Isu Perubahan Iklim : Rusaknya Ekosistem dan Biota Laut Karena Maraknya Destructive Fishing 10 Tahun Terakhir Sebagai Permasalahan Lingkungan Nasional. - Feel in Bali

Monday, June 17, 2013

Isu Perubahan Iklim : Rusaknya Ekosistem dan Biota Laut Karena Maraknya Destructive Fishing 10 Tahun Terakhir Sebagai Permasalahan Lingkungan Nasional.


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan memiliki lebih dari 17.000 pulau yang dikelilingi oleh terumbu karang. Diperkirakan sekitar 51% terumbu karang di Asia Tenggara dan 18% dari terumbu karang di dunia berada di Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reef), berdekatan dengan garis pantai dan mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar. Namun sangat disayangkan bahwa terumbu-terumbu karang tersebut terancam karena ulah manusia yang melakukan penangkapan ikan yang tidak memperhatikan lingkungan (destructive fishing/illegal fishing).
Ilegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan dengan cara yang dilarang oleh hukum yang dilakukan semata-mata untuk memberikan keuntungan ekonomis hanya terhadap nelayan tersebut yang menimbulkan dampak kerusakan terhadap ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah terumbu karang.
Praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dengan bom dan racun selain merusak ekosistem terumbu karang juga telah menimbulkan kerugian ekonomi serta memicu berbagai perselisihan dan konflik social. Bila keadaan ini dibiarkan terus maka diperkirakan dalam waktu 15 tahun  ke depan terumbu karang Indonesia akan habis.
Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan tradisional di dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya di dalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibatyang fatal, baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan.
Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup, memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih hidup, tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api, Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo, Provinsi Sulawesi Tenggara. alat tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di Sulawesi Utara cenderung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memiliki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut. Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau (trawl) secara terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring.
Salah satu contoh kasusnya yaitu di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta memiliki 110 buah pulau. Kepulauan Seribu terkenal dengan keindahan terumbu karang dan ikan-ikannya. Hal ini tentu saja menarik perhatian komunitas sekitar untuk menangkap ikan-ikan cantik itu dan menjualnya di Jakarta. Pencari ikan hias menyelam di sekitar terumbu-terumbu karang untuk mencari ikan hias (biasanya jenis anemone). Untuk menangkap anemone, mereka menyemprotkan potas yang disimpan dalam botol aqua ke anemone yang  berada di terumbu karang.
Dalam air laut, potas akan terurai menjadi sodium dan ion potassium. Pada manusia, potas dapat menghentikan transportasi haemoglobin, begitu pula pada ikan. Bila air  di sekitar ikan tecemar oleh potas, maka suplai oksigen pada ikan semakin berkurang dan menyebabkan ikan tersebut pingsan.  Sehingga tidak berapa lama mereka kembali menyelam, dan tinggal memunguti ikan ikan hias yang pingsan. Penyemprotan potas berulang kali pada terumbu karang juga mengakibatkan terjadinya pemutihan dan kematian terumbu karang. Setiap penyemprotan potas akan menjangkau area terumbu karang seluas 4 x 4 meter. Lama-kelamaan terumbu karang akan mati. Tak ada ikan lagi, karena ikan ikan membutuhkan terumbu karang sebagai rumah dan habitatnya.
Kasus lainnya berada di Teluk Kiluan, Lampung yang terletak di titik pertemuan antara arus Samudra Hindia dengan perairan Selat Sunda. Pada bulan Februari-April 2009, marak terjadi penangkapan lobster menggunakan bom ikan dan potas di Teluk Kiluan. Kapal pengebom ikan beroperasi dengan cara berhenti di depan perairan Teluk Kiluan. Dari kapal besar, nakhoda kapal akan menurunkan perahu jukung yang berisi pendayung, pencari ikan, dan pengebom ikan. Ketika sumber ikan sudah ditemukan, pengebom akan turun menyelam dan mengebom terumbu karang sehingga ikan dan terumbu karang mati. Ikan yang biasanya dicari adalah ikan kerapu dan simba. Potas digunakan untuk menangkap lobster. Potas disemprotkan ke lubang-lubang pada terumbu karang tempat lobster tinggal. Akibat kegiatan menggunakan bom ikan, wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan rusak. Wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan diperkirakan seluas lima hektar. Sekitar separuhnya kini rusak akibat kegiatan pengeboman ikan.
Di Sulawesi Selatan, kerusakan terumbu karang akibat bom ikan juga terjadi. Saat ini, sekitar 55% terumbu karang di Sulawesi Selatan telah rusak akibat bom ikan. Cara penangkapan ikan seperti ini telah merusak ekosistem yang ada di bawah permukaan laut, termasuk terumbu karang Taman Nasional Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Taman laut Takabonerate merupakan taman laut ketiga terindah di dunia yang memperoleh piagam penghargaan dunia pada pertemuan Internasional Kelautan (World Ocean Conference) di Manado. Namun sekarang tidak hanya terumbu karangnya yang rusak, melainkan jutaan spesies biota laut yang unik bisa terancam akibat pemboman ikan ilegal itu.
Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu kerikil, dan minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang lebih setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki spesifikasi berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen umumnya digunakan mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5 kuintal ikan. Sedangkan botol bom yang terbuat dari botol bir dipakai untuk mengebom ikan dalam jumlah yang besar hingga berton-ton. Satu bom seukuran botol minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak, terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi kurang produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun. Meskipun hanya sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke tingkat produktivitas tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya memberikan keuntungan kecil sementara bagi pengebom ikan, namun memberikan kerugian besar yang berjangka panjang bagi masyarakat Indonesia.
Kerusakan yang terjadi akibat penangkapan ikan dengan cara yang tidak memperhatikan lingkungan (destructive fishing/illegal fishing) menimbulkan efek yang membahayakan terhadap keberadaan ekosistem dan biota laut. Destructive fishing bahkan dapat mengakibatkan punahnya beberapa jenis ikan karena penangkapan yang berlebihan dengan melakukan perusakan terhadap terumbu karang sebagai ekosistem hidupnya. Kerusakan terumbu karang dan pengaruhnya terhadap sumber daya laut baru dapat dirasakan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Perbaikan terumbu karangmembutuhkan proses yang sangat lama dan perusakan yang simultan menimbulkan terkikis dan hilangnya beberapa ekosistem laut.
Perlindungan hukum terhadap ekosistem dan biota laut sudah diberikan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Namun perlindungan hukum saja tidaklah cukup apabila tidak ada kesadaran sendiri dari masyarakat untuk turut bersama-sama dengan pemerintah terbeban mengambil tanggungjawab dalam memelihara dan melestarikan ekosistem dan biota laut, serta mengawasi pengelolaan sumber daya kelautan secara berkala dan penuh dengan tanggungjawab.

Why you must Visit to Bali? Bali is a beautiful island and have a lot of unique culture. Your tour will be really fun, enjoyable and get Cheap Bali Tour Packages with number one service for your trip. Here you can choice your Bali private tour our Bali Tour package, Bali Traditional tours, Bali Spa, etc with cheap price, but good service with profesional, and friendly. Fear of tour travel agents who give bad service and making you lose money and effort? fear of bad, evil travel tour agent who will harm you?

CLICK HERE to Book It Now