Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Hak
Wajib Pajak
Hak-hak yang diatur dalam UU
Perpajakan adalah :
1. Hak
untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus
Hak
ini merupakan konsekuensi dari sistem self-assessment yang mewajibkan WP untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk
dapat melaksanakan sistem tersebut, hak WP untuk mendapatkan pembinaan dan
pengarahan sesuai ketentuan yang berlaku tentu merupakan prioritas dari seluruh
hak yang dimiliki WP.
2. Hak
untuk membetulkan Surat Pemberitahuan
Apabila
WP dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat kekeliruan dalam
pengisiannya, msialnya karena data yang belum dilaporkan atau terdapat
kesalahan dalam menghitung, WP masih diberikan kesempatan untuk membetulkannya
dengan syarat fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.
3. Hak
untuk memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Pasal
3 ayat (3) dan ayat (4) UU KUP menegaskan bahwa batas wakttu penyampaian SPT Masa
paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak dan untuk SPT Tahunan paling
lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Batas waktu tersebut dapat
diperpanjang paling alam 6 bulan dengan mengajukan permohonan secara tertulis.
4. Hak
memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak
Apabila
WP dalam melakukan pembayaran pajaknya mengalami kelebihan, maka atas kelebihan
tersebut dapat diminta kembali dengan suatu permohonan tertulis, sesuai
ketentuan Pasal 11 UU KUP.
5. Hak
mengajukan keberatan
Apabila
WP merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang diterbitkan atau pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan pihak ketiga, WP dapat mengajukan upaya hukum
keberatan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan
atau pemungutan, kecuali WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
6. Hak
mengajukan banding.
Apabila
WP sudah mendapatkan keputusan atau upaya keberatan yang diajukan ke kantor
pajak dan merasa keputusan tersebut tidak memuaskan, maka WP dapat mengajukan
upaya hukum banding ke Pengadilan Pajak sesuai ketentuan Pasal 27 UU KUP.
7. Hak
mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia WP.
Petugas
pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan untuk tidak
mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain :
a. SPT,
Laporan Keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh WP.
b. Data
yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan.
c. Dokumen
dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
d. Dokumen
dan/atau rahasia WP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkenaan.
Apabila pejabat tersebut membocorkan
rahasia WP kepada pihak lain, maka WP dapat mengadukan pejabat tersebut karena
telah melakukan tindak pidana perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 UU
KUP.
8. Hak
mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Dalam
hal-hal tertentu, ada kalanya WP tidak dapat melunasi utang pajaknya secara
sekaligus. Misalnya, WP mengalami kesulitan likuiditasi atau mengalami keadaan
di luar kekuasaannya, WP dapat mengajukan permohonan untuk mengansur atau
menunda pembayaran pajaknya.
9. Hak
meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak
Pasal
25 ayat (6) UU KUP memberikan hak kepada WP agar Direktur Jenderal Pajak
memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan pajak, pemotongan dan pemungutan pajak. Hal ini terkait
dengan proses pengajuan upaya hukum keberatan yang akan disampaikan WP.
10. Hak
memberikan alasan tambahan
Pasal
26 ayat (2) UU KUP menegaskan bahwa sebelum surat keputusan atas keberatan
diterbitkan, maka WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan
tertulis. Alasan tambahan atau penjelasan tertulis ini merupakan suatu hal yang
sangat baik dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih objektif terlebih
disebabkan adanya pemeriksaan yang dilaksanakan secara terburu-buru yang
umumnya atas dasar batas waktu pemeriksaan yang harus segera selesai.
11. Hak
mengajukan gugatan
Pasal
23 ayat (2) UU KUP menegaskan adanya hak WP untuk mengajukan gugatan atas :
a. Pelaksanaan
surat paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuman lelang;
b. Keputusan
yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan
dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
c. Keputusan
pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan dengan Surat
Tagihan Pajak;
d. Keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
Gugatan diajukan secara
tertulis menggunakan bahasa Indonesia dan terhadap satu pelaksanaan penagihan
atau satu Keputusan diajukan satu surat gugatan.
12. Hak
untuk menunda penangihan pajak
Hak
untuk menunda penagihan pajak adalah berkaitan dengan proses banding yang
sedang dilakukan WP. Pasal 43 ayat (2) UU Pengadilan Pajak menegaskan bahwa
penggugatan dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan
sengketa pajak sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan pajak. Permohonan
tersebut diajukan sekaligus dalam surat gugatan dan dapat diputus terlebih
dahulu dari pokok sengketanya.
13. Hak
memperoleh imbalan bunga
Hak
WP untuk memperoleh imbalan bunga didasarkan pada Pasal 27A UU KUP bahwa
apabila pengajuan keberatan atau bending diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang pajak utang dalam SKPKB atau SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak tersebut
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama
24 bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya keputusan keberatan atau putusan
banding.
14. Hak
mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
Hak
yang timbul berdasarkan ketentuan Pasal 91 UU KUP yang hanya bisa dilakukan
berdasarkan alas an-alasan tertentu yang disebutkan dalam UU. Misalnya, adanya
bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan, akan menghasilkan putusan yang berbeda.
15. Hak
mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Dalam
menghitung besarnya penghasilan kena pajak, WP dapat mengurangi penghasilannya
dengan segala pengeluaran-pengeluaran yang telah ditentukan dalam UU. Pasal 6
UU PPh menegaskan adanya pengeluaran atau biaya yang dapat dikurangkan, yaitu :
a. Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,
premi ansuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh;
b. Penyusutan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
11A;
c. Iuran
kepada dana pension yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. Kerugian
karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
e. Kerugian
dari selisih kurs mata uang asing;
f. Biaya
penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya
beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1) Telah
dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Telah
diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditor dan debitor yang
bersangkutan;
3) Telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4) WP
harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat
Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktorat
Jenderal Pajak.
16. Hak
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Sesuai
Pasal 7 UU PPh, hal ini khusus diberikan kepada WP Orang Pribadi dengan
memberikan pengurangan sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak yang telah
ditentukan. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 15/PJ/2006
tanggal 23 Februari 2006, besarnya PTKP tersebut dihitung berdasarkan
penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
jumlahnya adalah sebagai berikut :
Setahun
|
Sebulan
|
|
a. Untuk
diri pegawai
|
Rp 13.200.000
|
Rp 1.100.000
|
b. Tambahan
untuk pegawai yang kawin
|
Rp 1.200.000
|
Rp 100.000
|
c. Tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan
lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang
|
Rp 1.200.000
|
Rp 100.000
|
17. Hak
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Hak
ini diberikan kepada WP yang mempunyai peredaran bruto usaha dalam satu tahun
kurang dari Rp 600 juta dengan syarat memberitahukan kepada Direktorat Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 UU PPh.
18. Hak
memperoleh fasilitas perpajakan
Dalam
Pasal 31A UU PPh dutegaskan adanya fasilitas perpajakan yang diberikan kepada
WP yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu dan/atau daerah
tertentu dalam bentuk :
·
Pengurangan penghasilan neto paling
tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan;
·
Penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat;
·
Kompensasi kerugian yang lebih lama,
tetapi tidak lebih dari 10 tahun; dan
·
Pengenaan PPh atas deviden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% kecuali apabila tariff menurut perjanjian
perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
Dapat
memperoleh fasilitas pajak yang bersifat terbatas, baik dalam jangka waktu
maupun jenis berupa keinganan PPh yang terutang atas :
·
Pembebasab utang;
·
Pengalihan harta kepada kreditor untuk
penyelesaian utang;
·
Perubahan utang menjadi penyertaan
modal.
19. Hak
untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadapa Pajak Keluaran
Dalam
UU PPN ditegaskan bahwa apabila WP (Pengusaha Kena Pajak) mempunyai Pajak
Masukan, maka atas Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak
Keluaran. Apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka kondisi
laporan SPT Masa PPN menjadi lebih bayar.
Kewajiban
Wajib Pajak
Kewajiban WP yang
diatur dalam UU Perpajakan adalah :
1. Kewajiban
untuk mendaftarkan diri
Ketentuan
Pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap WP wajib mendaftarkan diri pada
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan WP dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sementara itu, khusus terhadap WP yang harus menjadi pengusaha yang mempunyai
kewajiban PPN berdasarkan UU PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
2. Kewajiban
mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Ketentuan
Pasal 3 ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa setiap WP wajib mengisi SPT dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang
rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pajak tempat WP
terdaftar.
3. Kewajiban
membayar atau menyetor pajak.
Kewajiban
WP untuk membayar atau menyetor pajak yang terutang dilakukan di kas negara
melalui kantor pos dan/atau bank Badan Usaha Milik Negara atau bank Badan Milik
Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU KUP.
4. Kewajiban
membuat pembukuan atau pencatatan.
Bagi
WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP
Badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan, sesuai ketentuan Pasal 28 ayat
(1) UU KUP. Sementara itu, pencatatan dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dan WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
5. Kewajiban
menaati pemeriksaan pajak.
Terhadap
WP yang diperiksa, sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU KUP, tentunya wajib
menaati ketentuan pemeriksaan pajak. Misalnya, WP wajib memperhatikan dan/atau
meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruang yang dipandang perlu dan member bantuan guna kelancaran pemeriksaanm,
serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
6. Kewajiban
melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
Kewajiban
melakukan pemotongan atau pemungutan pajak ini dilakukan WP terhadap pihak lain
dalam rangka melaksanakan perintah UU PPh, seperti Pasal 21, Pasal 22, Paal 23,
Pasal 26, dan ketentuan UU PPN. Pajak
yang telah dipotong atau dipungut tersebut harus disetorkan ke kas negara
melalui bank.
7. Kewajiban
membuat Faktur Pajak.
Setiap
Pengusaha Kena Pajak (PKP)wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
8. Kewajiban
melunasi Bea Materai
Dalam
UU Bea Materai No. 13 Tahun 1985 disebutkan bahwa Bea Materai merupakan pajak
yang dikenakan atas dokumen.