi aliran darah terutama dalam pembuluh-pembuluh darah kecil dan juga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengangkut O2 dan CO2 ke dan dari jaringan. Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit,yang ditandai dengan : semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba, nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang), demam, kadang sesak nafas. Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah. Gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur. Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas. Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah). Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Anak-anak yang menderita penyakit ini sering kali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang. Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan. Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi. Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi). Kadang air kemih penderita mengandung darah karena adanya perdarahan di ginjal. Jika diketahui bahwa perdarahan ini berhubungan dengan rantai sel sabit, maka penderita tidak boleh menjalani pembedahan eksplorasi dengan jarum.
2.4 Cara Penurunan Anemia Sel Sabit
Perkawinan Individu normal dengan penderita anemia sel sabit :
P1 : normal x anemia sel sabit
HbAHbA HbSHbS
Gamet : HbA HbS
F1 : HbAHbS 100% normal heterozigot
P2 : HbAHbS x HbAHbS
Gamet : HbA HbA
HbS HbS
F2 : HbAHbA normal 25%
HbAHbS normal heterozigot 50%
HbSHbS anemia sel sabit 25%
3. Mucolipidoses
3.1 Pengertian Mucolipidoses
Para mucolipidoses (ML) adalah kelompok penyakit metabolik bawaan yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melaksanakan omset yang normal dari berbagai bahan dalam sel. Dalam ML, jumlah abnormal karbohidrat dan bahan lemak (lipid) terakumulasi dalam sel. Karena sel-sel kita tidak dapat menangani sejumlah besar zat-zat seperti, kerusakan pada sel terjadi, menyebabkan gejala yang berkisar dari ketidakmampuan belajar ringan sampai keterbelakangan mental yang berat dan kelainan bentuk tulang. Gejala ML dapat bawaan (hadir sejak lahir) atau mulai pada anak usia dini atau remaja. Gejala awal dapat termasuk masalah penglihatan dan keterlambatan perkembangan. Seiring waktu, banyak anak dengan ML mengembangkan kapasitas mental yang buruk, mengalami kesulitan mencapai tahap perkembangan normal, dan, dalam banyak kasus, akhirnya meninggal akibat penyakit tersebut.
3.2 Penyebab Mucolipidoses
MLS diklasifikasikan sebagai penyakit penyimpanan lisosomal karena melibatkan penyimpanan meningkat dari zat dalam lisosom, yaitu kantung khusus seperti komponen dalam sel yang paling. Lisosom memainkan peran penting dalam fungsi metabolisme tubuh kita. Salah satu peran utama mereka adalah untuk mengambil zat-zat seperti karbohidrat dan lipid dan menguraikannya menjadi molekul yang lebih kecil sehingga mereka dapat digunakan lagi dalam proses metabolisme. Proses ini dimungkinkan karena mengandung enzim lisosom, yaitu protein yang membantu kimia tubuh bekerja lebih baik dan lebih cepat. Bekerja terus menerus, enzim memecah karbohidrat dan lipid dan membantu dalam transfer produk samping mereka sepanjang sisa sel untuk produksi energi atau ekskresi.
Pasien dengan ML dilahirkan dengan cacat genetik di mana tubuh mereka juga tidak cukup memproduksi enzim atau, dalam beberapa kasus, menghasilkan bentuk tidak efektif dari enzim. Tanpa berfungsi enzim, yaitu protein, lisosom tidak dapat memecah karbohidrat dan lipid dan transportasi mereka ke tujuan normal mereka. Molekul-molekul kemudian terakumulasi dalam sel dari berbagai jaringan dalam tubuh, menyebabkan sdamage organ tubuh. Pada pasien dengan ML, molekul menumpuk di saraf, hati, dan jaringan otot serta dalam sumsum tulang, dan ini penyimpanan yang abnormal menyebabkan berbagai gejala yang terkait dengan ML. Sebagai contoh, penyimpanan lebih dari molekul-molekul pada jaringan saraf bisa menyebabkan keterbelakangan mental, akumulasi di jaringan limpa dan hati dapat menyebabkan berfungsi buruk pada organ vital, dan penyimpanan kelebihan di sumsum tulang dapat merusak tulang, yang menyebabkan kelainan bentuk tulang. Akumulasi dari karbohidrat dan lipid dalam jaringan ini bukan hasil dari satu enzim. Lisosom berisi sebanyak 40 atau 50 enzim berbeda, masing-masing bertanggung jawab untuk fungsi yang sangat khusus. Oleh karena itu, kekurangan satu enzim tertentu atau protein aktivator menyebabkan gejala yang mungkin agak berbeda dengan gejala yang disebabkan oleh kekurangan jenis lain dari enzim.
3.3 Jenis – jenis Mucolipidoses
Mucolipidosis tipe I (ML I) atau hasil sialidosis dari kekurangan salah satu enzim pencernaan yang dikenal sebagai sialidase. Peran sialidase adalah untuk menghilangkan bentuk khusus dari asam sialic (molekul gula-seperti) dari gula-protein kompleks (disebut sebagai glikoprotein), yang memungkinkan sel berfungsi dengan baik. Karena enzim kekurangan, rantai kecil yang berisi bahan-seperti gula menumpuk di neuron, sumsum tulang, dan berbagai sel yang mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Gejala ML saya yang baik hadir saat lahir atau mengembangkan dalam tahun pertama kehidupan. Bayi dengan penyakit ML I biasanya mengalami pembengkakan yang berlebihan di seluruh tubuh dicatat pada saat lahir. Bayi-bayi ini sering lahir dengan fitur wajah kasar, seperti jembatan hidung datar, kelopak mata bengkak, pembesaran pada gusi, lidah dan ukuran yang berlebihan (macroglossia). Banyak bayi dengan ML I juga lahir dengan kelainan tulang seperti dislokasi pinggul. Bayi sering mengalami kontraksi otot tak sadar tiba-tiba (disebut mioklonus) dan memiliki bintik-bintik merah di mata mereka (disebut ceri merah makula). Mereka sering tidak dapat mengkoordinasikan gerakan sukarela (disebut ataksia). Tremor, gangguan penglihatan, dan kejang juga terjadi pada anak dengan ML I. Tes mengungkapkan pembesaran abnormal hati dan limpa dan pembengkakan perut ekstrim. Bayi dengan ML I biasanya tidak memiliki otot (hipotonia) dan memiliki keterbelakangan mental yang baik awalnya atau semakin parah. Banyak pasien menderita gagal tumbuh dan dari infeksi saluran pernapasan berulang. Kebanyakan bayi dengan ML I mati sebelum usia 1 tahun. Penyakit lain yang dihasilkan dari kekurangan enzim sialidase dikategorikan dalam kelompok yang lebih luas dikenal sebagai sialidoses. Karena ML I diklasifikasikan sebagai sialidosis, itu kadang-kadang disebut sebagai jenis sialidosis II. Bentuk jarang dari sialidosis - sialidosis tipe I - terjadi pada anak dan remaja dan sering disebut sebagai bentuk remaja gangguan tersebut. Anak-anak biasanya mulai menunjukkan gejala selama dekade kedua kehidupan, dan myoclonus (singkat, spontan berkedut otot) dan ceri merah makula di retina sering gejala awal. Pasien biasanya mengalami kejang dan penurunan progresif aktivitas otot dan mental terkoordinasi.
Mucolipidosis tipe II dan III (ML II dan III ML) hasil dari kekurangan enzim N-asetilglukosamin-1-phosphotransferase. Sama seperti bagasi di bandara ditandai untuk mengarahkan ke tujuan yang benar, enzim sering "ditandai." Dalam ML II dan III ML, enzim kekurangan seharusnya menandai enzim lain (aktivator protein) sehingga mereka dapat memulai proses metabolisme tertentu dalam sel. Karena protein aktivator tidak benar tag, mereka melarikan diri ke dalam ruang luar sel dan karena itu tidak dapat melakukan pekerjaan yang biasa mereka mogok zat di dalam sel. ML II juga disebut sebagai inklusi-sel (I-cell) penyakit karena produk-produk limbah, yang diduga termasuk karbohidrat, lipid, dan protein, terakumulasi menjadi massa disebut badan inklusi. Ketika jaringan diperiksa di bawah mikroskop, deteksi badan inklusi sering memberikan diagnosis penyakit. ML II adalah bentuk yang sangat parah ML yang menyerupai salah satu mucopolysaccharidoses disebut sindrom Hurler. Beberapa tanda fisik, seperti pengembangan kerangka abnormal, fitur wajah kasar, dan gerakan bersama terbatas, mungkin ada saat lahir. Anak-anak dengan ML II biasanya memiliki pembesaran organ tertentu, seperti hati atau limpa, dan kadang-kadang bahkan katup jantung. Anak yang terkena sering gagal untuk tumbuh dan berkembang dalam bulan-bulan pertama kehidupan. Penundaan dalam pengembangan keterampilan motorik mereka biasanya lebih menonjol dari keterlambatan dalam kognitif mereka (pengolahan mental) keterampilan. Anak-anak dengan ML II akhirnya mengembangkan kekeruhan pada kornea mata mereka dan, karena kurangnya pertumbuhan, mengembangkan pendek batang dwarfisme (trunk terbelakang). Pasien-pasien muda yang sering diganggu oleh infeksi saluran pernapasan berulang, termasuk pneumonia, otitis media (infeksi telinga tengah), dan bronkitis. Anak-anak dengan ML II umumnya mati sebelum tahun ketujuh hidup mereka, sering sebagai akibat dari gagal jantung kongestif atau berulang infeksi saluran pernapasan.
Sebaliknya, gejala ML III sering tidak menyadari sampai anak 3-5 tahun. Salah satu bentuk ringan dari MLS, ML III (kadang-kadang disebut sebagai pseudo-Hurler polydystrophy) juga hasil dari kekurangan atau cacat enzim N-asetilglukosamin-1-phosphotransferase yang merupakan karakteristik dari ML II. Namun, ML III menghasilkan gejala yang kurang parah dan berlangsung lebih lambat, mungkin karena kekurangan enzim tetap beberapa aktivitasnya, menghasilkan akumulasi yang lebih kecil dari karbohidrat, lipid, dan protein dalam badan inklusi. Pasien dengan ML III umumnya kecerdasan normal atau hanya memiliki keterbelakangan mental ringan. Pasien ini biasanya memiliki kelainan rangka, fitur wajah kasar, tinggi pendek, dan kekeruhan kornea. Beberapa individu dengan ML III bertahan sampai dekade mereka keempat atau kelima kehidupan.
Mucolipidosis tipe IV (ML IV) disebabkan oleh perubahan berbahaya dari suatu protein dalam sel yang diyakini terlibat dalam gerakan molekul seperti kalsium melintasi membran sel. Banyak sel di seluruh tubuh dipenuhi dengan butiran. Kebanyakan pasien dengan ML IV memiliki keterlambatan perkembangan gerakan dan koordinasi, mengaburkan dari kornea mata, dan sangat berkurang visi. Khas pasien biasanya memiliki jalan yang tidak mantap dan tidak berjalan secara independen. ML IV pasien kadang-kadang menjadi salah didiagnosis sebagai memiliki cerebral palsy. Pidato biasanya sangat terganggu. Namun, beberapa pasien dengan ML IV lebih sedikit terpengaruh dan bisa berjalan dan memiliki pidato yang lebih baik. Langka ML IV pasien bahkan mungkin hanya memiliki kelainan mata tanpa masalah otak yang terkait. Pasien tersebut tidak mengalami gangguan mental, hanya tunanetra. ML IV pasien memiliki pengurangan dramatis sekresi asam oleh lambung. Hasil perubahan ini peningkatan hormon yang disebut gastrin dalam darah.
3.4 Cara pewarisan Mucolipidoses
Para mucolipidoses diwariskan secara resesif autosomal, yaitu mereka hanya terjadi ketika seorang anak mewarisi dua salinan dari gen yang cacat, satu dari setiap orangtua. Ketika kedua orang tua membawa gen yang rusak, masing-masing anak-anak mereka menghadapi satu dari empat kesempatan untuk mengembangkan salah satu MLS. Pada saat yang sama, setiap anak juga menghadapi satu dalam dua kemungkinan mewarisi hanya satu salinan gen yang rusak. Orang yang hanya memiliki satu gen yang rusak yang dikenal sebagai operator. Orang-orang ini tidak mengembangkan penyakit ini tetapi mereka dapat melewati gen yang rusak pada anak-anak mereka sendiri. Karena gen cacat yang terlibat dalam bentuk-bentuk tertentu dari ML diketahui, tes dapat mengidentifikasi orang yang merupakan kurir dalam beberapa kasus.
3.5 Gen yang Berhubungan dengan Mucolipidosis tipe IV
Mutasi pada gen MCOLN1 penyebab mucolipidosis tipe IV. Gen ini menyediakan instruksi untuk membuat protein yang disebut mucolipin-1. Protein ini terletak di membran lisosom dan endosomes, kompartemen dalam sel yang mencerna dan daur ulang bahan. Sementara fungsinya tidak sepenuhnya dipahami, mucolipin-1 berperan dalam transportasi (trafficking) dari lemak (lipid) dan protein antara lisosom dan endosomes. Mucolipin-1 tampaknya menjadi penting untuk pengembangan dan pemeliharaan otak dan retina. Selain itu, protein ini mungkin penting untuk fungsi normal dari sel-sel di lambung yang menghasilkan asam pencernaan. Kebanyakan hasil mutasi dalam gen MCOLN1 dalam produksi protein yang fungsional atau mencegah protein apapun dari yang diproduksi. Kurangnya fungsional transportasi-1 mucolipin merusak lipid dan protein, menyebabkan zat-zat ini untuk membangun di dalam lisosom. Kondisi yang menyebabkan molekul untuk mengumpul di dalam lisosom, termasuk mucolipidosis tipe IV, disebut gangguan penyimpanan lisosomal. Dua mutasi pada gen MCOLN1 rekening untuk hampir semua kasus IV mucolipidosis jenis pada orang dengan keturunan Yahudi Ashkenazi. Masih belum jelas bagaimana mutasi pada gen ini menyebabkan tanda-tanda dan gejala mucolipidosis tipe IV.
4. Hiperlipidemia Kombinasi Familia
4.1 Definisi Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama ialah kenaikan kadar kolesterol total, LDL kolesterol, trigliserida, serta penurunan HDL. Dislipidemia berkaitan erat dengan aterosklerosis yaitu sebagai faktor utama aterosklerosis. Dislipidemia yang menyertai beberapa penyakit seperti diabetes melitus, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, dan gagal ginjal kronik disebut sebagai dislipidemia sekunder.
Banyak kelainan genetik dan bawaan dapat mengakibatkan dislipidemia dan keadaan ini disebut dislipidemia primer. Dislipidemia ditemukan sebagai dislipidemia sedang yang disebabkan hiperkolesterolemia poligenik, dislipidemia kombinasi, atau hipertrigliseridemia karena kegemukan atau penggunaan alkohol yang berlebihan. Dislipidemia berat sebagian besar disebabkan oleh hiperkolesterolemia familial dan dislipidemia remnan.
4.2 Klasifikasi Hiperlipidemia
Terdiri dari Dislipidemia Primer dan sekunder. Dislipidemia primer di golongkan menjadi Hiperlipoproteinemia tipe I, Hiperlipoproteinemia tipe II, Hiperlipoproteinemia tipe III, Hiperlipoproteinemia tipe IV dan Hiperlipoproteinemia tipe V. Tipe II terdiri atas 2 tipe yaitu hiperlipidemia tipe IIa dan IIb : Tipe IIa, ditandai dengan tingginya kadar LDL di dalam darah tapi kadar VLDLnya normal. Tipe ini dapat disebabkan beberapa kondisi genetik yaitu hiperkolesterol familial,defectiv e apolipoprotein B familial, hiperkolesterolemia poligenik.
Tipe IIb, ditandai dengan tingginya kadar LDL dan VLDL, kolesteroldan trigliserida dalam darah. Tipe ini disebut kombinasi hiperlipidemia familial yaitu merupakan kelainan genetik metabolisme lipoprotein yang sering berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler, dengan angka kejadian sekitar 1 % dari jumlah penduduk. Meyoritas pasien menunjukkan peningkatan plasma Apo B (merupakan protein utama pada LDL dan VLDL). Xanthoma pada tipe ini jarang terjadi, tetapi tipe ini ditandai dengan predisposisi CAD (Coronary Artery Disease) prematur.
5. Elephantiasis
5.1 Definisi Elephantiasis
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
5.2 Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut.
5.3 Adanya Mutasi pada Penyakit Elephantiasis
Mutasi yang satu ini akan menyebabkan kulit dan jaringan di bawahnya membengkak dan menjadi tebal. Biasanya menyerang kaki, scrotum (tempat biji penis), dan payudara. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh parasit yang dilepaskan ke aliran darah oleh gigitan nyamuk. Penyakit ini bisa terjadi karena kurangnya imunitas di dalam tubuh. Kasus ini banyak ditemukan di Afrika dan rata-rata akan sembuh setelah 11 tahun.
5.4 Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah
Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.
o Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
o Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
o Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
o Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
o Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).