March 2014 - Feel in Bali

Monday, March 31, 2014

March 31, 2014

Asas Hukum Pidana,Peniadaan Hukum dan Poging

Asas Hukum Pidana,Peniadaan Hukum dan Poging
HUKUM PIDANA LANJUTAN 

1. Asas Hukum Pidana

Beberapa asas yang terdapat dalam hukum pidana yaitu : 

A. Asas Legalitas
Syarat pertama untuk menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela, yaitu adanya suatu ketentuan dalam undang-undang pidana yang merumuskan perbuatan yang tercela itu dan memberikan suatu sanksi kepadanya. Syarat tersebut bersumber pada asas legalitas.
Pada hakekatnya, bahwa azas legalitas yang menhendaki adanya suatu peraturan pidana dalam perundang-undang yang ada sebelum perbuatan itu dilakukan dengan tidak mengurangi berlakunya hukum adat pidana, yang menetapkan suatu perbuatan itu sebagai suatu tindak pidana. 
Asas Legalitas mensyaratkan terikatnya hakim pada undang-undang, juga disyaratkan agar acara pidana dijalankan menurut cara yang telah diatur dalam undang-undang. Hal ini dicantumkan dalam pasal 3 KUHP (pasal 1 ), pasangan dari pasal 1 ayat 1 KUHP. 

Pasal 1 KUHP menjelaskan kepada kita bahwa : 

- Suatu perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut undang-undang 
- Ketentuan pidana itu harus lebih dahulu dari perbuatan itu ; dengan kata lain, ketentuan pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu dilakukan. 

Asas legalitas dapat dijumpai dalam sumber-sumber hukum internasional, seperti : 

1. Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia 1948, pasal II ayat 2
2. Perjanjian Eropa untuk melindungi hak manusia dan kebebasan asasi 1950 (perjanjian New York) pasal 15 ayat 1. 

Asas Legalitas mengandung tiga perngertian, Yaitu : 

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang 
2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas)
3. Aturan-aturan pidana tidak berlaku surut. 
Berlakunya asas legalitas memberikan sifat perlindungan kepada undang-undang pidana, undang-undang pidana melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah ini dinamakan fungsi melindungi dari undang-undang pidana juga mempunyai fungsi instrumental. 

An selm von feverbach, seorang sarjana hukum pidana jerman (1775-1833). Sehubungan dua fungsi itu, merumuskan asas legalitas secara mantap dalam bahasa latin : 
- Nulla Poena Sine Lege :
Tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undag-undang 
- Nulla poena sine crimine : 
Tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana
- Nullum crimen sine poena legali :
Tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang. 
Dasar perumusan asas legalitas itu sebagai realisasi dari teorinya yang dikenal dengan nama “ Theorie Van Psychologische Zwang ” yang menganjurkan agar dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam peraturan, bukan saja tentang macam pidana yang dicantumkan. 
Selanjutnya berkenaan dengan asas legalitas ini, Roeslan Saleh Mengatakan bahwa asas legalitas mempunyai tiga dimensi : 
a. Dimensi politik hukum
b. Dimensi politik kriminal 
c. Dimensi politik organisasi

B. Asas Nasionalitas

Asas Nasionalitas terbagi menjadi dua : 

1. Asas Nasionalitas Aktif
Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum pidana Indonesia mengikuti warga negaranya kemanapun ia berada. 
Asas ini menentukan, bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana suatu Negara disandarkan pada kewarganegaraan Nasionalitas seseorang yang melakukan suatu perbuatan, dan tidak pada tempatnya dimana perbutan dilakukan. 
Ini berarti, bahwa undang-undang hukum pidana hanya dapat diperlakukan terhadap seseorang warga Negara yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang dan dalam pada itu tidak menjadi persoalan dimana perbuatan itu dilakukannya diluar Negara asalnya, undang-undang hukum pidana itu tetap berlaku pada dirinya. 
Inti asas ini tercantum dalam pasal 5 KUHP yang berbunyi : 
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan republik Indonesia berlaku bagi warganegara Indonesia yang melakukan diluar wilayah indonesia ”.

2. Asas Nasionalitas Pasif
Asas ini menentukan bahwa hukum pidana suatu Negara (Juga Indonesia) berlaku terhadap perbuatan-pebuatan yang dialkuan diluar negeri, jika karena itu kepentingan tertentu terutama kepentingan Negara dilanggar di luar wilayah kekuasaan Negara itu. 
Asas ini tercantum dala pasal 4 ayat 1,2 dan 4 KUHP, kemudian diperluas dengan undang-undang Nomor 4 tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan juga oleh pasal 3 undang-undang Nomor 7 (drt) tahun 1995 tentang tindak pidana ekonomi. 
Disini yang dilindungi bukanlah kepentingan individu orang Indonesia, tetapi kepentingan nasional atau kepentingan umum yang lebih luas. Jika orang Indonesia menjadi korban delik di wilayah Negara lain, yang dilakukan oleh orang asing, maka hukum pidana Indonesia tidak berlaku. Diberi kepercayaan kepada setiap Negara untuk menegakkan hukum di wilayah sendiri. 
Berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu Negara menurut asas ini disandarkan kepada kepentingan hukum (Rechtbelang) menurut Simons : Rechtgoed yang dilanggarnya. Dengan demikian apabila kepentingan hukum dari suatu Negara yang menganut asas ini dilanggar oleh seseorang, baik oleh warga Negara ataupun oleh orang asing dan pelanggaran yang dilakukukan baik diluar maupun didalam Negara yang menganut asas tadi, Undang-undang hak pidana Negara itu dapat diperlakukan terhadap di pelanggar tadi.

C. Asas Territorialitas atau Wilayah

Pertama-tama kita lihat bahwa hukum piadana suatu Negara berlaku diwilayah Negara itu sendiri, ini merupakan yang paling pokok dan juga asas yang paling tua. Logis kalau ketentuan-ketentuan hukum suatu Negara berlaku diwilayahnya sendiri. 
Asas wilayah ini menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan delik diwilayahnya Negara tempat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hukum pidana itu. Dapat dikatakan semua Negara menganut asas ini, termasuk Indonesia. 
Yang menjadi patokan ialah tempat atau wilayah sedangkan orangnya tidak dipersoalkan. Pasal 2 KUHP mengandung asas territorialitas, yang menyatakan aturan pidana (Wettelijke Strafbepalingen) dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana didalam wilayah Indonesia. Asas territorialitas berarti perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi didalam wilayah Negara. Yang dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga Negara maupun orang asing.


KESIMPULAN

Dalam hukum Pidana terkandung asas-asas menurut tempat dan waktu. Dan diantara asas-asas tersebut yaitu, asas legalitas, dan nasionalitas dan territorialitas.
1. Asas Legalitas
Seseorang tidak akan dikenakan hukuman selama berbutannya tidak terkandung dalam ketentuan undang-undang yang telah ditetapkan. 
2. Asas Nasionalitas 
a. Nasionalitas Aktif
Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik hukum pidana Indonesia, mengikuti warga negaranya kemanapun ia berada. 
b. Nasionalitas Pasif 
Asas yang menentukan bahawa hukum pidana suatu Negara berlaku terhadap perbuatan-perbutan yang dilakukan di luar negeri.
3. Asas Territorialitas
perundang-undangan huukum pidana bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah Negara, yang dilakukan setiap orang, baik sebagai warga Negara Walaupun orang asing.

2. Peniadaan Hukum

Alasan penghapus pidana ( strafuitsluitingsground ) diartikan sebagai keadaan khusus yang jika dipenuhi menyebabkan pidana, meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi , tidak dapat dijatuhkan. Alasan penghapus pidana dikenal baik dalam KUHP, doktrin mapun yurisprudensi. Dalam ilmu hukum pidana alasan penghapus pidana dibedakan dalam :

1. Alasan penghapus pidana umum
Adalah alasan penghapus pidana yang berlaku umum untuk setiap tindak pidana dan disebut dalam pasal 44, 48 - 51 KUHP

2. Alasan penghapus pidana khusus
Adalah alasan penghapus pidana yang berlaku hanya untuk tindak pidana tertentu. Misalnya pasal 122, 221 ayat (2), 261, 310, dan 367 ayat (1) KUHP.

Sesuai dengan ajaran daad-dader strafrecht alasan penghapus pidana dapat dibedakan menjadi :

a) Alasan pembenar ( rechtvaardigingsgrond ) yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah actus reus di Negara Anglo saxon.

b) Alasan pemaaf ( schuldduitsluitingsgrond ) yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon.

Selain dikenal adanya dasar penghapus pidana dalam undang-undang maka dikenal pula dasar penghapus pidana diluar Undang-undang. Seperti Misalnya hak mendidik dari orang tua , izin dari orang yang dirugikan (persetujuan) , hak jabatan dari dokter, penghapus pidana putative , peniadaan sifat melawan hukum dalam Arti Materiil maupun tiada kesalahan dalam arti materiil ( Afwezigheid Van Alle Schuld).


3. Poging
Di dalam hukum pidana ada di kenal dengan “Percobaan” atau dalam kata asingnya disebut “Poging”. Percobaan adalah suatu perbuatan yang timbul karena adanya niat sebagaimana telah tampak pada saat permulaan perbuatan, akan tetapi perbuatan tersebut tidak sampai selesai olah karena adanya halangan yang datang dari luar kehendak pembuat.
Ada 3 (tiga) macam unsur yang membuat suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu percobaan yaitu:
1. Adanya niat untuk melakukan kejahatan
2. Niat tersebut telah dimulai dilaksanakan
3. Perbuatan yang dilaksanakan tersebut tidak selesai karena adanya gangguan dari luar diri si pembuat.
Percobaan atau Poging dapat kita lihat di KUHP pada pasal 53, akan tetapi undang-undang tidak memberikan batas-batas tertentu mengenai arti percobaan itu, hanya mengemukakan ketntuan mengenai syarat-syarat agar percobaan menuju ke arah kejahatan itu dapat dihukum.
Menurut Pasal 53 KUHP , agar percobaan melakukan kejahatan (pelanggaran tidak) dapat dihukum, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Apabila maksud untuk melakukan kejahatan itu sudah nyata
- Tindakan untuk melakukan kejahatan itu sudah dimulai
- Perbuatan tersebut cenderung menuju kearah kejahatan itu tidak terlaksana, karena pengaruh keadaan yang timbul kemudian, tetapi bukan karena kehendak si pelaku itu sendiri.. 
Di dalam Pasal 53 (2) KUHP menyebutkan bahwa maksimum utama yang diadakan bagi kejahatan dikurangkan dengan sepertiganya dalam hal percobaan, ini menjelaskan bahwa dicantumkannya Pasal 53 dalam suatu peristiwa pidana tujuannya adalah untuk memperingan hukuman. Jadi karena adanya pengurangan ancaman hukumannya dengan sepertiga itulah akhirnya percobaan disebut juga sebagai unsur memperingan hukuman.Percobaan dapat dikatakan sebagai peringan hukuman karena tindak kejahatan telah dilakukan atau telah dimulai akan tetapi perbuatan tersebut tidak terselesaikan karena adanya halangan yang datangnya bukan dari diri si pelaku.
Bahwa dengan dimulainya suatu tindak pidana berarti bahwa pelanggaran atas ketentuan-ketentuan pidana telah dimulai pula. Contohnya saja pelanggaran terhadap pencurian sebagaimana dimaksud dalam pasal 362 KUHP yang memberi ancaman 5(lima) tahun maximum, namun karena perbuatan pencurian tersebut belum selesai dilaksanakan, sehingga dipergunakanlah sebagai alasan untuk mengurangi ancaman maximum itu dengan sepertiganya menjadi kurang lebih 3,4 (tiga tahun empat bulan)


Saturday, March 29, 2014

March 29, 2014

Place for a romantic honeymoon in Bali

Place for a romantic honeymoon in Bali

Bali is an exotic island. Bali is located on the east side of the island of Java, and are separated by the Bali Strait. The island became a tourist destination in Indonesia, especially during the holiday season such as when entering the school holidays or at the turn of the year. Because of its natural beauty, Bali is one of the favorite tourist attractions in Indonesia. Due to a variety of wealth into the attraction, Bali never used the setting of a Hollywood movie titled Eat, Pray and Love.
For newlyweds, it is appropriate to choose the island as a place for honeymoon. You want to honeymoon in Bali but do not know the right place?
Relax, here are some places in Bali that I recommend for your honeymoon :

Ubud

Ubud is often called ' Heaven for Spa Lovers ' . The newlyweds will be presented with a beautiful village atmosphere , views of green mountains and terraced rice fields . Ubud is famous as a resort , especially among tourists from Europe . In addition Ubud is also famous as a center for arts in Bali . This area is also believed to provide comfort and tranquility especially for newlyweds who want privacy .


Kintamani 

Kintamani is located adjacent to Mount Batur. The atmosphere is not crowded and cold the main attraction for this place. beauty of Mount and Lake Batur when you wake up in the morning adds to the charm of the beauty of this region. Kintamani you can make an alternative for those who want a honeymoon.


Nusa Lembongan and Nusa Penida 

the island of Nusa Lembongan and Nusa Penida is separate from the main island of Bali, but still includes the province of Bali. For here, we can hire a speed boat. The island is still natural. For new couples who want to enjoy the beautiful beaches of Bali but with a quieter, two islands is feasible for you to make your honeymoon spot.


Jimbaran Beach 
This beach is famous for its seafood. Since the past this region is known as the fishing grounds. if you come to this beach, you can find dozens of restaurants serving cuisines shore sea. Visitors are free to choose their own way of cooking. The most appropriate time is late afternoon promenade. While enjoying delicious dishes accompanied by melodious jazz song, you can also watch the sunset that is so captivating that will add a romantic impression of your honeymoon.


Do not forget to prepare are all you need, especially to bring enough money.


Bali is BEAUTIFUL, Bali is FUN. There are a variety choices when you are having holiday in Bali. As well as sea and sand however Bali has a huge number of other attractions to enjoy such as temples, caves, waterfalls, lake, whitewater river for Bali rafting tours, museums, markets, safari & water park, zoo, bird park.
So what are you waiting for? LET'S VISIT BALI !
Click Here for more information

Friday, March 28, 2014

March 28, 2014

Keuntungan dan kelemahan jaminan fidusia

Keuntungan dan kelemahan jaminan fidusia
Keuntungan jaminan fidusia
A. Pemilik barang lebih diuntungkan dengan jaminan ini karena yang berpindah hanya haknya saja bukan barang yang dijaminkan
B. Terdapat perjanjian yang zakelijk
C. Adanya title untuk peralihan hak

kelemahan jaminan fidusia
A. Penerima jaminan hanya menerima hak dari barang yang dijaminkan dan tidak dapat menikmati barangnya hal ini berbanding terbalik dengan gadai.
B. Hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah utangnya maka sisa hasil penjualan baru bisa dikembalikan kepada pemberi fidusia.
Apakah dengan hapusnya jaminan fidusia dalam hal hapusnya utang yang dijamin perlu dilakukan pengalihan kembali hak atas kepemilikan oleh penerima fidusia kepada pemberi fidusia ?
Hapusnya jaminan fidusia yakni karena hal-hal sebagai berikut:
a) hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia. Yang dimagsud dengan hapusnya utang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang duat kreditur
b) pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau
c) musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klain asuransi (pasal 25 undang undang nomor 42 tahun 1999)

Pengalihan Fidusia
diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 24 undang undang no 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Adnya pengalihan hak atas utang (cession), yaitu pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta autantik maupun akta di bawah tangan. Sedangkan yang dimagsud dengan mengalihkan disini adalah termasuk dengan menjual dan menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya. Pengalihan hak atas utang dengan jaminan fidusia dapat dialihkan oleh penerima fidusia kepada penerima fidusia baru (kreditur baru). Kreditur baru inilah yang akan melakukan pendaftaran tentang beralihnya jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia.

Pengalihan Kembali Hak Atas Kepemilikan Oleh Penerima Fidusia kepada Pemberi Fidusia
dengan adanya cession, maka segala hak dan kewajiban penerima fidusia lama beralih kepada penerima fidusia baru (kreditur baru) dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada pemberi fidusia.
Pemberi fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek fidusia, karena jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia daam tangan siapapun benda tersebut berada.
Pengecualian dari ketentuan ini adalah bahwa pemberi fudusia dapat mengalihkan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.



March 28, 2014

Lapisan Ilmu Hukum

Lapisan Ilmu Hukum
Ada beberapa Lapisan Ilmu Hukum :

1.Filsafat Hukum 

Filsafat hukum merupakan induk dari semua disiplin yuridik, karena membahas masalah masalah fundamental yang yang tidak akan pernah berakhir.
Filsafat ukum tersusun atas proposisi proposisi normative dan evaluative, walaupun informative juga ada didalamnya.
Karakteristik filsafat hukum yaitu mendasar/radikal, menyeluruh/holistic/totalistic, spekulatif.

2.Teori Hukum

Teori hukum mempunyai makna ganda yaitu :
Teori hukum sebagai produk, sebab rumusan merupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum.
Teori hukum sebagai proses, Karena teori hukum merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum.
Teori hukum adalah jalan ilmiah metodikal untuk memperoleh pemahaman teoritikal dan memberikan penjelasan secara global tentang gejala gejala hukum.
Ruang lingkup teori hukum menurut (otje salman dan anthon f. susanto) yaitu :
o Mengapa hukum berlaku?
o Apa dasar kekuatan mengikatnya?
o Apa yang menjadi tujuan hukum?
o Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami?
o Apa hubungan dilakukan oleh hukum?
o Bagimana hukum yang adil

Persamaan dan Perbedaan Teori Hukum Dengan Filsafat Hukum :
  • Antara teori hukum dan filsafat hukum sangat berdampingan erat, bahkan ada kalanya sangat sulit dibedakan.
  • Tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai nilai hukum dan postulat postulatnya hingga dasar dasar filsafatnya yang paling dalam
  • Filsafat hukum juga membicarakan teori hukum, tetapi filsafat hukum tidak mengajukan suatu teori hukum
  • Filsafat hukum dan teori hukum sama sama tidak membatasi diri pada ius constitutum, melainkan juga pada ius constituendum
  • Teori hukum bertitik tolak dari suatu teori (hypothesis) filsafat hukum merupakan diskursus terbuka yang tidak membatasi diri pada postulat,premis atau metode.


3. Dogmatik Hukum
Mempelajari aturan aturan hukum dari sudut pandang technical dan methodical
Bertujuan untuk praktik hukum
Objek kajian pada hukum positif
Mempelajari asas asas dan pengertian hukum.

Karakteristik Lapisan Ilmu Hukum

o  Filsafat hukum
Konsep : grondbegrippen
Eksplanasi : reflektif
Sifat          : spekulatif
o  Teori hukum
Konsep :algemene begrippen
Eksplanasi :analitis
Sifat         :normative empiris
o  Dogmatic hukum
Konsep : technischjuridisch begrippen
Eksplanasi : teknis yuridis
Sifat         : normative

Meuwissen Mengemukakan ada Lima Dalil dari Filsafat Hukum yang Terkait dengan Teori Hukum dan Dogmatik Hukum, yakni:
  • Filsafat hukum adalah filsafat. Karena itu, ia merenungkan semua masalah fundamental dan masalah marginak yang berkaitan dengan gejalan hukum.
  • Tiga tataran abstraksi refleksi teoretikal atas gejala hukum, yakni ilmu hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Filsafat hukum berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk pengembanan hukum teoretikal dan pengembanan hukum praktikal.
  • Pengembanan hukum praktikal atau penanganan hukum secara nyata dalam kenyataan kehidupan sungguh-sungguh mengenal tiga bentuk: pembentukan hukum, penemuan hukum dan bantuan hukum. Di sini terutama Ilmu hukum dogmatika menunjukkan kepentingan praktikalnya secara langsung.
  • Tema terpenting dari filsafat hukum berkaitan dengan hubungan antara hukum dan etika. Ini berarti bahwa diskusi yang sudah berlangsung sangat lama antara para pengikut Aliran Hukum Kodrat dan para pengikut Positivisme hingga kini masih tetap aktual. Hukum dan etika dua-duanya merumuskan kriteria untuk penilaian terhadap perilaku (tindakan) manusia: namun mereka melakukan hal ini dari sudut titik pandang yang berbeda. Hukum adalah suatu momen dari etika.
  • Dalil kelima: filsafat hukum adalah refleksi secara sistematikal tentang “kenyataan” dari hukum. “kenyataan hukum” harus dipikirkan sebagai realisasi (perwujudan) dari Ide hukum (cita-hukum). Dalam hukum positif kita selalu bertemu dengan empat bentuk: aturan hukum, putusan hukum, figur hukum (pranata hukum), lembaga hukum. Lembaga hukum terpenting adalah Negara. Tetapi hanya kenyataan hukum, juga filsafat hukum harus direfleksikan secara sistematikal. Filsafat hukum adalah sebuah “system terbuka” yang didalamnya semua tema saling berkaitan satu dengan yang lainnya.



March 28, 2014

Contoh Makalah Hukum Investasi Perkembangan Pengeturan Penanaman Modal Di Indonesia Dilihat Dari UU No.25 Tahun 2007

Contoh Makalah Hukum Investasi Perkembangan Pengeturan Penanaman Modal Di Indonesia Dilihat Dari UU No.25 Tahun 2007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang melandasi pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan mendasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.Dalam perkembangannya, kesemua peraturan perundang-undangan tersebut di atas telah digantikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif sehingga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Mendasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk mengetahui secara mendalam mengenai dampak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, khususnya terhadap penanaman modal di Indonesia ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul ”PERKEMBANGAN PENGATURAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA DILIHAT DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimanakah pembaruan yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007?
1.2.2 Peranan investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan perekonomian Indonesia serta dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1.3.1 untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pembaruan yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 serta peran Peranan investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan perekonomian Indonesia serta dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Hal-hal baru yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Pengertian penanaman modal asing dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, modal asing tidak hanya diartikan direct investment tetapi juga meliputi pembelian saham (portofolio) Pasal 1 butir 10 jo. Pasal 5 ayat (3). Dengan demikian, pintu masuk PMA lebih diperluas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
2. Pihak investor. Lain halnya dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, yang membuka kesempatan bagi Negara, perseorangan, badan usaha, badan hukum yang semuanya berasal dari luar negeri dapat menanamkan modalnya di Indonesia (Pasal 1 butir 6).
3. Perlakuan terhadap investor. Perlakuan yang sama diberikan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dalam Bab V. PMA diperlakukan sama dengan PMDN. Di samping itu, PMA dari negara mana pun, pada prinsipnya diperlakukan sama, kecuali dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
4. Pelayanan satu pintu. Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan pelayanan satu pintu kepada PMA dan Terdapat kepastian hukum dalam kemudahan pelayanan melalui satu pintu.
5. Perizinan dan kemudahan masuknya tenaga kerja asin, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 karena tenaga kerja asing lebih mudah masuk ke Indonesia. Memang, tenaga kerja warga Negara Indonesia harus tetap diutamakan, namun, investor tetap memiliki hak menggunakan tenaga ahli WNA untuk jabatan dan keahlian tertentu (Pasal 10).
6. Pajak Undang-Undang, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak hanya fasilitas pajak saja namun diberikan fasilitas fiscal, lebih luas cakupannya mengingat pajak hanyalah salah satu bagian dari fiscal. Sehingga, pemberian fasilitas kepada investor asing lebih besar karena tidak hanya pemberian fasilitas pajak namun lebih dari itu yaitu berupa fiscal. Hal ini lebih menguntungkan investor asing.
7. Negative list, Kelonggaran dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 karena tidak dicantumkan jenis usaha yang masuk dalam negative list (Pasal 11). Negative list tersebut diatur kemudian dalam peraturan perundang-undangan. Ini berarti, jenis usaha yang dapat diberikan kepada investor asing lebih fleksibel dan lebih terbuka.
8. Peranan daerah. Kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga terbuka lebih lebar. Pasalnya, dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Pemerintah daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal, berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Uraian di atas menggambarkan citra baru penanaman modal asing di Indonesia melalui pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang diharapkan dapat meningkatkan investasi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 nampak lebih terbuka baik dari cara penanaman modal asing masuk, subyek investor asing yang semakin beragam maupun bidang usaha yang dapat diusahakan penanaman modal asing, serta peranan daerah dalam mengundang penanaman modal asing secara langsung.
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga meningkatkan kepastian hukum terutama dalam pelayanan dan pemberian perijinan.

B. Peranan investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan perekonomian Indonesia serta dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia

FDI bermula saat sebuah perusahaan dari satu Negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di Negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di Negara asal (home country) bisa mengendalikan perusahaan yang ada di Negara tujuan Investasi (host country) baik sebagian atau seluruhnya.
Indonesia telah ditetapkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) dikeluarkan untuk menarik investasi asing guna membangun ekonomi nasional, yang memiliki wewenang dalam hal ini adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi langsung luar Negeri. FDI kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis. Perubahan yang sangat besar telah terjadi baik dari segi ukuran, cakupan, dan metode FDI dalam dekade terakhir. Perubahan-perubahan ini terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di berbagai industri. Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang makin murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan jauh lebih mudah. Investor asing merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi karena mampu memberikan kontribusi pada ukuran-ukuran ekonomi nasional seperti produk Domestik Bruto (PDB/GDP), Gross Fixed Capital Formation (GFCF, total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo pembayaran. Mereka juga berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara tuan rumah atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu-FDI menjadi sumber tumbuhnya teknologi, proses, produk, produk sistem organisasi, dan keterampilan manajemen yang baru.
Hal ini pula yang dialami Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto, para investor asing datang berbondong-bondong ke Indonesia untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Di bidang pertambangan, kehutanan, perkebunan, dan juga tekstil serta manufaktur dari Negara-negara Barat, dan juga Jepang terus mengalir. Pada periode ini merupakan masa pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan PDB riil rata-rata tiap tahun sebesar 7,7 persen, hal ini dapat terlaksana karena adanya bantuan dari para investor asing yang sedemikian percaya untuk menanamkan modal di Indonesia. Kendati pada akhirnya para FDI mengetahui bahwa pelaksanaan kebijakan pembangunan ekonomi sarat akan KKN, namun mereka sepertinya menutup mata.
Undang-Undang Penanaman Modal Pertama (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) yang dikeluarkan oleh orde baru di bawah pemerintahan Soeharto sebenarnya mengatakan dengan jelas bahwa beberapa jenis bidang usaha sepenuhnya tertutup bagi perusahaan asing. Pelabuhan, pembangkitan, dan transmisi listrik, telekomunikasi, pendidikan, penerbangan, air minum, KA, tenaga nuklir, dan media massa dikategorikan sebagai bidang usaha yang bernilai stragtegis bagi negara dan kehidupan sehari-hari rakyat banyak, yang seharusnya tidak boleh dipengaruhi pihak asing (Pasal 6 ayat 1). Setahun kemudian, Undang-Undang penanaman Modal Dalam negeri (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968) menyatakan: “Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional” (Pasal 3 ayat 1). Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan. Namun kemudian, Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin investor asing bisa memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang “... pelabuhan; produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi; penerbangan, pelayaran, KA; air minum, pembangkit tenaga nuklir; dan media massa “ (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1).
Investor asing merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang kemudian mampu menstabilkan kembali perekonomian Indonesia, serta mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan-kemudahan yang condong berlebihan kepada investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Secara gamblang memang terkesan adanya upaya untuk menarik minat investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia, dengan segala cara, namun tanpa disadari kondisi tersebut akan menjadikan bangsa Indonesia bagaikan dalam penjajahan yang kedua.
Disadari atau tidak, dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada penanam modal asing sebagaimana telah diuraikan, akan menjadikan bangsa Indonesia semakin kalah bersaing di negerinya sendiri. Bangsa Indonesia akan menjadi pembantu di rumahnya sendiri.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi, logikanya dengan pembatasan-pembatasan yang ada pada Undang-Undang PMA lama saja bangsa Indonesia sudah sangat ketat dalam bersaing apalagi dengan diberikannya fasilitas-fasilitas “empuk”. Banyak dijumpai kasus-kasus yang menunjukkan sangat dominannya pengaruh asing dalam bisnis di Indonesia, hal ini tentunya akan menjadi lebih parah lagi apabila Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007tetapdiberlakukan.
Sebenarnya, strategi untuk menarik investasi masuk ke Indonesia tidak perlu mengobral semurah-murahnya kekayaan alam. Apabila mencermati yang terjadi dalam praktek, kurangnya minat investastor asing untuk menanamkan modal Indonesia lebih condong disebabkan karena faktor-faktor birokrasi yang njelimet, belum lagi adanya aparat pemerintah yang mata duitan, misalnya birokrasi perizinan baik ijin lokasi, IMB, amdal, ijin lingkungan, domisili, dan lain sebagainya, banyak dijumpai adanya birokrasi yang berbelit-belit dan aparat yang seakan-akan minta jatah.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, akan memperparah keadaan, memang diakui penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tersebut dalam waktu sekejap akan banyak mengundang investor, namun dalam jangka panjangnya para investor tersebut akan menguasai obyek-obyek vital perekonomian Indonesia sedangkan bangsa Indonesia tidak hanya sekedar menjadi pembantu di rumahnya sendiri tetapi akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri.
Demikianlah dampak-dampak dari adanya kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada penanam modal asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pembaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Nampak lebih terbuka baik dari cara penanaman modal asing masuk, subjek investor asing  yang semakin beragam maupun bidang usaha yang dapat diusahakan penanaman modal asing secara langsung dan meningkatkan kepastian hukum terutama dalam pelayanan dan pemberian perijinan.
Investor asing merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang kemudian mampu menstabilkan kembali perekonomian Indonesia, serta mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya dalam kurun waktu yang relatif singkat. Namun dampak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, akan memperparah keadaan, memang diakui penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tersebut dalam waktu sekejap akan banyak mengundang investor, namun dalam jangka panjangnya para investor tersebut akan menguasai obyek-obyek vital perekonomian Indonesia sedangkan bangsa Indonesia tidak hanya sekedar menjadi pembantu di rumahnya sendiri tetapi akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri.
3.2 saran saran
Agar undang undang no 25 tahun 2007 ini terus dikaji sehingga kedepannya nanti perkembangan ekonomi bangsa Indonesia dapat semakin berkembang.
Guna mengantisifasi dampak dari diterbitkannya undang undang no 25 tahun 2007, hendaknya pemerintah membantu percepatan pengembangan pengusaha local agar tidak menciptakan kesenjangan yang jauh dengan pengusaha asing yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Salim, H dan Budi Sutrisno.2012.Hukum Investasi di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.
Perundang-undang:
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri


Tuesday, March 25, 2014

March 25, 2014

Penerima barang harus membayar biaya pengangkutan walaupun barang yang diterima tidak sesuai

Penerima barang harus membayar biaya pengangkutan walaupun barang yang diterima tidak sesuai
Sebelum menyelanggrakan pengangkutan terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian pengangkutan itu adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan atau barang dari satu tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar pengankutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.
            Undang-undang pengangkutan menentukan bahwa pengangkutan baru diselenggarakan setelah biaya pengangkutan dibayar terlebih dahulu, akan tetapi di samping ketentuan Undang-Undang Pengangkutan, juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya pengangkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa dan menurunkan atau membongkar kecuali apabila dalam perjanjian ditentukan lain. Pengangkutan dalam arti luas ini erat hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut apabila terjadi peristiwa yang menimbukan kerugian, artinya tanggung jawab pengangkut mulai berjalan sejak penumpang diturunkan dari alat pengangkut atau barang dimuat ke dalam alat pengangkut sampai penumpang diturunkan dari alat pengangkut atau barang dibongkar dari alat pengangkut atau diserahkan kepada penerimanya. Tanggung jawab dapat diketahui dari kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian pengangkutan atau Undang-Undang Pengangkutan. Yang mana kewajiban utama pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan. Kewajiban utama mengangkut sejak penumpang atau pengirim barang melunasi biaya pengangkutan.
            Kedudukan penerima ini kemungkinan dapat sipengirim sendiri (berkedudukan sebagai penerima) tetapi dapat pula orang lain yang ditunjuk sebagai penerima dalam perjanjiann (berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan), yang ini adalah sifat hukumnya seperti yang diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata yaitu :
“ lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seseorang pihak ketiga apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, menurut suatu janji seperti itu.”
Ayat (2)
“ Siapa yang telah memperjanjikan seperti itu, tidak boleh menarik kembali, apabila pihak ketiga telah menyatakan kehendak mempergunakannya”. (nah ini adalah merupakan janji khusus).
Pihak ketiga yang berkepentingan ini mempunyai hak dan kewajiban sebagai akibat dari kedudukan hukumnya, diantaranya adalah hak untuk memanfatkan janji khusus dalam perjanjian pengangkutan tersebut yaitu untuk menerima barang.
            Hak untuk menerima oleh sipenerima diperoleh sejak penerima menyatakan kehendaknya yang dituangkan dalam perjanjian antara pengangkut dan pengirim (pasal 1317 ayat (2) KUHPerdata). Demikan pula, sejak ini pula penerima tidak dapat mengubah tujuan penerimaan barang, kecuali dengan persetujuan sebelumnya dari pengirim dan pengangkut (pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata). Sejak penerima mendapatkan haknya untuk menerima barang, secara otomatis menjadi pihak ketiga yang berkepentingan dalam hukum pengangkutan, dan berkewajiban membayar uang pengangkutan, kecuali diperjanjikan lain (janji khusus), bahwa tanggung jawab pengiriman menjadi tanggung jawab penerima.
Pasal 491 KUHD merumuskan :
“ Setelah barang angkutan diserahkan ditempat tujuan, maka sipenerima wajib membayar uang angkutan dan semua yang wajib dibayar menurut dokumen-dokumen, atas dasar mana barang tersebut diterimakan kepadanya”
Jadi dalam perjanjian pengangkutan pada umunya pengirim yang membayar biaya pengangkutan, namun apabila pengirim telah melimpahkan tanggung jawabnya kepada penerima, penerima lah yang memembayar biaya pengiriman. Namun kaitannya dalam hal ini  apabila pengirim sudah terlebih dahulu membayar biaya pengangkutan, akan tetapi apabila penerima menerima barang yang tidak sesuai dengan barang yang diharapkan, pengirim yang harus membayar ganti rugi. Penerima tidak diperbolehkan membayar biaya pengangkutan sekalipun  barang yang diterimanya tersebut tidak sesuai ataupun rusak, karena apabila barang tersebut tidak sesuai itu bukan merupakan kesalahan dari pengangkut itu sendiri. Hal tersebut biasa terjadi akibat kesalahan dari pengirim. Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 491 KUHD yang telah dijelaskan diatas bahwasannya penerima wajib membayar uang pengangkutan.



March 25, 2014

Kewajiban dan tanggung jawab pengangkut dalam angkutan umum di darat

Kewajiban dan tanggung jawab  pengangkut dalam angkutan umum di darat
Dari perjanjian pengangkutan barang-barang tersebut terbit bagi mereka perikatan untuk memberi, pasal 1235 KUHPerdata. Bersambung dengan pasal-pasal 1338 ayat-ayat 1 dan 3 KUHPerdata. Perikatan di muka berarti : dengan mentaati perjanjian pengangkutan inkonkreto, pengangkut dengan etikad baik harus menyelenggarakan pengangkutan barang-barang yang dipercayakan kepadanya itu dengan sebaik-baik dan dengan sendiri juga dengan secepat-cepatnya; lagi pula pengankut selama pengangkutan, ialah mulai diterimanya barang-barang sampai diserahkannya kepada (biasanya) pihak dialamati di tempat tujuan, harus memeliharanya dengan baik-baik juga, ialah sepertinya ia seorang rumah orang yang baik terhadap barang-barang pengangkutan itu. Ini bagi pengangkut berarti melakukan segala ikhtiar agar barang-barang pengangkutan itu dengan lengkap dan utuh tidak rusak dan berkurang dapat diserahkan di tempat tujuan kepada yang berhak menerimanya.
Sebagai prestasi balasan haruslah dibayar biaya pengangkutan kepada pengangkut. Karena biasanya pihak pengirim itu adalah lain orang dari pada pihak penerima dapat pula diperjanjikan, apakah pembayaran biasanya pengangkutan itu sudah harus dibayar pada ketika mengirimkan barang-barang atau pada saat penerima barang-barang ditempat tujuan oleh penerima.
                        Dalam hal ini, kewajiban utama pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen pengangkutan, sebagai imbalan haknya memperoleh biaya pengangkutan dari penumpang atau pengirim. Pihak-pihak dapat memperjanjikan bahwa disamping kewajiban utama, pengangkut wajib:
a.       Menjaga dan merawat penumpang serta memelihara barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya.
b.      Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian atau tujuan dengan aman dan selamat.
c.       Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau tidak terlambat.
Perusahaan pengangkutan umum wajib menggembalikkan biaya pengangkutan yang telah dibayar oleh penumpang atau pengirim jika terjadi pembatalan pemberangkatan kendaraan umum.[1] Untuk memenuhi kewajiban utama pengembalian biaya pengangkutan, pengangkut berhak memperoleh kembali dokumen pengangkutan dari penumpang atau pengirim sebgai bukti bahwa biaya pengangkutan memang sudah dibayar lunas sebelumnya dan sesduah dikembalikan kepada penumpang atau pengirim.
Pengangkut wajib menggunakan kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang dalam penyelenggarakan pengangkutan darat. Kendaraan bermotor untuk penumpang adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk pengangkut penumpang baik dengan mauapun tanpa tempat bagasi. Ketentuan ini dimaksudkan terutama untuk menjga keselamtan dan keamanaan penumpang. Oleh karena itu penggunaaan kendaraan bermotor untuk barang dilarang digunakan menggangkut penumpang. Disamping itu dapat diperjanjikan pula bahwa pengangkut tidak wajib atau menolak mengangkut barang yang dilarang undang-undang atau membahayakan ketertiban dan kepentingan umum. Barang yang dilarang itu misalnya, barang selundupan, petasan, berbagai jenis narkotik, ecstasy, minuman keras dan hewan yang dilindungi. 
Tanggung jawab pengangkut
Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim, atau pihak ketiga karena kelalaian nya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan.[2] Selama pelaksanaan pengangkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kepada perusahaan pengangkutan umum dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim, yang timbul karena pengangkutan yang dilakukaknnya. Dengan beban tanggung jawab ini, pengangkut didorong supaya berhati-hati dalam melaksanakan pengangkutan. Untuk mengantisipasi tanggung jawab yang timbul, perusahaan pengangkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya. [3]
            Tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum terhadap penumpang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan yang telah disepakati. Demikian juga halnya dengan tanggung jawab terhadap pemilik barang(pengirim) dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima.
            Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga. Kerugian secara nyata ini adalah ketentuan undang-undang yang tidak boleh disampingi oleh pengangkut melalui ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa (dwingend recht). Tidak termasuk dalam pengertian kerugian yang secara nyata diderita, antara lain :
a.       Keuntungan yang diharapkan akan diperoleh;
b.      Kekuranganyamanan akibat kondisi jalan atau jembatan yang dilalui selama dalam perjalanan; dan
c.       Biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.

Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut muatannya yang ditinggalkan di jalan. Ini dapat diartikan jika muatan (penumpang dan barang) yang ditinggalkan di jalan itu menderita kerugian, pengemudi dan pemilik kendaraan wajib membayar ganti kerugian bersama-sama secara tanggung renteng.
Pengemudi bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang ataupemilik barang atau pihak ketiga yang timbul karena kelalaian atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Dalam hal kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu orang pengemudi, maka tanggung jawab atas kerugian materi yang ditimbulkannya ditanggung secara bersama-sama (tanggung renteng). [4]
Dari perikatan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim barang, timbul suatu hukum yang saling mengikat antara para pihak yang terkait dalam perikatan tersebut. Adapun hukum yang mengikat tersebut adalah berupa hak dan kewajiban. Dan kami menitikberatkan pada pembahasan tentang tanggung jawab yang berkenaan dengan pengangkut atas barang angkutannya.
Kewajiban-kewajiban pengangkut pada umumnya antara lain adalah:
1.Mengangkut penumpang atau barang-barang ke tempat tujuan yang telah ditentukan.
 2.Menjaga keselamatan, keamanan penumpang, bagasi barang dengan sebaik-baiknya.
3.Memberi tiket untuk pengangkutan penumpang dan tiket bagasi.
4.Menjamin pengangkutan tepat pada waktunya.
5.Mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Dari bahasan diatas, dapat dipahami tentang adanya unsur tanggung jawab pengangkut atas sesuatu yang diangkutnya tersebut. Dalam KUHD, pertanggungjawaban pengangkut diatur dalam pasal 468. Pada ayat (1), dinyatakan bahwa pengangkut wajib menjamin keselamatan barang dari saat diterimanya hingga saat diserahkannya. Pada ayat (2) dijelaskan tentang penggantirugian atas barang dan ketentuannya, dan pada ayat (3), bahwa pengangkut bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh awaknya dan atas alat-alat yang digunakannya dalam pengangkutan.
Drs. Suryatin, dalam bukunya Hukum Dagang I dan II (Pradnya Paramita, 1983, hal 223-225) tentang pertanggungan jawab adalah sebagai berikut;
 Oleh karena dalam ayat (2) disebutkan “tidak dapat dicegah maupun dihindarkan secara layak”, maka harus dipertimbangkan apakah kerugian-kerugian yang diderita tadi dapat dicegah atau dihindarkan atau tidak, menurut daya kemampuan si pengangkut. Dan adanya perkataan “secara layak”, maka pertanggungjawaban si pengankut tergantung pada keadaan dan/atau kejadian yang tidak dapat dipastikan terlebih dahulu. Sehingga pertanggungjawabannya merupakan pertanggungjawaban secara relatif.

Berbeda dengan ayat (3), yang merupakan suatu pertanggungjawaban secara mutlak. Dan si pengangkut harus menyelidiki kemampuan pekerjanya dan alat yang akan digunakannya. Dan apabila terjadi pencurian barang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 469 KUHD, maka pengangkut hanya bertanggung jawab kalau ia diberitahu akan sifat dan harga barang sebelum diserahkan atau pada waktu diserahkan. Hal ini bertujuan agar pengangkut dapat mengetahui berat-ringan resiko yang dibebankan kepadanya. Ketentuan pada pasal 469 KUHD ini dikuatkan oleh pasal 470, dimana ditentukan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab apabila ia diberi keterangan yang tidak benar tentang sifat dan harga barang yang bersangkutan. Berkaitan dengan tanggungjawabnya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 468 KUHD, maka dalam pasal 470 KUHD si pengangkut tidak dibenarkan untuk mengadakan perjanjian untuk mengurangi atau menghapuskan tanggung jawabnya. Dalam pasal ini juga ditekankan bahwa pengangkut dapat diberi keringanan berkenaan dengan besarnya resiko yang menjadi bebannya. Sungguhpun pengangkut dapat mengurangi pertanggungjawabannya, namun perjanjian semacam itu tidak dapat berlaku, bila ternyata kerugian tersebut terjadi atas kelalaian pengangkut atau bawahan-bawahannya, sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 471 KUHD.
Dari bahasan diatas, tentu ada acuan dasar pertanggungjawaban pengangkut terhadap sesuatu yang diangkut olehnya.
Akan tetapi tanggung jawab pengangkut dibatasi oleh Undang-Undang pengangkutan. Undang-undang pengangkutan menentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang ditimbul akibat kesalahan atau kelalaian pengangkut. Namun mengenai kerugian yang timbul akibat:
a.       Keadaan memaksa (force majeur)
b.      Cacat pada penumpang atau barang itu sendiri. Dan
c.       Kesalahan atau kelalaian penumpang atau pengirim
Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian. Pembatasan atau pembebasan tanggung jawab pengangkut, baik yang ditentukan dalam UU Pengangkutan maupun perjanjian pengangkutan disebut eksonerasi (pembatasan atau pembebasan tanggung jawab).
Luas tanggung jawab pengangkut diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata indonesia. Pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita, dan bunga yang layak diterima jika dia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyelamatkan barang muatan.[5] Biaya, kerugian, dan bunga pada umumnya terdiri atas kerugian yang telah diderita dan laba yang seharusnya akan diterima.[6] Apabila tanggung jawab tersebut tidak dipenuhi, dapat diselesaikan melalui gugatan kemuka pengadilan yang berwenang atau gugatan melalui arbitrase.


[1] Pasal 44 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
[2] Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
[3] Pasal 46 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
[4] Pasal 28 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[5] Pasal 1236 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
[6] Pasal 1246 Kitab Undang-Undan Hukum Perdata Indonesia.





Tuesday, March 18, 2014

March 18, 2014

Ciri- Ciri Badan Hukum

Ciri- Ciri Badan Hukum

Rumusan ciri-ciri badan hukum yang disimpulkan dari pendapat dan teori :

Prof. R. Subekti
1. Suatuba dan atau perkumpulan
2. Memiliki hak
3. Melakukan perbuatan sendiri
4. Memiliki kekayaan sendiri
5. Dapat menggugat, dan
6. Digugat di depan hakim

Prof. Wirjono Prodjodikoro
1. Badan manusia perorangan
2. Bertindak dalam hukum
3. Mempunyai hak dan kewajiban
4. Perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain

Teori Fictiedari Von Savigny
1. Buatan Negara saja
2. Menurut alam manusia saja sebagai subjek hukum, sedangkan
3. Badan hukum hanya fiktif belaka yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada
4. Diciptakan seseorang dalam bayangan suatu pelaku yaitu badan hukum sebagai subjek hukum yang dipersamakan dengan manusia.

Teori Harta Kekayaan dari Brinz
1. Manusia saja sebagai subjek hukum tetapi hak-hak atas kekayaan tidak bisa dibantah
2. Tiada manusia sebagai pendukung hak-hak tersebut
3. Hak dalam badan hukum adalah hak yang tidak ada yang mempunyai
4. Penggantinya adalah harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan

Teori Organ dari Otto Von Gierke
1. Kenyataan yang sama seperti manusia dalam pergaulan hukum
2. Mempunyai kemauan atau kehendak sendiri
3. Dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya
4. Merupakan kehendak badan hukum
5. Digambarkanbadanhukumsamasepertimanusia

Teori Propriete Collective dari Planiol
1. Hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya hak dan kewajiban bersama para anggota
2. Orang yang terhimpun merupakan satu kesatuan
3. Pribadi yang dinamakan badan hukum hanyalah merupakan konstruksi yuridis.