April 2013 - Feel in Bali

Saturday, April 27, 2013

April 27, 2013

ETIKA DAN MORALITAS

ETIKA DAN MORALITAS

PENGERTIAN ETIKA

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :

1. ilmu tentang oral (akhlak); apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban.
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Ajaran etika dalam Weda mencangkup bidang yang sangat luas, antara lain :
Kebenaran
Kasih
Tanpa kekerasan
Keluhuran budhi pekerti
Membenci sifat buruk
Mengembangkan sifat ramah dan manis
Kesucian hati
Sejahtera, damai, bahagia, moralitas
Wiweka (kemampuan membedakan sifat baik dan buruk)
Dll

Dalam kitab suci Sarasamuscaya: sloka 2-3-4 disebutkan sebagai berikut

“Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leluhurlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya(pahalanya) menjadi manusia” (Sarasamuscaya 2).

“Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati, sekalipun hidupmu  tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun” (Sarasamuscaya 3).

“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama: sebabnya  karena demikian ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang ) dengan jalan berbuat baik: demikianlan keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia(Sarasamuscaya 4)


Dalam Beghavadgita Sri Krisna : XVI. 1-2-3 ada dua macam kecenderungan (sifat,prilaku) manusia :

“Sri Bhagawan; keberanian, kemurnian pikiran, bijaksana dalam membagi pengetahuan dan konsentrasi, amal sedekah, pengendalian diri dan berkorban, belaja kitab Suci, melakukan tanpa dan berbuat kejujuran” (1)

“Tanpa kekerasan, kebenaran, bebas dari kemarahan, tanpa pamrih, tenang, benci dalam mencari kesalahan, welas asih terhadap makhluk hidup, bebas dari kelobaan, sopan, kerendahan hati dan kemantapan” (2)

“Berani, pemaaf, teguh, murni, bebas dari kedengkian dan kesombongan, yang semuanya ini wahai Bharata(Arjuna) merupakan anugerah pada mereka yang lahir dengan sifat dewata” (3)


Dalam Beghavadgita XVI. 4-5-6 disebutkan :

“Ada dua macam makhluk yang diciptakan di dunia ini yaitu yang bersifat ilahi dan bersifat raksasa. Yang bersifat Ilahi telah dia uraikan secara panjang lebar. Sekarang dengarkan wahai Partha(Arjuna), tentang makhluk yang bersifat raksasa.”


Beghavadgita XVI. 11,12,14,17,21 menjelaskan tentang sifat asuri sampat :

“Kerajinan dengan keinginan yang tidak terhitung banyaknya yang hanya berhenti dengan kematian, memandang pemusatan keinginan sebagai tujuan tertinggi, dengan memastikan bahwa inilah segala-galanya” (10)

“Gerbang menuju neraka ini yang menghantar pada kemusnahan sang rokh ada 3 jenis yaitu: nafsu, kemarahan, dan ketamakan. Oleh karena itu seseorang harus melepaskan ketiganya ini” (21)


Ada 12 brata Sang Brahmana yang tertera dalam kitab Sarasamuscaya S.57

1. Dharma : dari Satyalah sumbernya
2. Satya
3. Tapa : Carira sang cosana, yaitu mengendalikan jasmani   dan mengurangi nafsu
4. Dama : tenang , sabar
5 Wimasaritwa: tidak dengki, iri hati
6. Hrih : mempunyai rasa malu
7. Titiksa : jangan sangat gusar
8. Anasuya : tidak berbuat dosa
9. Yajna : mempunyai kemauan mengadakan pujaan
10. Dana : memberikan sedekah
11.Dhrti : penenangan dan pensucian pikiran
12. Ksama : tahan sabar dan suka mengampuni


Sarasamuscaya S.259 menyebutkan brata yang disebut Yama, yaitu :

Ancangsya : tidak mementingkan diri sendiri
Ksama : tahan akan panas dan dingin
Satya :  tidak berkata bohong
Ahingsa : berbuat selama bahagianya makhluk
Dama : sabar, dapat menasehati diri sendiri
Arjawa : tulus hati, berterusterang
Pritti : welas asih
Prasadam : kejernihan hati
Madhurya : manisnya pandangan dan perkataan
Mardhawa : kelembutan hati


Sarasamuscaya  260 menyebutkan brata yang disebut Niyama, yaitu :

1. Dana : pemberian, pemberian makanan dan minuman
2. Ijya : pemujaan kepada dewa , leluhur, dll
3. Tapa : pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus-kering, berbaring di atas tanah
4. Dhayan : merenungkan Ciwa
5. Swadhayaya : mempelajari Weda
6. Upasthanigraha : pengendalian nafsu sex
7. Upawasa : puasa
8. Brata : pengekangan nafsu terhadap minuman/makanan
9. Mona : tidak mengucapkan kata-kata, sama sekali tidak bersuara
10. Snana : mengikuti Trisandhya, mandi di waktu pagi hari, tengah hari, dan petang hari

Thursday, April 25, 2013

April 25, 2013

Unique getaways: Carat Waterfall Buleleng, Bali

Unique getaways: Carat Waterfall Buleleng, Bali

Carat Waterfall Buleleng
Waterfalls Carat very unique shape that resembles a drinking water days of yore, Carat or Ceret. So, that's why later this waterfall called Carat. People around the waterfall is said that this little place is haunted and is expected to every visitor who comes to not issue a harsh word or destroy any objects that exist in this place.

In Carat Falls there are two waterfalls, which are large and small. Larger waterfall (height) under a waterfall smaller. Waterfall itself has a height of about 4 meters. Under both the waterfall there is a pool that is not too deep and is usually used for water bath or just play anyone who set foot here.

While the falls are higher, about 100 meters altitude surrounded by high cliffs and steep. However, many visitors can only see the higher waterfall is enough of a distance course because it is difficult to reach. And unique, it is a high waterfall can only be seen from above, not from below.

access

The entrance to the waterfall is located on the edge of the highway Kintamani-Singaraja via Kubutambahan. Arriving in the village of Tamblang be found signpost pointing and name plastered big enough on the right path to the waterfall is located. Distance from the gate to the waterfall about ± 600 meters or 15 minutes travel time. Next to the waterfall is made ​​by walking through the path by first past the bridge (titi) made ​​of woven bamboo over small streams, past overgrown plantation population cloves and coffee.

location

Carat Waterfall located in Banjar Dinas Klampauk, Tamblang Village, District Kabutambahan, Buleleng, Bali.



April 25, 2013

Goa Lawah Temple

Goa Lawah Temple


Pay a visit to Pura Goa Lawah!
Have you been to Pura Goa Lawah? If not, you should take the time to travel there because in addition to inner calm with a visit to a religious tourist sites, there are also natural scenery in a very indulgent eye. Pura Goa Lawah is a temple located in the village of Bat Cave Pesinggahan, Dawan sub district.

You can be sure that when you are about to go to Candikasi, it will pass the Pura Goa Lawah. Its location very strategic because of located between regency Klungkung and Karangasem. Pura Goa Lawah temple complex itself is a fairly broad and is in the left side of the road if you're heading to Karangasem and is directly opposite the beach with black sand. Pura Goa Lawah is one of the nine Pura Sad Khayangan.


When you enter this temple, it will immediately be greeted by two large banyan tree in a park area is quite spacious and very well maintained. Then go to the middle of the room, it will be found three pieces bale in three complex angles. Bale or open building that has no roof, usually used to prepare offerings or place for the ensemble to play their various instruments.


If you already Maduk in part middle of the, then certainly that the visitors not will see the pura big but rather pura an old and certainly a cave which filled with bats which is called with Bat Cave. In the middle section there is also a Shiva temple which has been worshiped since around the year 1000 BC. There is also paintings Naga Basuki in a bale which reputedly believed that the the dragon's capable of maintain balance the earth. Someone once said that a prince of Mengwi been hiding in the cave with the intention to cover the cave tunnel and follow the path that appears in the Pura Besakih on the slopes of Mount Agung.

Activities kagamaan takes place every day at Pura Goa Lawah. People living around the temple carrying offerings to the temple every morning, afternoon, and evening. Hence the temple is well taken care of. More a lot of pilgrims come at the time of full moon. And also before major holidays such as Nyepi, Hindus from nearby villages Melasti ritual. Melasti is a ritual when people walk away from the temple to the sea in a procession carrying sacred objects to be cleansed in the ocean.

Tuesday, April 23, 2013

April 23, 2013

Unsur-unsur Tindak Pidana Pemerasan

Unsur-unsur Tindak Pidana Pemerasan

Pasal 368 KUHP

Terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

a.       Unsur subjektif : dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hokum.
b.      Unsur objektif :
1.      Barang siapa
2.      Memaksa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan.
3.      Seseorang.
4.      Menyerahkan suatu benda yang sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang tsb atau kepunyaan pihak ke tiga
atau ,
untuk membuat orang tersebut berhutang atau meniadakan pihutang.

Walaupun UU ini sendiri tidak menyatakan dengantegas bahwa tindak pidana pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHP harus dilakukan dengan sengaja akan tetapi dengan melihatnya pada adanya unsur memaksa dengan kekerasan orang dapat menarik kesimpulan tindak pidana pemerasan seperti yang dimaksud dalam pasal 368 KUHP harus dilakukan dengan sengaja.

Untuk menyatakan bahwa terdakwa memeng terbukti mempunyai kesengajaan  untuk melakukan tindak pidana pemerasan , harus dibuktikan :
1.      Mempunyai maksud atau kehendak untuk memakai kekerasan atau acaman kekerasan.
2.      Mempunyai maksud atau kehendak memaksa
3.      Mengetahui bahwa perbuatannya memaksa dengan kekerasan  atau ancaman kekerasan  telah dilakukan agar orang lain tersebut :

·         Menyerahkan suatu benda yang sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang lain.
·         Menyatakan dirinya mempunyai hutang.
·         Mempunyai maksud atau kehendakuntuk mengntungkan diri sendiri ataupun orang lain.

Unsur objaktif pertama dari tindak pidan pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHP : barang siapa ini menunjukan orang, yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana pemerasan seperti yang diatur dalam pasal 368 KUHP, maka ia akan disebut sebagai dader atau pelaku dari tindak pidana pemerasan tersebut.


Akan tetapi perlu diingat bahwa yang harus memenuhi semua unsur tindak pidana bukan hanya Dader saja, melainkan juga para Mededader  atau mereka yang turut melakukan suatu tindak pidana, tanpa mereka itu harus menjadi seorang dader.
April 23, 2013

UNSUR-UNSUR KHAS DARI MASING-MASING TINDAK PIDANA TERHADAP KEKAYAAN ORANG

UNSUR-UNSUR KHAS DARI MASING-MASING TINDAK PIDANA TERHADAP KEKAYAAN ORANG

unsur-unsur khas

1.      Pencurian : mengambil barang orang lain untuk memilikinya.
2.      Pemerasan: memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu
3.      Pengancaman: memaksa oranglain dengan ancaman untuk memberikan sesuatu.
4.      Penipuan: membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan sesuatu
5.      Penggelapan barang : memiliki barang yang sudah ada di tangannya.
6.      Merugikan orang-berpiutang :  sebagai orang berhutang berbuat sesuatu terhadap kekeyaannya sendiri , dengan merugikan si berhutang.
7.      Penghancuran atau perusakan barang : melakukan perbuatan terhadap barang orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu.
8.      Penadahan : menerima atau memperlakukan barang, yang diperoleh orang lain secara tindak pidana.

I pencurian

Perumusan pasal 362 KUHP : mengambil barang, seluruhnya atau sebagian meilik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara tindak pidana.


Unsur-unsur “mengambil”barang

·         Unsur  dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil.
·         Mengalihkannya kelain tempat
·         Apabila penyerahannya disebabkan :
§  Oleh pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada tindak pidana penipuan.
§  Ada paksaan dengan kekerasan oleh si pelaku, maka ada tindak pidana pemerasan.
§  Jika paksaan berupa kekerasan langsung atau tindak pidana kekerasan atau tindak pidana “pengancaman”

unsur “barang” yang diambil

1.      Sifat tindak pidana “pencurian”
2.      Harga tidak selalu bersifat ekonomis
3.      Res nullius (tidak dimiliki oleh siapapun)

Unsur tujuan memiliki barangnya melanggar hokum

1.      Terdapat pada tindak pidana “penggelapan barang” pasal 372 KUHP
2.      Adanya unsur dolus sebagai tujuan (oogmerk)
3.      Perbuatan dirumuskan “memiliki barang dengan melanggar hukum”
4.      tujuannya untuk menjadi milik pribadi.

wujud perbuatan memiliki barang

1.      dapat berwujud beracam-macam.
2.      Seorang menyimpan barangorang lain, menghancurkan barangnya, pasal 406 KUHP tindak pidana penghancuran barang orang lain.
3.      Tidak tepat dikatakan penggelapan barang pasal 32 KUHP.
4.      Contoh pada waktu barang dmbil, dalm waktu tertentu belum adanya tindak penghancuran, sehingga wajar bias dikatakan baha si pengambil barang dikatakan seolah-olah sebagai pemilik barang, bias di kualifikasi perbuartannya itu sebagai tidak pidana pencurian.

Sunday, April 14, 2013

April 14, 2013

Lembaga negara yang bisa bersengketa di MK

Lembaga negara yang bisa bersengketa di MK


Saat ini, proses demokrasi di Indonesia telah memasuki tahap perkembangan yang sangat penting. Perkembangan itu ditandai dengan berbagai perubahan dan pembentukan institusi baru dalam struktur dan sistem kekuasaan negara. perkembangan ini merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan lama sebagai tuntutan reformasi serta aspirasi keadilan dalam masyarakat, sekaligus upaya untuk mendorong terwujudnya cita-cita negara demokrasi, tegaknya hak asasi manusia dan hukum yang berkeadilan, serta pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

Amandemen UUD 1945, sebagai salah satu tuntutan reformasi, telah dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebanyak empat kali sejak tahun 1999 hingga tahun 2002. bersamaan dengan perubahan tersebut, beberapa lembaga negara baru dibentuk, diantaranya MK (Mahkamah Konstitusi). Mahkamah Konstitusi dibentuk berdasarkan pasal 24 C perubahan ketiga UUD 1945. 
salah satu kewenangan MK yang ditentukan dalam pasal 24 C (1) UUD 1945 adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. 

Jika memeriksa dan menelusuri kembali seluruh hasil perubahan UUD 1945, terdapat lembaga-lembaga seperti MPR, DPR, DPD, Presidan dan Wakil Presiden, BPK, MA, MK dan KY. Diluar ketentuan UUD, terdapat lembaga-lembaga yang biasa disebut komisi negara atau lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies) yang dibentuk berdasarkan UU ataupun peraturan lainnya. Perkembangan pembentukan lembaga-lembaga negara yang berbentuk komisi itu sangat pesat sepanjang reformasi. Lembaga-lembaga tersebut merupakan badan khusus untuk menjalankan fungsi tertentu dan selalu diidealkan  bersifat indepanden. Pembentukan lembaga-lembaga komisi menjadi suatu hal yang lazim dan banyak terjadi di negara-negara lain, sekalipun dengan konteks dan latar belakang berbeda-beda.

Masalahnya di Indonesia, keberadaan lembaga-lembaga negara yang dibentuk dan diadakan itu masih belum diletakan pada konsepsi ketatanegaraan yang lebih jelas menjamin keberadaan dan akuntabilitas mereka. Perubahan UUD 1945, sekalipun telah 
megubah desain kelembagaan negara, tidak mengakomodasi perkembangan pesat keberadaan komisi-komisi negara yang dbentuk diluar ketentuan UUD disebut lembaga negara.
Dengan demikian, jika melihat kembali rumusan ketentuan pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 sehubungan dengan kewenangan MK, penggunaan istilah lemnbaga negara bisa mengundang berbagai penafsiran dalam melihat dan mengimplementasikannya. Itu disebabkan UUD 1945 tidak menegaskan hal tersebut. Demikian pula halnya dengan UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK, yang tidak menjelaskan lebih lanjut apa dan siapa yang dimaksud dengan lembaga negara.

Beberapa penafsiran yang muncul tentang lembaga negara, diantaranya :

a. Penafsiran luas, yaitu mencakup semua lembaga yang nama dan kewenangannya disebut/dicantumkan dalam UUD 1945.
b. Penafsiran Moderat, yakni hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara.
c. Penafsiran sempit, yakni hanya merujuk secara implisit pada ketentuan Pasal 67 UU MKRI.

Pengaturan MA No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 1 butir 12 menyebutkan MPR, Presiden, DPR, BPK, dan bank sentral sebagai lembaga negara yang menjadi subyek sengketa wewenang antarlembaga negara. padahal, bank sentral tidak diberikan kewenangannya oleh UUD 1945. UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK malah membatasi, bahwa MA tidak dapat menjadi sengketa  kewenangan antar lembaga negara.
Berbagai permasalahan yang telah dikemukakan tersebut yang berasal dari ketiadaan pengertian lembaga negara semestinya dapat dijelaskan terlebih dahulu. Penjelasan itu penting untuk memberikan pemahaman komperhensif terhadap keberadaan lembaga-lembaga negara. Selanjutnya, hal itu akan menentukan berbagai sengketa yang timbul diantara lembaga negara dan pada akhirnya sengketa lembaga mana yang dapat diselesaikan di MK.
April 14, 2013

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia


Menurut Prof. R. Djokosutono, S.H, Negara merupakan suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia-manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. Pemerintah ini merupakan suatu alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat dalam mencapai tujuan organisasi Negara. Dalam menjalankan pemerintahan tersebut diperlukan suatu sistem agar apa yang dituju dapat tercapai. Sistem merupakan suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi keseluruhan dari bagian tersebut.
Pemerintahan dapat diartikan dalam dua arti, yaitu pemerintahan dalam arti sempit dan pemerintahan dalam arti luas. Pemerintahan dalam arti luas merupakan segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menjalankan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara sendiri, sedangkan pemerintahan dalam arti sempit merupakan tugas pemerintahan yang hanya menjalankan kekuasaan eksekutif saja. Maka dalam membicarakan sistem pemerintahan akan dibahas mengenai bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan-hubungan antara lembaga negara yang menjalankan kekuasaan di dalam suatu negara dalam rangka menjalankan kepentingan rakyat tersebut.
Secara umum ada dua macam sistem pemerintahan yang berlaku di dunia yaitu sistem pemerintahan Presidensiil dan sistem pemerintahan Parlementer. Tetapi selain itu terdapat beberapa sistem pemerintahan yang merupakan variasi dari sistem pemerintahan presindensiil dan sistem pemerintahan parlementer, dan variasi tersebut melahirkan bentuk-bentuk sistem pemerintahan baru yang sesuai dengan kondisi ketatanegaraan masing-masing negara yang menerapkan sistem pemerintahan tersebut, contohnya adalah sistem pemerintahan Referendum yang berlaku di Negara Swiss.
Dalam sistem Parlementer terdapat hubungan yang erat antara badan perwakilan atau yang biasa disebut parlemen dengan badan ekesekutif. Hal ini terjadi karena adanya pertanggungjawaban semua tindakan Menteri kepada badan perwakilan tersebut (parlemen), maka setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan dari parlemen dengan suara terbanyak dan segala kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang ditetapkan oleh parlemen. Dari penjelasan tersebut, maka dapat ditarik prinsip-prinsip sistem pemerintahan parlementer antara lain:
(a)  Kepala Negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan karena ia hanya bersifat sebagai simbol nasional.
(b)  Pemerintah dilakukan oleh sebuah kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri.
(c)   Kabinet bertanggung jawab kepada dan dapat dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi. (Karena itu) kedudukan eksekutif (kabinet) lebih rendah dari (dan tergantung pada) parlemen.
Pada sistem pemerintahan Presidensiil, kedudukan eksekutif tidak bergantung kepada badan perwakilan (parlemen) dan keduanya mempunyai kedudukan yang sama (seimbang). Sebagai kepala eksekutif, Presiden berhak menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada Presiden. Maka dalam sistem ini dapat ditarik beberapa prinsip pemerintahannya, yaitu  :
(a)  Kepala Negara menjadi Kepala Pemerintahan.
(b)  Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada Parlemen (DPR). Pemerintah dan Parlemen adalah sejajar.
(c)   Menteri-menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(d)  Eksekutif dan legislatif sama kuat.
Dalam sistem referendum, badan eksekutif merupakan bagian dari badan legislatif yang merupakan Badan Pekerja Legislatif. Jadi dalam sistem referendum, badan legislatif membentuk sub badan di dalamnya sebagai pelaksana tugas pemerintah, dan kontrol terhadap badan legislatif dilakukan langsung oleh rakyat melalui badan Referendum .
Membicarakan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia, maka hal ini dapat dibagi dalam beberapa periode karena dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah terjadi beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang Dasar yang berlaku. Periode tersebut antara lain :

1. Tanggal 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949 (Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945)
Pada periode ini sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensiil, dan sesuai dengan ciri sistem pemerintahan presidensiil maka pemegang kekuasaan negara dan pemerintahan adalah presiden. Hal tersebut  terlihat dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan : “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Selain itu bukti adanya sistem pemerintahan presidensiil yang dianut Indonesia pada saat itu adalah adanya peran menteri sebagai pembantu presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan : “Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara”, dan selanjutnya ditentukan dalam ayat (2) yang menyatakan : “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.”
Tetapi banyak pendapat para ahli yang mengatakan bahwa pada saat itu Negara Indonesia tidak menggunakan sistem presidensiil secara murni, tetapi menganut sistem parlementer semu (gabungan sistem presidensiil dan sistem parlementer). Hal ini dibuktikan dengan adanya pertanggungjawaban Presiden kepada MPR. Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, walaupun Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi Presiden bertanggung jawab kepada MPR, dan diketahui bahwa seluruh anggota DPR merupakan anggota MPR, jadi karena Presiden bertanggung jawab kepada MPR maka secara tidak langsung Presiden juga bertanggung jawab kepada DPR karena semua anggota DPR adalah Anggota MPR .

2. Tanggal 27 Desember 1949 Sampai 17 Agustus 1950 (Berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949)
 
Pada periode ini, bentuk Negara Indonesia tidak lagi merupakan Negara Kesatuan melainkan berbentuk Negara Serikat, dan mengganti UUD 1945 dengan Undang-Undang Dasar yang baru disebut Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS). Maka seiring dengan hal tersebut, sistem pemerintahan Negara Indonesia berubah menjadi sistem pemerintahan parlementer, dan hal ini sesuai dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Selanjutnya sistem pemerintahan parlementer ini diatur dalam batang tubuh KRIS yaitu Pasal 1 ayat (2) KRIS yang menyatakan bahwa : “Kekuasaan berkedaulatan di dalam Negara Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat.”  Selanjutnya Pasal 68 ayat (2) KRIS menyatakan bahwa : “Yang dimaksud dengan pemerintah menurut KRIS adalah Presiden dengan seseorang atau beberapa atau para Menteri, yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu.”
Jadi berdasarkan hal-hal di atas, maka jelaslah bahwa sistem pemerintahan Indonesia pada saat berlakunya KRIS, mempergunakan sistem Pertanggungjawaban Menteri atau Kabinet Parlementer, artinya para Menteri lah yang bertindak sebagai penyelenggara pemerintahan, dan mereka bertanggung jawab kepada Parlemen.

3. Tanggal 17 Agustus 1950 Sampai 5 Juli 1959 (Berlaku Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
  Sejak Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, cita-cita yang ingin dicapai seluruh rakyat Indonesia adalah ingin membentuk Negara Kesatuan, oleh sebab itu bentuk Negara Federasi yang pernah dipakai oleh Bangsa Indonesia dirasakan sangat tidak sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia. Maka beberapa Negara Bagian yang tergabung dalam Republik Indonesia Serikat atas inisiatif sendiri mengadakan musyawarah dengan tujuan untuk membentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Federal  No. 7 tahun 1950, ditetapkanlah  UUDS 1950 sebagai pengganti KRIS, yang diundangkan pada tanggal 17 Agustus 1950, dan sejak saat itu bentuk Negara Indonesia berubah dari Negara Federasi menjadi Negara Kesatuan.
Sistem pemerintahan yang berlaku menurut UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan Kabinet Parlementer atau pertanggung jawaban Dewan Menteri kepada Parlemen, dan Presiden hanyalah bertindak sebagai kepala Negara dan bukan sebagai kepala pemerintahan, hal ini sesuai dengan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer.
Ketentuan dianutnya sistem parlementer dalam UUDS 1950 diatur dalam Pasal 83 ayat (1) yang menyatakan : “Presiden dan Wakil Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat.” Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan : “tetapi yang harus bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah ialah Menteri. Menteri baik itu secara bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.” Dari dua ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa Kabinet (Dewan Menteri) dapat dijatuhkan Parlemen yaitu jika parlemen mempunyai cukup alasan bahwa suatu kebijakan yang dibuat pemerintah tidak dapat diterima atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.

4. Tanggal 5 Juli 1959 Sampai Tahun 1999 (Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Amandemen)
Pasal 134 UUDS 1950 menyatakan : “Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini.” Dari ketentuan pasal tersebut maka jelaslah bahwa UUDS 1950 hanya berlaku untuk sementara waktu saja dan konstituante diberi tugas untuk membuat Undang-Undang Dasar yang akan berlaku permanen. Karena pada saat itu terjadi permasalahan dalam sistem ketatanegaraan yang disebabkan karena Konstituante tidak berhasil membuat Undang-Undang Dasar yang baru sebagai pengganti UUDS 1950, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang berisi :
(a)        Pembubaran Konstituante.
(b)        Penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya kembali UUDS 1950.
(c)        Rencana pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959, maka UUD 1945 kembali berlaku sebagai konstitusi bagi Negara Indonesia.
Dalam Penjelasan UUD 1945 disebutkan secara jelas dan sistematis mengenai tujuh kunci pokok sistem pemerintahan di Indonesia, yaitu (Bambang Waluyo, S.H., 1991 : 1-2) :
(a)     Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtssaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (maachstaat). Hal ini berarti bahwa pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain dalam melakukan tindakan apapun harus berdasarkan atas hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
(b)     Sistem konstitusional. Artinya pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak berdasar absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
(c)     Kekuasaan Negara tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
(d)    Presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi dibawah MPR.
(e)     Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
(f)     Menteri Negara ialah pembantu Presiden, dan tidak bertanggung jawab kepada DPR.
(g)     Kekuasaan kepala Negara tidak tak terbatas.

Tahun 1999 Sampai Sekarang (Undang-Umdamg Dasar 1945 Pasca Amandemen)

Reformasi yang terjadi di Negara Indonesia pada tahun 1998 telah menimbulkan perubahan yang sangat besar bagi Bangsa Indonesia, tak terkecuali dalam bidang ketatanegaraan Negara Indonesia. Salah satu hasil reformasi dalam bidang ketatanegaraan adalah dengan diamandemennya UUD 1945 sebanyak empat kali. Telah diketahui bahwa sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satu isinya adalah dengan menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, sampai berakhirnya kekuasaan rezim Soeharto, UUD 1945 sebagai dasar konstitusional Negara Indonesia sama sekali belum pernah mengalami perubahan untuk disempurnakan. Hal ini terjadi karena pada masa rezim Soeharto atau yang biasa dikenal dengan rezim Orde Baru (Orba), UUD 1945 merupakan suatu yang “disakralkan” dan tidak dapat diubah oleh siapa pun, serta adanya ancaman dan stigma subversive bagi siapa saja yang mencoba untuk mengubah UUD 1945 karena pada masa itu hanya pemerintah orde baru saja yang berhak untuk menafsirkan UUD 1945. Hal ini terlihat sangat ironis karena dalam batang tubuh UUD 1945 sendiri, khususnya Pasal 37 UUD 1945 memberikan suatu kesempatan atas perubahan terhadap UUD 1945 dengan aturan-aturan yang telah diatur secara jelas. Tetapi yang terjadi adalah peluang tersebut “dimatikan” dengan dikeluarkannya Tap MPR No. I/MPR/1983 jo Tap MPR No. VII/MPR/1988 jo UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
Dengan diadakannya reformasi, termasuk di dalamnya reformasi dalam bidang ketatanegaraan, maka keinginan untuk mengubah dan menyempurnakan UUD 1945 yang selama ini merupakan sesuatu yang disakralkan, tidak dapat dibendung lagi, karena memang pada dasarnya UUD 1945 yang ditetapkan sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah bersifat sementara dan karena itu perlu disempurnakan dan dilengkapi. Dalam perubahan UUD tersebut, fraksi-fraksi di MPR menyepakati beberapa hal yang tidak menyangkut dan mengganggu eksistensi negara. Isi kesepakatan tersebut yaitu  (Ni’matul Huda, 2003: 13) :
(a)     Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
(b)     Tetap mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(c)     Mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
(d)    Menghapuskan penjelasan UUD 1945, dan memasukan hal-hal yang bersifat normatif dari penjelasan kedalam pasal-pasal di Batang Tubuh UUD 1945.
(e)     Perubahan dilakukan dengan cara addendum.
Dengan diamandemennya UUD 1945 maka hal ini juga turut mempengaruhi sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Walaupun dalam mengamandemen UUD 1945 tersebut telah disepakati bahwa bentuk Negara Indonesia adalah tetap berbentuk Negara Republik Kesatuan, tetapi hal ini mempengaruhi sistem pemerintahan yang telah berlaku di Indonesia. Hal tersebut terdapat dalam salah satu kesepakatan perubahan UUD yaitu dengan mempertegas sistem pemerintahan presidensiil yang  bertujuan untuk lebih memperkuat sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis. Menurut Jimly Asshiddiqie sebagaimana dikutip oleh Ni’matul Huda dalam bukunya “Politik Ketatanegaraan Indonesia (Kajian Terhadap Perubahan UUD 1945)”, menyatakan bahwa Penegasan sistem presidensiil yang terjadi pasca amandemen UUD 1945 dapat terlihat pada beberapa prinsip pemerintahan dibawah ini:
(a)        Presiden dan Wakil Presiden merupakan penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah UUD.
(b)        Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, dan oleh sebab itu secara politik Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, tetapi Presiden dan Wakil Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
(c)         Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi, pelaksanaan pertanggung jawaban itu dilaksanakan di depan lembaga Mahkamah Konstitusi.
(d)        Menteri adalah pembantu Presiden yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, maka Menteri bertanggung jawab kepada Presiden dan bukan kepada Parlemen.
(e)         Untuk membatasi kekuasaan Presiden dan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, maka ditentukan bahwa masa jabatan Presiden tidak boleh lebih dari dua kali masa jabatan.


Selain hal di atas, amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 juga mengakibatkan pergeseran kekuasaan Presiden dalam membentuk Undang-Undang (UU), hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 pasca amandemen yang menyatakan : “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”, sedangkan DPR berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 pasca amandemen mempunyai kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang. Maka dengan adanya perubahan terhadap pasal ini mengakibatkan peralihan dominasi kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke tangan DPR. Dengan adanya perubahan kewenangan dalam membentuk UU ini, maka terjadi perubahan dalam sistem pembagian kekuasaan (Distribution of power) dengan supremasi MPR nya, menjadi pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan prinsip check and balances. Hal ini juga merupakan indikasi dari adanya keinginan untuk memperkuat sistem presidensiil dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia.

April 14, 2013

Bentuk Dan Susunan Pemerintahan Negara Indonesia

Bentuk Dan Susunan Pemerintahan Negara Indonesia



Secara etimologis, pemerintahan berasal dari kata pemerintah, sedangkan pemerintah berasal dari kata perintah. Kata-kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut:

(a)        Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu.
(b)        Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara.
(c)         Pemerintahan adalah perbuatan (cara, hal, urusan dan sebagainya) memerintah.

Kata pemerintah dan pemerintahan dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas pemerintah adalah keseluruhan dari badan pengurus negara dengan segala organisasi, segala bagian-bagiannya dan segala pejabat-pejabatnya yang menjalankan tugas negara dari pusat sampai kepelosok daerah. Sedangkan dalam arti sempit, pemerintah berarti suatu badan pimpinan terdiri dari seseorang atau beberapa orang yang mempunyai peranan pimpinan dan menentukan dalam pelaksanaan tugas negara. Jadi pemerintah dalam arti sempit adalah kepala negara dengan para menteri yang biasa disebut kabinet.

Pada awal mula berdirinya pemerintahan, yang disebut pemerintah itu adalah Raja, karena fungsi pemerintahan baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit semata-mata hanya terletak di tangan raja. Pada jaman dahulu Raja memimpin angkatan perang, mengatur tata kota, membuat undang-undang dan peraturan lain, sekaligus yang menjalankan undang-undang dan peraturan lain itu. Raja juga mengadili dan menghukum orang yang salah serta memberi penghargaan kepada mereka yang berjasa, sehingga dapat dikatakan pada jaman dahulu raja memegang peranan yang sangat penting karena semua kegiatan pemerintahan ada di tangan raja. Tetapi pada saat ini hal tersebut sudah tidak dapat dilakukan lagi, karena telah ada pembagian tugas dalam pemerintahan kepada masing-masing lembaga yang berwenang untuk melaksanakan tugas pemerintahan tersebut.

Bentuk Pemerintahan Republik

Republik berasal dari kata republica yang berarti organisasi kenegaraan yang mengurus kepentingan bersama. Dalam perkembangannya, bentuk pemerintahan republik dapat dibagi atas tiga macam, antara lain:

Republik Monokrasi
Republik monokrasi adalah suatu pemerintahan dimana seseorang yang bukan raja memegang kekuasaan mutlak, dan merupakan pemerintahan diktator, penguasanya disebut autokrat atau diktator.

Republik Oligarkhi
Republik oligarkhi adalah suatu pemerintahan dimana yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan adalah suatu golongan tertentu di dalam masyarakat.

Republik Demokrasi
Republik demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dalam republik demokrasi ada dua cara untuk mengikut sertakan rakyat dalam pemerintahan yaitu dengan demokrasi langsung dan dengan demokrasi tidak langsung (demokrasi representatif).

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai berikut : “……, maka disusunlah kemerdekaan Bangsa Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada,…..”. Dari ketentuan tersebut maka terlihat dengan jelas bahwa bentuk dan susunan pemerintahan Negara Indonesia adalah berbentuk Republik. Hal ini juga dipertegas dalam Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan : “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.”.

Walaupun dalam sejarah ketatanegaraan Negara Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan mengenai bentuk Negara dari bentuk Negara Kesatuan sampai bentuk Negara Federasi, tetapi dalam bentuk pemerintahan, Indonesia tetap menggunakan bentuk pemerintahan Republik. Contohnya ketika Negara Indonesia mendasarkan bentuk Negaranya pada bentuk Federasi, tetapi bentuk pemerintahannya tetap menggunakan bentuk pemerintahan Republik, hal ini tertuang dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 pada alinea ke III, yang menyatakan bahwa : “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara yang berbentuk Republik Federasi, ….” Hal tersebut juga diperjelas dalam Pasal 1 ayat (1) KRIS 1949 yang menyatakan : “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat adalah suatu Negara Hukum yang demokratis dan berbentuk Federasi.” Dari ketentuan Mukadimah dan pasal yang terdapat dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat tersebut, terlihat dengan jelas bahwa meskipun Negara Indonesia berbentuk Federasi, tetapi bentuk pemerintahannya tetap mendasarkan pada bentuk pemerintahan  Republik.

Mengenai jenis pemerintahan republik apa yang diterapkan dalam ketatanegaraan Indonesia, hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang menyatakan bahwa : “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara Hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.” Dari ketentuan pasal tersebut, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa Negara Indonesia mendasarkan peerintahannya atas bentuk pemerintahan Republik Demokratis.
 Selanjutnya mengenai bentuk pemerintahan Republik Demokratis di Indonesia diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Amandemen ke tiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dari ketentuan pasal tersebut terdapat makna dari demokrasi yang merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat atau dengan kata lain bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Jadi jelas bahwa berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2), Negara Indonesia berbentuk pemerintahan Republik Demokrasi.
April 14, 2013

Negara Indonesia Sebagai Negara Hukum

Negara Indonesia Sebagai Negara Hukum
Sumber Gambar : http://yogaprianugraha.blogspot.sg


Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan  ke-4 disebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law). Sebelum dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum,  tercantum  dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 sebelum perubahan. Selain itu pernyataan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum juga dapat dilihat dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan dinyatakan ada tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Negara Indonesia, yaitu:

1.   Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas   kekuasaan belaka (maachtstaat).
2.      Sistem konstitusionil.
3.      Kekuasaan tertinggi ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
4.      Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR.
5.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6.      Menteri Negara adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7.      Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan point pertama dari penjelasan tersebut, maka jelaslah bahwa hukum merupakan tatanan kehidupan nasional baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Selain UUD 1945 sebelum perubahan dan sesudah perubahan, dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, pernah berlaku beberapa macam konstitusi, mulai dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Dari berbagai macam konstitusi yang pernah berlaku tersebut, dapat ditarik suatu benang merah, bahwa Indonesia tetap sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, dan sampai sekarang pada saat berlakunya UUD 1945 hasil perubahan ke-4, juga tetap dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) yang telah disebutkan di atas. Hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memiliki fungsi sebagai kontrol, pengendali dan pemamdu (rambu-rambu) kehidupan masyarakat, dengan maksud agar tercipta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, tertib, adil, dengan adanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan HAM. Selain itu, hukum juga berperan sebagai penyelesai konflik yang terjadi antara subjek hukum.
Membahas tentang negara hukum, tidak terlepas dari  sifat dan ciri-ciri dari negara hukum, dan khusus untuk negara hukum Indonesia, hal tersebut dapat diketahui melalui UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional Negara Hukum Indonesia. Mengenai sifat dan ciri negara hukum, hal tersebut dapat dijelaskan berdasarkan hasil simposium yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia pada tahun 1966 di Jakarta. Dalam simposium tersebut disebutkan bahwa:
 “Sifat negara hukum itu adalah dimana alat perlengkapannya hanya dapat bertindak menurut dan terikat pada aturan-aturan yang telah ditentukan lebih dahulu oleh alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan aturan itu atau singkatnya disebut prinsip “rule of law”


Ciri-ciri khas bagi suatu negara hukum adalah :
1.       Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
2.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta  tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan apapun juga.
3.      Legalitas dalam arti segala bentuknya.
Konsep negara hukum yang dibangun yang kemudian diberikan landasan konstitusional oleh UUD 1945, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada saat pra kemerdekaan “penjajahan” dan masa kemerdekaan. Hal tersebut bisa dimengerti sebab, bangsa Indonesia di jajah oleh Belanda. Dalam kaitannya dengan hukum, Belanda selaku negara penguasa tanah jajahan bermaksud mentertibkan penduduk jajahan dan pengelolahan tanah dan hasil tanah jajahan dengan memberlakukan hukum belanda melalui kebijakan konkordansi, yakni memberlakukan hukum Belanda di negara koloni. Oleh karena itu, konsep negara hukum yang kemudian diintridusir oleh UUD 1945, adalah negara hukum yang mirip dengan negara hukum yang ada dalam negara-negara dengan yang menganut sistem hukum eropa kontinental. Dalam sistem hukum eropa kontinental, bangunan negara hukumnya disebut dengan bangunan rechtsstaat. Selain keluarga hukum eropa kontinental dengan model negara hukum rechtsstaat, dibelahan dunia lainnya juga dikenal konsep negara hukum the rule of law yang digali dari sistem negara anglo saxon. Kedua model negara hukum tersebut, menurut  Suko Wiyono dengan tumpuannya masing-masing mengutamakan segi yang berbeda. Konsep rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtmatigheid, sedangkan the rule of law mengutamakan equality before The law.Akibat adanya perbedaan titik berat dalam pengoperasian tersebut, muncullah unsur-unsur yang berbeda antara konsep rechtsstaat dan konsep the rule of law. Adapun perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.       unsur-unsur rechtsstaat :
a.      Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).
b.    Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin perlindungan          HAM,
c.      Pemerintahan berdasarkan peraturan,
d.      Adanya peradilan administrasi; dan
2.   unsur-unsur the rule of law
a.      Adanya  supremasi aturan hukum,
b.      Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum, dan
c.      Adanya jaminan perlindungan HAM.
Dari uraian unsur-unsur rechtsstaat maupun the rule of law tersebut nampak adanya persamaan dan perbedaan antara kedua konsep tersebut. Baik rechtsstaat maupun the rule of law selalu dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum, sebab konsep-konsep tersebut tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian keduanya sama-sama memiliki inti upaya memberikan perlindungan pada hak-hak kebebasan sipil dari warga negara, berkenaan dengan perlindungan terhadap hak-hak dasar yang sekarang lebih populer dengan HAM, yang konsekuensi logisnya harus diadakan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara. Sebab dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara, pelanggaran dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalkan.
Di samping itu, perbedaan antara konsep rechtsstaat dan the rule of law nampak pada pelembagaan dunia peradilannya, Rechtsstaat dan the rule of law menawarkan lingkungan peradilan yang berbeda meskipun pada intinya kedua konsep tersebut menginginkan adanya perlindungan bagi hak asasi manusia melalui pelembagaan peradilan yang independen. Pada konsep rechtsstaat terdapat lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri sendiri, sedangkan pada konsep the rule of law tidak terdapat peradilan administrasi sebagai lingkungan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan dalam konsep the rule of law semua orang dianggap sama kedudukannya di depan hukum, sehingga bagi warga negara maupun pemerintah harus disediakan peradilan yang sama.
  Sebagai negara hukum, Indonesia menganut sistem kedaulatan hukum atau supremasi hukum, dimana hukum mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, dan ciri-ciri khas dari negara hukum dapat terlihat dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yaitu dengan adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak serta adanya pengakuan adanya Hak Asasi Manusia, walaupun dalam praktek penyelenggaraannya masih belum sempurna dan banyak terjadi penyelewengan terhadap ciri-ciri khas negara hukum tersebut.
Mengingat hukum hampir mencangkup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sangatlah penting untuk meningkatkan pembangunan terhadap hukum sejalan dengan pembangunan terhadap masyarakat agar cita-cita hukum yang ingin dicapai dengan adanya bentuk negara hukum dapat tercapai dan hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata tanpa terkecuali.
April 14, 2013

Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

Sejarah Ketatanegaraan Indonesia


       Dalam mempelajari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, ada baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu sejarah ketatanegaraan Indonesia.

Dalam perkembangannya  ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. 

Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi namun proklamasi inilah yang memberi sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan ketatanegaraan di Indonesia karena proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan suatu sumber hukum untuk berdirinya bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam perkembangan ketatanegaraan di Indonesia, terdapat beberapa periode yang member dampak besar bagi sistem ketatanegaraan di Indonesia, antara lain;
  1. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950;
  2. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959;
  3. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama);
  4. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru);
  5. Sistem Pemerintahan Periode 1998 – sekarang.
Dalam periode-periode tersebut  terdapat beberapa perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

Sejarah lahirnya pemerintahan Indonesia tentu tidak dapat dilepaskan dari pernyataan bangsa
Indonesia sendiri sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat penuh atas wilayahnya, oleh karena itu Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, merupakan suatu sumber hukum untuk berdirinya bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. kendatipun demikian,  proklamasi kemerdekaan tersebut bukanlah tujuan akhir dari dibentuknya negara Indonesia itu sendiri, melainkan hanya sebuah sarana saja  demi mencapai tujuan dari Bangsa Indonesia yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Menurut Kansil, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia itu secara garis besar dapat diartikan sebagai : a) Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, b) Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, setelah berjuang berpuluh-puluh tahun sejak 20 Mei 1908, dan c) Titik tolak daripada pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat. Sejarah pemerintahan Indonesia bermula semenjak Bangsa Indonesia memproklamasikan  kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.            Sejarah lahirnya pemerintahan Bangsa Indonesia telah dimulai sejak bangsa Indonesia belum memproklamirkan kemerdekaannya, yaitu ketika pada tanggal 29 April 1945 Pemerintah Jepang di Jakarta membentuk sebuah badan yang disebut “Dokuritsu Juunbi Coosakai”  atau “Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI). Badan ini beranggotakan 62 orang yang dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.Mengenai dasar-dasar pemerintahan Bangsa Indonesia hal ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Indonesia 1945 dan bagi Bangsa Indonesia sejarah pemerintahannya adalah sejak berlakunya UUD pertama yaitu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 yang diberlakukan sejak tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.            Selama berdirinya BPUPKI, lembaga ini telah mengadakan sidang sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 29 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dan tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelidik usaha kemerdekaan Indonesia, BPUPKI membentuk sebuah panitia kecil yang bertugas untuk merumuskan hasil-hasil perundingan badan itu. Panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang anggota itu akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu BPUPKI juga telah berhasil untuk menyusun sebuah rancangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Setelah berhasil membentuk RUU Undang-Undang Dasar tersebut, akhirnya badan ini dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuk sebuah badan baru yang disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 9 Agustus 1945.
     Sebuah badan yang bernama PPKI ini terdiri dari pemimpin-pemimpin rakyat yang telah terkenal, dan mereka juga mewakili daerah-daerah dari seluruh Indonesia, maka oleh sebab itu badan ini dianggap sebagai suatu Badan Perwakilan yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Sehari setelah dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang dan akhirnya berhasil menetapkan beberapa hal yaitu :
  1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Undang-Undang Dasar 1945.
  3. Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
  4. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Dan pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI kembali mengadakan sidang dan berhasil menetapkan dua hal yaitu :
  1. Pembentukan 12 Departemen Pemerintahan.
  2. Pembagian Wilayah Indonesia dalam delapan propinsi dan tiap-tiap propinsi dibagi dalam Keresidenan.
  Maka dengan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia atas dasar UUD 1945, maka secara formal Negara Indonesia telah memenuhi syarat-syarat terbentuknya sebuah Negara, yaitu :(a)  Adanya rakyat negara tertentu.
(b)  Adanya wilayah negara tertentu.
(c)  Adanya kedaulatan.
(d)  Adanya pemerintahan dalam suatu negara.