Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran pajak atau perlawanan
terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak
sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Penghindaran pajak
ini terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak
secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas
menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat
undang-undang. Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Menahan
Diri
Yang
dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang
bisa dikenai pajak. Contoh:
Tidak merokok agar
terhindar dari cukai tembakau,
tidak menggunakan ikat
pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas pemakaian
barang tersebut.
b. Pindah
Lokasi
Memindahkan
lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi
yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
Di Indonesia, diberikan
keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia Timur.
Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak. Mereka harus
memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitas
yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan
mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini
jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau
perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat
yang tarif pajaknya lebih rendah.
c. Penghindaran
Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa
sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya
dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang.
Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
Contoh: Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah
negeri Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena
pengenaan pajak ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari hal
ini, mereka mengubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa
khusus anggota yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka
terbebas dari pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.
Di Belanda dan di
Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop menyediakan sederet
kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan asumsi, setelah
menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film tersebut dan memuat
di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan gratis. Maka dari
itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik bioskop
menghindari pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang sangat
murah khusus untuk wartawan.
Di
Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut
undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam
penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan
menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras
dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
Celah undang-undang merupakan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis. Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas
karena:
a. Kesengajaan
pembuat undang-undang
Hal ini terjadi karena
latar belakang pembuat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen,
di mana parlemen mewakili berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa saling
bertolak belakang antara satu dan yang lainnya. Dua kepentingan yang paling
dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh dan
pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua p;ihak
tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi masalahnya.
Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang berbeda. Lalu
dicarilah jalan kompromi terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh semua
pihak. Masing-masing pihak bebas menafsirkan undang-undang tersebut sesuai
dengan kepentingan masing-masing pihak. Pada akhirnya, undang-undang tersebut
mengambang. Bisa saja wajib pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus
menafsirkan sesuai dengan kepentingan negara.
b. Ketidaksengajaan
pembuat undang-undang
Contoh: Pada akhir
tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau undang-undang anti monopoli di
Amerika Serikat yang ditujukan untuk pemilik modal yang berbunyi “ Apabila ada
yang menghambat atau menghalangi perdagangan antar negara bgaian, bisa dijatuhi
hukuman berdasarkan undang-undang ini”.
Pada suatu kasus,
serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan sehingga
perdagangan antar negara bagian terhambat. Pemimpin serikat buruh ini ditangkap
dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap menghambat
perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini ditujukan untuk
pemilik modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada pemilu berikutnya kaum
buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya membela kepentingan
kaum buruh. Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi kursi di parlemen.
Sehingga, mereka menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan kalimat
“undang-undang ini tidak ditujukan untuk kaum buruh”.